Perayaan Paskah identik dengan telur. Rupanya, ada alasan khusus telur dikaitkan dengan tradisi peringatan wafatnya Isa Almasih ini di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Seperti apa sejarah dan maknanya?
Berakar dari Budaya Kuno
Dilansir dari Crosswalk, Venerabilis Beda, seorang biarawan abad kedelapan, dan cendekiawan menyebut kata “easter” yang berarti paskah berasal dari Anglo-Saxon Eeostre atau Eastre, Dewi Teutonik musim semi dan kesuburan.
Namun, sejumlah penelitian terbaru belum dapat menemukan referensi soal dewi yang disebutkan oleh Bede. Teori ini pun dikesampingkan. Kemungkinan lain sebutan Paskah berasal dari Norse eostur, eastur, atau ostara, yang berarti “musim matahari yang tumbuh” atau “musim kelahiran baru.”
“Kata timur yang terkandung dalam kata paskah, berasal dari akar yang sama. Dalam hal ini, paskah dikaitkan dengan perubahan musim,” tulis simpulan penelitian tersebut.
Salah satu simbol yang akrab dalam perayaannya adalah telur Paskah. Sumber yang sama menuliskan, asal muasalnya kemungkinan berakar dari budaya kuno memandang telur sebagai simbol kehidupan.
“Agama Hindu, hingga kepercayaan di Mesir, Persia, dan Fenisia memercayai dunia dimulai dengan telur yang sangat besar,” tulis Crosswalk.
Simbol Kehidupan Baru
Masih dilansir dari sumber yang sama, filosofi telur paskah juga berasal dari orang-orang Persia, Yunani, dan Cina yang memberikan hadiah telur selama festival musim semi dalam perayaan kehidupan baru di sekitar mereka.
Pada festival yang musim semi, orang-orang Mesir, Persia, Yunani dan Roma memiliki tradisi makan telur yang dicelupkan sebagai bentuk perayaan. Dalam legenda Druid kuno, telur ular merupakan simbol suci dan panjang umur.
Rohaniawan Konferensi Wali Gereja Indonesia ( KWI), Romo Benny Susetyo mengatakan, Kristen era awal meyakini hubungan telur sebagai simbol kehidupan, sehingga menjadi bagian dari perayaan kebangkitan Kristus dari wafatnya.
“Paskah merupakan simbol kehidupan baru dimulai. Sebagaimana Paskah yang dirayakan tiap musim semi di belahan bumi yang merayakan empat musim. Musim semi adalah kehidupan baru dimulai setelah berakhirnya musim dingin, yang dingin dan tanpa kehidupan,” katanya kepada Asumsi.co melalui pesan singkat, Jumat (2/4/21).
Ia pun mengenang, tradisi Telur Paskah dikenalnya sejak masih anak-anak. Paskah menjadi kesempatannya mendapatkan keranjang yang berisi telur paskah berwarna dan berbagai permen.
“Orangtua saya memberikan Telur Paskah di depan gereja sebagai salah satu cara merayakan sukacita Paskah,” ucap pria yang juga Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini.
Simbol Kesederhanaan
Tentu tak hanya itu makna telur sebagai tradisi di saat hari raya Paskah. Benny menambahkan berdasarkan sejarahnya, pada masa pra-Paskah dahulu kala, peringatan dilakukan dengan masa puasa dan pantang yang ketat, dibandingkan masa sekarang.
“Telur sudah direbus dan disimpan agar saat Hari Raya Paskah tiba, mereka bisa menikmatinya karena orang tidak makan daging selama masa pra-Paskah,” terangnya.
Hal ini, lanjutnya, karena harga telur lebih terjangkau, dibandingkan daging. Dengan demikian, siapa pun bisa merayakan Paskah. Maka, dapat juga dikatakan sebagai simbol kesederhanaan.
“Bahkan, bagi mereka yang tak mampu membeli daging. Itu maknanya. Telur-telur yang sudah direbus dan diwarnai dibagikan kepada tiap umat yang telah menyelesaikan masa puasa dan pantang setelah misa berakhir,” pungkasnya.