Neuralink,
perusahaan neuroteknologi yang berada dalam naungan pendiri Tesla, Elon Musk,
mengungkapkan rencana untuk menciptakan spesies eksotis baru dinosaurus.
Rencana penciptaan itu diklaim akan dilakukan dalam jangka waktu waktu 15 tahun.
Co-founder Neuralink, Max Hodak, bahkan
dengan penuh percaya diri menyatakan, pihaknya tak hanya mampu menciptakan
ulang dinosaurus. Perusahaan yang bergerak di bidang industri antarmuka otak
komputer (brain-computer
interface) itu diyakininya mampu membangun “Jurassic Park” yang
berisi makhluk-makhluk pra sejarah seperti yang ada di film fiksi ilmiah,
besutan Steven Spielberg. Memangnya bisa?
Hasil Rekayasa Genetik
Melalui cuitan di akun Twitter @max_hodak, Hodak
mengungkapkan dinosaurus ini tidak memiliki struktur genetik sebagaimana
spesies aslinya yang hidup ratusan juta tahun lalu. Spesies
baru dinosaurus yang akan diciptakan Neuralink ini, kata dia, merupakan hasil
rekayasa genetik yang wujudnya terlihat eksotis dan bisa berkembang biak.
“Kami mungkin bisa membangun Jurassic
Park jika kami mau. Tidak akan menjadi dinosaurus yang secara genetik asli.
Mungkin 15 tahun berkembang biak + rekayasa untuk mendapatkan spesies baru yang
super eksotis,” cuitnya baru-baru ini.
Namun, pria yang juga dikenal sebagai
pengusaha dan ahli teknologi Amerika Serikat ini tak merinci lebih lanjut soal
langkah rekayasa genetik yang bakal dilakukan pihaknya untuk menciptakan
spesies baru dinosaurus tersebut. Hodak hanya mengatakan, makhluk ini akan
menjadi keanekaragaman
hayati baru di bumi yang berada di suatu kawasan konservasi,
laiknya Jurassic
Park.
“Keanekaragaman hayati (antifragilitas)
pasti berharga; konservasi itu penting dan masuk akal. Tapi mengapa kita
berhenti di sana? Mengapa kita tidak lebih sengaja mencoba untuk menghasilkan
keragaman baru?,” imbuhnya.
Neuralink dan Proyek Kontroversialnya
Rencana Neuralink yang disampaikan oleh Hodak
mencuri perhatian publik. Pasalnya, hingga saat ini, Neuralink sama sekali
belum mengumumkan soal proyek ini.
Dilansir dari Daily Mail, Hodak hanya mengatakan, proyek
ini terinspirasi dari film Jurassic Park yang dirilis pada tahun 1993. Dalam
film tersebut, dinosaurus diceritakan tercipta dari ekstrak DNA dinosaurus yang
ada pada nyamuk purbakala yang diawetkan di dalam amber.
Sejauh ini, sumber berita yang sama
melaporkan eksperimen yang telah dilakukan perusahaan itu antara lain
menanamkan chip ke
dalam otak babi dan monyet. Namun hingga ini, Neuralink belum membuat
pengumuman apapun terkait eksperimen rekayasa genetik.
Proyek ini pun menuai kritik dari para ahli
karena menggunakan binatang hidup, menyusul Gertrude yang merupakan babi
percobaan proyek penanaman chip ini, tampak tersiksa di dalam kandang.
Belakangan, Neuralink juga tengah
mengembangkan proyek cyborg yang
kontroversial, dengan memasang chip di otak manusia, lalu menghubungkannya dengan
komputer.
Elon Musk meyakini, otak manusia mampu
terkoneksi dan berinteraksi dengan komputer. Hal ini, kata Musk, bakal membantu manusia
dikalahkan oleh kecerdasan buatan/artificial intelligence (AI). Menurutnya, AI
berpotensi lebih berbahaya daripada nuklir.
Apa Sih Rekayasa Genetik Itu?
Artikel ”Should We Bring Extinct Species Back
from the Dead?” yang ditulis David Shultz untuk Science Magazine menyebutkan,
rekayasa genetik merupakan langkah untuk menghidupkan kembali atau menciptakan
ulang makhluk yang sudah punah atau yang disebut dengan awapunah.
Rekayasa genetik dilakukan dengan menyisipkan
gen yang relevan dari spesies yang sudah punah ke dalam gen spesies lestari
yang masih dekat kekerabatannya. Genom hibrida hasil penyusunan ulang struktur
genetiknya ini, kemudian diimplantasi ke induk pengganti atau dikembangkan di rahim
buatan. Cara lain yang juga digunakan adalah dengan menyusun ulang genom dari
nol
“Metode rekayasa ini tak menghasilkan
salinan genetika spesies yang punah, melainkan versi modern darinya. Ia
tetaplah hewan modern, tetapi berperilaku laiknya spesies kerabatnya yang telah
punah,” tulis artikel tersebut.
Metode tersebut telah dicoba untuk eksperimen
awapunah mamut dan merpati penumpang. Meski, sejauh ini genom terbesar yang
dapat dihasilkan baru seperseribu dari ukuran genom mamut.
Dalam Jurnal Biologi Tropis yang ditulis
peneliti Biologi dari Universitas Mataram, Dr. Mahrus, disebutkan bahwa pada
awalnya, rekayasa genetika hanya dilakukan pada tanaman untuk memecahkan
kekurangan pangan penduduk dunia.
Akan tetapi, dalam pengembangannya rekayasa
genetika tidak hanya berlaku untuk tanaman dan hewan yang serupa, tetapi telah
berevolusi pada percobaan terhadap manusia dan lintas jenis.
“Beberapa istilah yang digunakan pada
rekayasa genetika adalah transgenik; modifikasi genetika (genetically
modified/GM), teknologi DNA, kloning gen atau kloning molekuler merupakan
istilah yang meliputi sejumlah prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi,
meniru, memodifikasi dan mentransfer materi genetik dari sel, jaringan atau
mahluk hidup lengkap dari satu mahluk hidup ke mahluk hidup lainnya,”
jelasnya dikutip dari jurnal yang diterima Asumsi.co, Kamis (14/421).
Rekayasa Genetik Berpotensi Ancam Ekosistem
Mahrus menjelaskan, teknologi yang paling
banyak digunakan dalam rekayasa genetik, lanjutnya, rekombinasi DNA (DNA
recombinant), suatu metode yang digunakan untuk memanipulasi langsung DNA yang
berorientasi pada ekspresi gen tertentu.
“Teknik ini melibatkan kemampuan untuk
mengisolasi, memotong dan memindahkan potongan DNA tertentu sesuai dengan
gen-gen yang menjadi target,” imbuhnya.
Ia menerangkan, saat ini memanipulasi DNA
dalam berbagai cara dan memindahkannya dari satu mahluk hidup ke mahluk hidup
lain, dapat diprogramkan melalui teknik rekombinasi DNA.
Teknik ini, dimanfaatkan untuk memproduksi
berbagai zat seperti enzim, antibodi monoklonal, nutrisi, hormon, dan berbagai
produk farmasi termasuk obat dan vaksin dalam jumlah besar.
“Teknologi DNA juga memungkinkan
penambahan atau penyisipan gen dari kelompok mahluk hidup yang secara
filogenetik sangat jauh hubungan kekerabatannya atau secara seksual tidak
kompatibel,” kata Mahrus.
Sementara itu, ahli ekologi dari lembaga
nonprofit Revive
& Restore, Ben Novak mengingatkan
para ilmuan untuk melakukan eksperimen rekayasa genetik secara bijak.
“Awapunah harus ditujukan untuk pemulihan dan fungsi ekologi. Jika ingin
membangun kebun binatang, sebaiknya tak usah,” kata dia.
Bila pesies-spesies yang telah punah dipaksa
untuk kembali dihidupkan, kata dia, belum tentu bisa beradaptasi dengan kondisi
saat ini karena telah kehilangan habitat aslinya.
Sekali pun spesies hasil rekayasa genetik ini
bisa beradaptasi, bukan berarti tak memicu masalah alam. Kehadirannya, bisa
saja menjadi ancaman bagi ekosistem. “Spesies rekayasa itu menjadi inang
bagi virus yang justru bisa memusnahkan spesies lain,” ucapnya.