Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia angkat bicara soal rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang mengubah skema Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP Kuliah) Merdeka.
Skema baru KIP ini rencananya akan diberikan kepada 200 ribu mahasiswa baru pada perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) di bawah naungan Kemendikbud.
Namun, besaran bantuan biaya pendidikannya yang bakal disesuaikan dengan program studi (prodi) masing-masing, berdasarkan nilai akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), menuai kritik.
Koordinator Bidang Pendidikan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia, Zainal Arifin pun menilai kebijakan ini layak dikritisi. Perbedaan nominal pada KIP Kuliah berdasarkan akreditasi prodi dinilainya kurang bijak.
Nadiem Dinilai Manjakan PTN
Zainal mengungkapkan, rencana perubahan skema bantuan KIP Merdeka ini sudah pernah dibahas sebelumnya saat pihaknya melakukan pertemuan bersama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Namun, kala itu, komisi parlemen yang menangani urusan pendidikan, olahraga dan sejarah ini belum menyampaikan besaran bantuan yang bakal diberikan Kemendikbud, berdasarkan kategori akreditasi program studi.
“Kami sudah ada pembicaraan dengan Komisi X DPR. Cuma waktu itu belum ada info soal akreditasi itu, buat yang A dapat berapa lalu berapa besarannya buat B dan seterusnya. Ini saya justru baru tahu sekarang soal itu,” katanya kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Kamis (1/4/21).
Adapun mahasiswa yang masuk kategori prodi ini, dikabarkan bakal penerima KIP Kuliah Merdeka maksimal Rp 12 juta. Sementara, prodi berakreditasi B bisa mendapatkan maksimal Rp 4 juta dan prodi berakreditasi C bisa mendapatkan maksimal Rp 2,4 juta.
Menurutnya, di Indonesia kampus yang prodinya berakreditasi A dominan ada di perguruan tinggi negeri (PTN). Sementara di negeri ini, kata dia, lebih banayk perguruan tinggi swasta (PTS) yang mungkin program studi yang ada di dalamnya masih belum mendapatkan akreditasi A.
“Persentase PTN sama PTS itu kita ketahui sangat jomplang ya. PTN itu ada sekitar 30 persen, sementara PTS itu 70 persen. Kebijakan semacam ini yang dikeluarkan Kemendikbud terlalu memanjakan PTN. Mas Nadiem mau manjakan PTN saja?” tuturnya.
Zainal yang kini menempuh pendidikan di peguruan tinggi Universitas Negeri Sebelas Maret ini menambahkan, meski dirinya merupakan mahasiswa dari PTN tapi tak serta merta mendukung kebijakan ini.
“Saya mahasiswa PTN, tapi enggak lantas senang mahasiswa barunya dapat bantuan uang yang besar. PTS itu banyak yang lebih membutuhkan untuk dibantu, dibangun mahasiswanya,” imbuhnya.
Usul Dikaji Ulang
Diketahui, lewat perubahan skema KIP Merdeka, biaya hidup bagi penerima KIP Kuliah tahun ini juga bakal disesuaikan dengan indeks harga daerah. Besaran biaya hidup yang diterima mahasiswa pemegang kartunya ini, dibagi ke dalam lima klaster daerah.
Klaster pertama sebesar Rp 800.000, klaster kedua sebesar Rp 950.000, klaster ketiga sebesar Rp 1,1 juta. Sementara untuk klaster keempat sebesar Rp 1.250.000, dan klaster kelima sebesar Rp 1,4 juta.
Zainal mengapresiasi penyesuaian ini. Namun, sebaiknya Mendikbud RI Nadiem Makarim juga memberikan bantuan menyangkut kebutuhan pembelajaran daring mahasiswa, seperti bantuan tambahan kuota internet dan gawai.
“Mungkin ada juga bantuan yang bisa mengakomodir pembelajaran daring, misalnya kuota, gadget atau laptop, mungkin penguatan jaringan walaupun katanya semester depan, ada kebijakan PTN dan PTS mau dibuka lagi,” ungkapnya.
Ia mengharapkan, sebaiknya Kemendikbud kembali mengkaji ulang perubahan skema bantuan biaya ini secara bijak. “Kami benar-benar berharap mahasiswa dari PTS itu lebih diperhatikan saja, sih. Lebih baik dipertimbangkan lagi, bagaimana bantuan ini juga berpihak kepada mereka,” tandasnya.