Polemik terkait Tes Wawasan Kebangsaan Komisi Pemberantasan Korupsi memasuki babak baru. Setelah sebelumnya 75 pegawai KPK yang tak lulus diganjar status non aktif, kini jumlahnya mengerucut menjadi 51 orang. Komisioner KPK Alexander Marwata menyebut jumlah ini mengerucut karena pegawai sisanya masih bisa dibina.
Dalam pernyataan yang dikutip dari CNN Indonesia, Alex mengumumkan hal itu bukan tanpa sandaran. Pengumuman 51 pegawai KPK yang tidak bisa lagi bergabung dengan lembaga anti rasuah itu diambil dari rapat antara pihaknya dengan Badan Kepegawaian Nasional. Alex menyebut ke-51 pegawai ini sudah merah.
Sementara Kepala BKN, Bima Haria Wibisana menyebut kalau ke-51 pegawai ini tidak bisa lagi dibina karena tak memenuhi penilaian. Menurutnya, penilaian meliputi tiga aspek, yakni kepribadian, pengaruh, dan PUNP (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Pemerintahan yang Sah). Hingga saat ini belum diketahui siapa saja yang masuk daftar 51 pegawai ini.
Baca juga: Komnas HAM di Tengah Pro Kontra Laporan Pegawai KPK | Asumsi
KPK dan BKN tentu boleh punya alasan. Namun, keputusan ini seolah bertolak belakang dengan mandat Presiden Joko Widodo soal alih pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara. Pada pekan lalu, Jokowi menegaskan ketidaklulusan TWK tak bisa menjadi alasan untuk memecat pegawai. Jokowi mengakui, sependapat dengan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan pengujian Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU KPK No 30/2002.
“Hasil tes terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan, baik terhadap individu maupun institusi. Tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus tes,” ungkap Jokowi melalui keterangan tertulis, Senin (17/5/2021).
Presiden Harus Konsisten
Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin kepada Asumsi.co, Rabu (26/5/2021), menyebut hanya ada satu cara agar pembelaan Jokowi pada 75 pegawai KPK tidak terdengar percuma. Cara itu, kata Ujang, adalah dengan membuktikan pembelaannya secara sungguh-sungguh.
Ujang menyayangkan apa yang dilakukan oleh BKN. Keputusan itu seolah-olah mengangkangi dawuh Presiden soal status kepegawaian pegawai KPK yang tak lulus TWK. Namun, ini juga membingungkan karena di berbagai media, Kepala BKN dengan percaya diri menyebut bahwa apa yang diputuskan pihaknya sudah sesuai dengan kemauan Presiden.
Mengutip Tempo, Kepala BKN Bima Haria menilai keputusan terhadap 51 pegawai KPK yang tak lolos TWK masih berada pada koridor arahan Presiden. Menurutnya Presiden berpesan agar tidak ada yang dirugikan dalam proses alih pegawai. Dan itu bukan berarti tetap mempersilakan pegawai KPK yang tak lolos TWK masih berkiprah di lembaga anti rasuah itu.
“Jadinya pembelaan Jokowi percuma dan hanya pencitraan. Karena kepala BKN dalam banyak media mengatakan bahwa pemecatan 51 pegawai KPK tersebut sudah sesuai arahan Jokowi,” kata Ujang.
Pernyataan yang berseberangan ini pun tentu akan merugikan Jokowi. Untuk itu, Ujang mengingatkan agar Jokowi segera bersikap dan jangan terlambat. Jika salah langkah lagi, akan berdampak pada makin sirnanya kepercayaan publik pada rezim Jokowi.
“Mestinya presiden menepati janji ketika kampanye akan terdepan dalam pemberantasan korupsi. Kalau sudah begini, biar rakyat yang menilai apa yang telah dilakukan KPK dan pemerintah,” ucap dia.
Tegur Firli cs
Dalam keterangan pers yang diterima Asumsi.co, Indonesia Corruption Watch mendesak Jokowi untuk menegur para pimpinan KPK. Teguran ini juga berlaku untuk BKN yang telah mengeluarkan keputusan pemberhentian 51 pegawai KPK yang dianggap “merah” tadi.
Baca juga: 75 Pegawai KPK Ingin Tim Audit Independen Dibentuk | Asumsi
Teguran ini karena KPK dan BKN telah membangkang dari arahan Jokowi. Berdasarkan Pasal 25 Ayat 1 UU Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan bahwa Presiden, selaku pemegang kekuasaan pemerintahan, merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN.
Sementara KPK, mengacu pada perubahan UU KPK, khususnya pasal 3, tidak memiliki kewenangan mengeluarkan kebijakan administrasi yang berseberangan dengan Presiden. ICW juga menilai, pemecatan 51 pegawai KPK tak menghiraukan putusan MK yang sudah menyatakan pengalihan status pegawai KPK tidak boleh melanggar hak pegawai.
“Jika tes tersebut dimaknai dengan metode seleksi, bukankah itu menimbulkan dampak kerugian bagi pegawai KPK? Mesti dipahami bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat serta tidak bisa ditafsir lain,” tulis keterangan ICW.
Selain meminta Jokowi kembali turun tangan, ICW juga mendesak Dewas KPK untuk segera menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik untuk seluruh pimpinan KPK.
Alat Penyingkiran
Penyidik senior KPK Novel Baswedan, dalam keterangan tertulis, Selasa (25/5/2021) malam, menyebut bahwa pengerucutan jumlah pegawai yang dinonaktifkan menambah kuatnya gelagat bahwa TWK adalah alat untuk menyingkirkan.
Menurut Novel, upaya pelemahan KPK dengan segala cara seperti ini bukan hal yang baru. Kendati demikian, ia ingin memastikan bahwa perjuangan memberantas korupsi yang merupakan harapan masyarakat Indonesia harus dilakukan hingga akhir.
“Sehingga bilapun tidak berhasil, maka kami akan dengan tegak mengatakan bahwa kami telah berupaya dengan sungguh-sungguh, hingga batas akhir yang bisa diperjuangkan,” ucap Novel.
Kepada Asumsi.co, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sujanarko mengatakan hingga Rabu (26/5/2021), pihaknya belum mengetahui siapa saja 51 pegawai ini. Adapun langkah yang akan pihaknya tempuh masih dibicarakan dan dikoordinasikan. “Sedang dikaji dan dikoordinasi,” ucap pria yang akrab disapa Koko ini.