Wimar Witoelar Kartaadipoetra meninggal dunia, Rabu (19/5/2021). Ia meninggal pukul 9.00 WIB setelah menjalani perawatan di ICU, RS Pondok Indah, Jakarta Selatan. Almarhum kemudian disolatkan di rumah duka di kawasan Gandaria Selatan, Jakarta.
Managing Director Intermatrix Communications Erna Indriana awalnya mengabarkan wafatnya pria yang lahir di Padalarang, Jawa Barat, 14 Juli 1945 ini. “Barusan saja Pak Wimar meninggal dunia dengan tenang sekitar pukul 09.00 WIB,” ujarnya dilansir dari CNN.
Wimar didiagnosis menderita Sepsis atau kondisi medis yang disebabkan oleh timbulnya peradangan karena infeksi di dalam tubuh.
Baca juga: Kiprah Dakwah Anton Medan | Asumsi
Juru Bicara Presiden Gus Dur
Salah satu peran Wimar di masa lalu yang dikenali adalah posisinya sebagai Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada tahun 2000-2001. Dalam sebuah wawancara dengan Perspektif Baru, Wimar bercerita tentang asal mula bisa menjadi Jubir Presiden Gus Dur. Aktivitas Wimar di era 1990-an dekat dengan bidang koran dan televisi. Dari situlah ia sudah memantau dan mengomentari kegiatan Gus Dur, terutama ketika ia banyak disalahartikan.
Wimar mengaku banyak meluruskan tentang kegiatan atau sikap Gus Dur yang saat itu disalahartikan oleh pihak-pihak tertentu. Wimar sendiri mengaku saat itu tidak mengenal dekat Gus Dur.
Komentar dan analisis mengenai Gus Dur itu dituangkan Wimar dalam tulisan di koran. Tulisan-tulisannya itu ternyata dibaca oleh Gus Dur dan keluarganya. Momen itulah yang kemudian mengantarkan Wimar lebih dekat ke kehidupan Gus Dur dan keluarganya. Hingga suatu waktu, ketika Gus Dur telah menjadi presiden, Wimar diundang untuk menemuinya.
Dalam pertemuan ini, Wimar mengatakan, Yenny Wahid turut mendampingi Gus Dur. Selama pertemuan, tidak ada perbincangan mengenai Jubir. Perbincangan yang terjadi jauh dari isu serius. Topiknya soal sepak bola sampai sashimi (makanan Jepang). Baru setelah Wimar pulang, ia kemudian dihubungi lewat telepon.
Mengenai pertemuan ini, Wimar mengenang bila ia tidak menyangka ditawari sebagai posisi Jubir. “Pokoknya saat itu saya hanya berpikir sempat bertemu dengan Gus Dur, minta foto, pulang saja. Tapi, kemudian saya dihubungi lewat telepon (oleh Yenny Wahid), “Sebetulnya Gus Dur ingin tanya, apa Anda berminat jadi Juru Bicara Gus Dur?” katanya sebagaimana dilansir dari Perspektif Baru.
Namun telepon seusai pertemuan pertama itu tidak menandakan Wimar langsung menjadi Jubir. Di kemudian hari, Wimar mengatakan, diundang lagi untuk bertemu dengan Gus Dur. Yenny Wahid kala itu mengatakan kepada Wimar bahwa Gus Dur ingin bertemu dengannya pukul 4.30 pagi di Istana Kepresidenan, sebelum jalan pagi. Wimar mengiyakan undangan itu.
Baca juga: Pendiri Vans Meninggal Dunia, Skateboarder Berduka | Asum
Barulah seusai jalan pagi, Gus Dur mengajak Wimar ke kantornya untuk berbicara lebih serius mengenai posisi Jubir. Wimar mengenang percakapannya dengan Gus Dur soal Jubir Presiden ini. “Akhirnya setelah jalan pagi, Gus Dur mengajak saya untuk mengobrol di kantornya. Dia bertanya, “Apakah Anda siap menjadi Juru bicara?” Saya jawab siap, dan tanya mulai kapan? Kata Gus Dur, “mulai sekarang.” Kemudian saya bertanya apa deskripsi tugasnya? Kata Gus Dur, “Itu terserah, Anda yang lebih tahu karena belum pernah ada juru bicara,” katanya.
Sejak saat itulah Wimar kemudian aktif sebagai Jubir Presiden Gus Dur. Ia menjabat sebagai Jubir selama Tahun 2000-2001. Wimar mengenang, posisi Jubir saat itu ideal karena Gus Dur memberinya keleluasaan dalam menentukan sikap. Hal ini terlihat ketika Wimar bercerita meminta saran kepada Gus Dur, selaku Jubirnya, untuk mengatasi pihak-pihak yang berbeda sikap.
“Saya bertanya ke Gus Dur tentang bagaimana saya harus meng-handle orang yang mengkritik Gus Dur. Dia hanya menjawab, “Itu terserah Pak Wimar saja.” Kemudian saya bertanya apakah tidak ada instruksinya? Gus Dur menjawab tidak ada. Jadi saya tidak diinstruksikan, dan tidak harus melapor kepadanya. Itu kerjaan ideal, menurut saya,” katanya.
Dunia Media
Sebelum menjabat sebagai Jubir, Wimar sebenarnya telah rutin berkiprah di dunia koran dan televisi. Dikutip dari Perspektif, Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Time, Newsweek, The International Herald Tribune, The New York Times, Wall Street Journal, sampai The Washington Post. Wimar juga pernah menjabat sebagai kolumnis di majalah Humor. Selain itu ia juga pernah menjadi kolumnis di tabloid Kontan dan harian Kompas.
Baca juga: Nyai Badriyah Fayumi, Ulama Pendukung Kesetaraan Gender | Asumsi
Pada awal 1990-an, ia pernah memandu acara televisi bernama Perspektif di SCTV. Acara Perspektif itu juga tidak lepas dari kritik-kritik yang dilontarkan Wimar kepada pemerintahan Orde Baru Soeharto. Saking seringnya mengkritik, program itu bahkan sempat dihentikan penayangannya.
Tiga tahun berselang setelah Perspektif dilarang tahun 1994, ia dipercaya memandu acara Selayang Pandang selama tahun 1997 sampai 2000. Lewat kiprahnya di Selayang Pandang, Wimar mendapatkan tiga penghargaan televisi nasional. Salah satunya sebagai Pemandu Acara Paling Populer.
Kiprah Wimar di luar dunia televisi, dan dilakoninya hingga saat terakhir hidupnya, adalah membangun perusahaan public relations, yakni InterMatrix Communications (IMX). Perusahaan yang dikembangkan Wimar ini fokus pada strategi komunikasi dalam isu-isu publik, terutama isu perubahan iklim, deforestasi dan isu-isu masyarakat adat.