Peristiwa yang
menimpa MS, pelajar SMA di Bengkulu yang dikeluarkan dari sekolah karena konten
TikTok buatannya diduga menghina Palestina, menjadi perhatian Komisi Perlindungan
Anak Indonesia. Sanksi keras terhadap MS, yakni dikeluarkan dari sekolah,
dipandang tidak mendidik oleh KPAI.
Komisioner KPAI
Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, peristiwa yang dialami MS terkait
dengan keberlangsungan studinya itu sangat memprihatinkan. Pasalnya, MS kehilangan
hak atas pendidikan begitu ia dikeluarkan dari sekolah. Padahal, MS saat ini sudah
berada di kelas akhir, tinggal menunggu kelulusan.
“Kalaupun tidak
berada di kelas akhir, dipastikan MS akan sulit diterima di sekolah manapun setelah
kasusnya viral. Artinya, kemungkinan besar MS putus sekolah. Sebagai warga
negara, MS terlanggar hak asasinya untuk memperoleh pendidikan atau pengajaran
sebagaimana amanah pasal 31 UUD 1945,” kata dia dalam keterangannya, Kamis
(20/5/2021).
Retno mengatakan,
KPAI mendorong agar Dinas Pendidikan setempat tetap memenuhi hak atas
pendidikan MS. Ia mengaku khawatir bila banyak sekolah akan menolak mutasi MS
setelah konten video TikToknya menjadi viral. Hal ini juga didasari oleh
pertimbangan masa depan MS yang masih panjang.
Baca juga: TikTok Dalam Arus Krisis Palestina | Asumsi
Retno mengatakan,
KPAI telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Provinsi Bengkulu terkait kasus MS ini. Dari koordinasi itu diperoleh
informasi bila MS berusia 19 tahun. Itu artinya, MS sudah bukan termasuk
kategori usia anak.
Berdasarkan kategori
usia, KPAI diakui Retno tidak memiliki kewenangan atas kasus tersebut. Kewenangan
KPAI adalah pada usia 0-18 tahun. “Namun demikian, kami berkonsentrasi dengan
pemenuhan hak atas pendidikan karena MS seorang pelajar,” ujarnya.
Terkait dengan
sanksi yang diterima MS, Retno mengatakan, seharusnya tidak harus sampai
dikeluarkan dari sekolah. Terlebih MS sudah mengakui kesalahannya, meminta maaf
dan menyesali perbuatannya.
“Jadi seharusnya MS
diberi kesempatan memperbaiki diri, karena masa depannya masih panjang. KPAI
juga memperoleh informasi bahwa MS mengalami masalah psikologis akibat dikeluarkan
oleh pihak sekolah, bahkan takut bertemu orang lain,” tuturnya.
Terkait dengan
masalah psikologis yang dialami MS, ia mengatakan, KPAI mendorong MS dibantu
konseling oleh UPTD P2TP2A (Unit Pelaksana Teknis Daerah Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) agar mendapatkan rehabilitasi
psikologis.
“MS, yang sudah
minta maaf dan menyesali perbuatannya, seharusnya memperoleh konseling dan
pembinaan juga dari sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya. Bukan
dikeluarkan dari sekolah,” katanya.
Berkaca dari peristiwa
yang dialami MS, Retno mengatakan, orang tua hendaknya bisa memetik pelajaran
terkait penggunaan media sosial oleh anak. “KPAI mendorong para orangtua untuk
mengedukasi dan mengawasi anak-anaknya dalam menggunakan media sosial,”
ujarnya.
Baca juga: Konten TikTok “Persalinan” Dokter Kevin Samuel Dinilai Melecehkan | Asumsi
Langgar
Tata Tertib
Sebelumnya, dalam video yang beredar, terlihat wajah MS secara
close-up mengeluarkan kata-kata kasar tentang Palestina. Video yang
menjadi viral itu kemudian membuat Dinas Cabdin Pendidikan Wilayah VIII
Kabupaten Benteng menggelar rapat dengan pihak sekolah tempat MS belajar. Hasil
rapat itu adalah keputusan bahwa MS dikeluarkan dari sekolah.
Kepala Cabdin Pendidikan Wilayah VIII Kabupaten Bengkulu
Tengah, Adang Parlindungan, menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan MS sudah
melanggar tata tertib. “Keputusan ini kita ambil karena memang pihak sekolah
sudah melakukan pendataan terhadap tata tertib poin pelanggaran MS. Dari data
poin tata tertib poin itu diketahui kalau MS, poin tata tertib MS sudah
melampaui dari ketentuan yang ada,” ujarnya sebagaimana dilansir dari Antara,
Selasa (18/5/2021).
Setelah keputusan itu keluar, MS dan orang tuanya sempat
melakukan pertemuan dengan pihak sekolah dan tokoh masyarakat setempat. Saat
itu MS meminta maaf dan mengaku menyesali perbuatannya yang telah menghina
Palestina.
“Saya minta maaf atas perbuatan saya. Baik kepada warga Palestina
maupun seluruh warga Indonesia,” ujar MS.
Dilansir dari Kompas.com,
Kapolres Bengkulu Tengah AKBP Ary Baroto mengatakan bila kasus hukum MS sudah
selesai dan tidak dibawa ke ranah hukum. “Penyelesaian kasus ini kita lakukan
dengan restorative justice, yang mana setiap penyelesaian permasalahan tidak
selalu diselesaikan dengan pidana,” tuturnya.