Siap-siap, Selasa 8 Juni mendatang driver Gokilat (Gosend) mitra GoTo yang bekerja di bidang pengiriman barang berencana melakukan mogok massal. Caranya dengan off-bid pesanan yang masuk. Hal ini mereka lakukan untuk memprotes pengurangan insentif sepihak yang dilakukan oleh GoTo, perusahaan gabungan dari Gojek dan Tokopedia.
Info ini salah satunya menjadi viral lewat cuitan Arif Novianto. Peneliti Muda di Institute of Governance and Public Affairs (IGPA), Universitas Gadjah Mada ini menyebut kalau pemogokan akan dilakukan di area Bandung dan Jabodetabek.
Pada 8 Juni 2021 besok, driver Gojek akan melakukan pemogokan. Strategi yang dipakai adalah dengan off bid secara massal. Aksi mogok dilakukan oleh driver Gokilat (gosend) menyikapi tindakan sepihak GoTo yang menurunkan insentif. Pemogokan dilakukan di Bandung & Jabodetabek. pic.twitter.com/NPtWd7fKkM
— Arif Novianto (@arifnovianto_id) June 5, 2021
Selain off-bid secara massal, lanjut Arif aksi juga akan dilakukan dengan mengirimkan karangan bunga ke kantor Gojek. Ini sebagai pertanda duka cita para mitra atas kebijakan perusahaan yang dianggap mencekik mitranya.
Menurut Arif, penuruan insentif bagi mitra Gokilat di Bandung dan Jabodetabek berbeda. Di Bandung insentifnya adalah Rp1.000 untuk satu sampai 11 pesanan dan naik menjadi Rp1.500 untuk 12 sampai 17 pesanan yang sudah diselesaikan. Sementara untuk di Jabodetabek, Rp1.000 untuk satu sampai sembilan pengantaran dan naik jadi Rp2.000 untuk 10 sampai 14 pengantaran.
Baca juga: Gojek dan Tokopedia Merger, Ini yang Perlu Diketahui
“Itu pun jika performa di atas 80%. Di skema lama untuk 18 pengantaran, driver sudah bisa mengantungi Rp42.000, sementara di skema sekarang Rp36.000. Namun, buat bisa anter 18 pesanan dalam sehari itu susah dan butuh waktu lama karena lokasinya acak dan berjauhan,” kata Arif.
Arif menyebut keputusan penurunan insentif sepihak dari GoTo setidaknya melanggar beberapa hal. Yakni UU No. 20 Tahun 2008, yang mengatakan setiap keputusan dalam hubungan kemitraan tidak boleh dilakukan sepihak, tapi perlu ada perundingan bersama antar-pihak yang bermitra. Selain itu Permenhub PM No. 12 Tahun 2019 sudah mengatur penentuan tarif harus berdasar pada: penyusutan kendaraan dan handphone, bunga modal, pengemudi (tenaga kerja), asuransi, pajak kendaraan bermotor, bahan bakar, ban, pemeliharaan dan perbaikan, pulsa/kuota internet, hingga profit untuk mitra.
“Dampak upah murah dan beban kerja tinggi ke driver/kurir tidak hanya dirasakan driver, tapi juga konsumen. Sejak akhir April 2021, banyak driver yang pilih-pilih orderan, yang di bawah 4 km dari jaraknya yang dipilih. Banyak order yang tidak diambil, dampaknya paketan enggak dapat kurir,” ucap Arif.
Kepada Asumsi.co Arif menyebut pembicaraan antara GoTo dan mitra dilakukan hari ini menyusul ramainya kabar mitra yang hendak mogok. Namun hingga kini belum ada konfirmasi dari pihak GoTo mengenai hal tersebut.
Sementara kabar soal pemogokan ini ramai juga di grup Facebook “Berita Informasi Gokilat (Gosend Sameday)”. Dalam informasi yang diunggah oleh Usman Hidayat pada pukul 13.41 WIB, dimungkinkan aksi mogok Gosend besok akan dilaksanakan.
Soalnya, pihak perusahaan tetap bersikukuh pada penerapan skema insentif baru. Pada unggahan dalam bentuk video itu, Usman menyebut mediasi antara mitra dengan GoTo tidak mendapat titik temu. Akhirnya mitra keluar dari ruangan mediasi.
Dalam siaran pers yang diterima Asumsi, pihak mitra menyatakan akan mogok besok. Tuntutan mereka, agar manajemen GoTo mencabut keputusan pemberlakuan insentif terbaru yang diberlakukan pada 8 Juni 2021 dan aturan insentif tetap menggunakan skema sebelumnya. GoTo juga diminta menaati aturan yang berlaku tentang kemitraan dan penghitungan biaya jasa driver. Lainnya, mendesak pemerintah untuk menegakan aturan yang berlaku sehingga tidak membuat perusahaan platform saling berperang tarif dan promosi.
“Yang dampaknya merugikan driver/kurir. Kepada konsumen kami meminta maaf kami harus mogok kerja untuk mencari keadilan demi mendapatkan hasil kerja yang layak,” demikian ditulis dalam surat tersebut.
Mitra Jadi Korban
Nailul Huda, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut kalau posisi mitra kurir GoTo memang masih lemah. Dalam industri yang berbentuk two-sided market, seperti GoTo dan aplikasi bermitra lainnya, posisi mitra memang lebih rendah dibandingkan platform ataupun konsumen.
“Jadi platform lebih memilih “memanjakan” konsumen dibandingkan mitra. Maka ketika ada promo, salah satu strategi “efisiensi” untuk menurunkan harga adalah mengubah sistem dan tarif untuk mitra,” kata Huda.
Apalagi jumlah mitra saat ini dinilai cukup banyak dan tidak kekurangan. Dengan begitu, pihak platform pasti akan mengorbankan mitra untuk menarik lebih banyak konsumen. Walaupun ketika mitra pada mogok, konsumen yang akan dirugikan juga.
Baca juga: Tak Ada Bonus Harian, Driver Gojek Ogah Narik Bikin UMKM Kerepotan
Kondisi mitra akan berpindah ke pesaing lainnya akan sangat tergantung dari perpindahan konsumen akhir ke jasa ekspedisi lainnya. Jika konsumen akhir berpindah ke jasa ekspedisi lainnya seperti Grab, Maxim, ataupun Lalamove, pasti akan mendorong mitra-mitra yang tadinya di GoTo akan berpindah ke tempat lain.
“ Kondisi ini harus disikapi dengan benar dan bijak oleh GoTo,” kata Huda.
Menurutnya, dengan munculnya isu seperti ini tentu akan berpotensi juga membuat konsumen berpindah ke aplikasi lain. Apalagi konsumen yang merupakan penjual tak punya pilihan dan harus mengirim barang dengan tepat waktu.
“Ketika terjadi pemogokan massal pasti mereka akan berpindah ke platform/penyedia jasa lainnya. Jadi masih ada kemungkinan konsumen ini akan pindah,” ucap dia.
Namun, dengan banyaknya aplikasi serupa kekinian, loyalitas pengguna pada satu aplikasi juga jadi tak bisa begitu saja diukur. Semua itu tetap kembali ke kualitas layanan dan harga.
“Terutama harga sih. Pun ketika mogok massal dan mitra GoTo kembali aktif, dan GoTo menawarkan harga yang lebih murah dari pesaingnya, ya konsumen akan kembali ke GoTo,” ucap dia.