Pemerintah Indonesia saat ini tengah gencar mempromosikan kendaraan listrik, mulai dari mobil listrik, motor listrik, hingga bus listrik. Stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) juga mulai banyak dikembangkan keberadaannya di negeri ini. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengungkapkan, pengembangan SPKLU menjadi bagian dari fokus pemerintah dalam menyiapkan infrastruktur Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Pada tanggal 17 Desember 2020, kata dia, Kementerian ESDM menginisasi pelaksanaan public launching KBLBB. “Sampai saat ini jumlah SPKLU sebanyak 93 unit dan terdapat di 66 lokasi,” ucapnya melalui keterangan pers dikutip dari situs esdm.go.id.
Pemerintah Terus Dorong Pengembangan Kendaraan Listrik
Rida mengakui, penyiapan infrastruktur pengecasan kendaraan listrik saat ini terhambat pandemi COVID-19. Dari target 168 SPKLU pada tahun 2020, hingga saat ini baru bisa terealisasi 93 SPKLU.
Ia menyampaikan bahwa konsumsi listrik tidak sesuai target karena adanya pandemi. Pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sebagian besar mengalami perubahan jadwal. Namun, menurutnya, hal itu tidak berdampak pada pelayanan kepada masyarakat.
“Artinya, hanya 55% yang terealisasi. Itu sebagai catatan kita ke depan. Dengan berbagai insentif yang menarik, kita berharap jumlah SPKLU juga akan mengikuti jumlah kendaraan listrik,” ungkap Rida.
Adapun kapasitas penambahan pembangkit listrik di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 2.866,6 MW. Sementara terdapat penambahan transmisi listrik sebesar 2.648 kms. Penambahan jaringan distribusi sebesar 27.434 kms, sedangkan kapasitas Gardu Induk bertambah 7.870 MVA.
“Penambahan Gardu Distribusi terdapat peningkatan sebesar 2.590 MVA. Dalam kesempatan yang sama, Rida juga menyampaikan prognosa capaian investasi akhir tahun 2020 sekitar USD 7,04 Miliar dari target sebesar USD 11,95 Miliar,” tuturnya.
Pemerintah, lanjutnya, terus mendorong pembembangan kendaraan listrik untuk mendorong kegiatan produktif yang mampu untuk memutar roda perekonomian nasional. “Berdasarkan hasil perhitungan, konsumsi listrik per kapita nasional pada tahun 2020 mencapai 1.089 kWh/kapita,” ucapnya.
Selain itu, dikarenakan adanya keterlibatan tenaga kerja asing, maka terpaksa target Commercial Operation Date (COD) diundur, sehingga tidak sesuai dengan sebagaimana ditargetkan di awal.
“Pada tahun 2020-2024 pemerintah akan memfokuskan ke pembangunan infrastruktur pembangkit listrik 27.000 Mega Watt (MW), transmisi 19.000 kms, gardu induk 38.000 MW dan pengembangan smart grid,” tandasnya.
Kemenhub Targetkan 50 Persen Kendaraan Umum Perkotaan Pakai Mobil Listrik
Direktur Prasarana Transportasi Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Mohamad Risal Wasal memastikan komitmen pemerintah terkait pengembangan kendaraan, khususnya mobil listrik di Indonesia.
“Mobil listrik sudah ada peraturan presidennya, bagaimana kita melakukan percepatan untuk beralih penggunaan transportasi yang ada saat ini, menggunakan kendaraan atau mobil listrik. Jadi, sudah ada Perpres. Saat ini, pemerintah juga sedang menyusun mapping bagaimana percepatan peralihan ke mobil listrik,” jelas Risal kepada Asumsi.co, Rabu (31/3/21).
Perpres yang dimaksudnya ialah Perpres No. 55/2019 tentang Percepatan Progam Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan dan telah diundangkan sejak 12 Agustus 2019.
Sementara itu, soal perencanaan terkait percepatan peralihan untuk menggunakan kendaraan listrik pertama, diupayakan lewat kendaraan operasional bagi aparatur sipil negara (ASN), baik yang ada di pusat maupun di daerah.
“Kami akan alihkan itu bersama angkutan massal. Percepatan ini juga kami arahkan untuk menggunakan kendaran umum listrik berbasis baterai. Kami targetkan sampai 10 tahun ke depan sudah 50 persen kendaraan umum beralih ke mobil listrik untuk di perkotaan,” tuturnya.
Di samping itu, Kemenhub juga bakal mengarahkan pihak pemerintah daerah (pemda) di berbagai wilayah Indonesia untuk menggagas program kendaraan bus listrik. “Kami juga siapkan regulasi gimana konversi kendaraan lama, bahan bakar minyak ke listrik. Regulasi yang sudah ada saat ini, baru konversi untuk kendaraan sepeda motor,” imbuhnya.
Sedangkan, lanjut dia, regulasi untuk kendaraan roda empat dan bus ke atas, saat ini sedang dikaji secara mendalam soal konsep yang dinilai cocok untuk melakukan konversi tenaga penggeraknya.
Bagaimana Limbah Baterainya?
Risal mengungkapkan, saat ini pemerintah juga sedang fokus menyiapkan sejumlah pabrik untuk memproduksi baterai mobil dan kendaraan listrik lainnya. Salah satu produsen baterai dalam negeri, kata dia, juga terlibat di dalamnya. “Perusahaan baterai ABC juga sedang menyiapkan produksi untuk baterai kendaraan listrik,” ucapnya.
Ia memastikan mobil listrik bakal lebih ramah lingkungan daripada kendaraan yang menggunakan BBM. Pasalnya, lewat tenaga listrik, tidak akan ada pembakaran minyak dalam proses pembangkit energi mobilnya. Selama ini, yang menyebabkan polusi udara adalah proses pembakaran minyak tersebut.
“Sehingga, tidak ada gas beracun yang dikeluarkan kendaraan tersebut. Kalau limbah, pasti ada. Bisa dari akinya dan juga bisa ada debu yang berasal dari kendaraannya, tapi pembakaran tidak ada,” ungkapnya.
Soal limbah baterai mobil listriknya, alih-alih menyiapkan lokasi yang bakal jadi pusat pembuangan limbah, ia mengatakan, pemerintah bakal lebih dulu fokus mengkampanyekan daur ulang baterai mobil listrik tersebut.
“Baterai aki seperti mobil listrik ini umurnya 25 sampai 30 tahun. Nah, kalau sudah turun performanya, masih bisa digunakan lagi selama 10 tahun. Jadi, masih bisa dimanfaatkan buat perairan atau keperluan industri rumahan, misalnya,” kata Risal.
Sejauh ini, ujarnya, pemerintah memang belum menyiapkan satu daerah khusus yang bakal menjadi lokasi pembuangan limbah dari baterai mobil listrik ini. Namun, ia memastikan lokasi pembuangan limbah bakal disiapkan dengan baik.
“Lokasi pembuangan disiapkan, tapi tentu enggak mau sia-sia, kalau masih bisa dipakai untuk keperluan industri atau perairan daerah, kenapa enggak? Akan banyak daerah yang terbantu dari baterai mobil bekas ini. Saat ini belum ada memang daerah pembuangan yang difokuskan. Belum disiapkan, tapi kami juga gandeng PLN sebagai pihak yang menyiapkan SPKLU ini,” tandasnya.
Pengamat Transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Sony Sulaksono menambahkan, Indonesia saat ini sebenarnya sudah punya kawasan khusus sebagai lokasi pembuangan limbah elektronik dan berbahaya.
“Terutama di Jawa, kita punya tempat pembuangan limbah-limbah berbahaya. Salah satunya ada di Cibinong itu ada salah satu pusat pembuanagn limbah kimia dan berbahaya,” jelas Sony kepada Asumsi.co saat dihubungi terpisah.
Namun, ia mengharapkan agar daerah lainnya yang ada di luar Pulau Jawa juga memiliki kawasan khusus untuk pembuangan limbah baterai mobil listrik ini. “Memang sistem pembuangannya itu dikubur dan relatif aman. Sejauh ini, kita punya lahan luas di banyak daerah dan perlu dipikirkan dimana (lokasi pembuangan limbah baterai listrik),” tandasnya.
Indonesia Harus Sigap Jadi Produsen Mobil Listrik
Sony menilai, Indonesia sejauh ini belum siap secara teknologi untuk mengembangkan mobil listrik. Ia mengharapkan, Indonesia jangan sampai hanya menjadi pengguna dan penonton dari tren serta kompetisi bisnis dan industri kendaraan lisrik.
“Kalau saya pribadi, melihatnya, keberadaan mobil listrik ini kita hanya menjadi pasar, dibandingkan mengembangkan. Memang kabarnya ada beberapa industri yang sedang mulai mengembangkan bus listrik. Cuma yang perlu didiorong adalah mengembangkan produksi mobil listrik di Indonesia. Nah, itu yang penting. Harus didorong, jangan sampai kita cuma menjadi pasar,” ujar dia.
Ia mengingatkan, Indonesia seharusnya belajar dari pengalaman di tahun 1980 saat berbagai negara berlomba-lomba menjadi produsen otomotif, negeri ini cuma bisa jadi konsumen dan penonton persaingan industri ini.
Ke depan, ia mengharapkan negeri ini bisa lebih siap dan mulai tidak ketergantungan pada teknologi luar negeri. Hal ini, menurutnya, harus ditekan sekecil mungkin.
“Secara kemampuan, menurut saya industri kita mampu membuat mobil listrik. Berbagai kampus kayak ITB, ITS, dan UNDIP menurut saya bisa. Saat ini, saya belum melihat political will yang kuat dari pemerintah. Memang pemerintah sudah mengeluarkan Perpres kendaraan listrik, tapi masih tahap pengembangan belum sampai bentuk industri. Justru kita lihat, industrinya masih dikelola asing,” tuturnya.
Lebih lanjut, kata dia, Indonesia seharusnya sigap mengambil peran krusial sebagai produsen baterai mobil listrik. Selama ini, baterai mobil listrik yang ada di Indonesia merupakan produksi luar negeri.
“Sehingga kalau ada kerusakan baterai, kita belum ada kemampuan mereparasinya. Mengembangkan industri baterai ini perlu didorong, kenapa? Bahan baku baterai listrik di Indonesia saat ini berlimpah, bahkan di Halmahera Utara kita punya cadangan litium yang luar biasa, konon terbesar di dunia,” terangnya.