Isu Terkini

Bagaimana Lingkungan Kerja yang Inklusif Gender Berpengaruh terhadap Performa Perusahaan di Indonesia?

Permata Adinda — Asumsi.co

featured image

Banyak perempuan di Indonesia bekerja di sektor informal dan bersifat sementara, membuat perempuan kerap tak punya pemasukan yang pasti dan tak punya akses untuk meniti jenjang karier. Proporsi perempuan yang berpartisipasi di angkatan kerja di Indonesia pun lebih sedikit dari laki-laki, yaitu sebesar 51% bagi perempuan dan 78% bagi laki-laki.

Usaha untuk meningkatkan keberagaman gender di tempat kerja dan mendorong lebih banyak perempuan menduduki posisi manajemen berbanding lurus dengan peningkatan profitabilitas dan produktivitas sebuah perusahaan. International Labour Organization (ILO) melakukan survei terhadap 416 perusahaan di Indonesia dan menemukan bahwa 77% di antaranya sepakat bahwa keberagaman gender telah membantu meningkatkan capaian hasil usaha perusahaan. Angka ini lebih tinggi dari perusahaan se-Asia Pasifik yang sebesar 68%.

Dalam laporan bertajuk “Langkah Menuju Keberhasilan: Argumentasi Pendukung Kiprah Perempuan dalam Bisnis dan Manajemen di Indonesia”, ILO melakukan survei terhadap 39% usaha kecil, 38% usaha besar, dan 23% usaha menengah. Sebanyak 76% perusahaan beroperasi di tingkat lokal, dan sisanya adalah perusahaan multinasional.

Hasil survei itu menunjukkan bahwa keberagaman gender telah membuat 66% perusahaan melaporkan kenaikan profitabilitas dan produktivitas, kreativitas, inovasi, dan keterbukaan yang lebih baik. 61% melaporkan bertambah baiknya kemampuan menarik dan mempertahankan keterampilan atau bakat, 53% mengatakan reputasi perusahaan menjadi semakin baik, dan 46% melaporkan adanya kemampuan yang lebih baik dalam mengukur minat dan permintaan konsumen.

Untuk dapat mempertahankan keberagaman gender di tempat kerja, usaha untuk merekrut lebih banyak perempuan tidaklah cukup. Perlu pula usaha dari perusahaan untuk tetap mempertahankan pekerja perempuan dengan menciptakan kondisi kerja yang inklusif.

Perempuan punya risiko yang lebih besar untuk mengalami overwork: mereka tetap mesti bekerja sebelum masuk dan setelah pulang kantor demi mengurus rumah tangga dan anggota keluarga. Perempuan di Asia Pasifik diketahui melakukan 80% dari keseluruhan pekerjaan perawatan, atau 4,1 kali lebih lama dibandingkan laki-laki.

Perempuan juga kerap mesti menghadapi lingkungan kerja yang tak aman: pelecehan seksual dan komentar-komentar seksis kerap kali dikeluarkan oleh atasan ataupun sesama pekerja. Hal ini diamini oleh survei Investing on Women (IW): 23% perempuan di Indonesia menyatakan mereka pernah mengalami pelecehan seksual di tempat kerja dari atasan atau rekan kerja.

Belum lagi, perusahaan kerap menempatkan perempuan di posisi-posisi dengan kemungkinan jenjang karier lebih rendah, sementara laki-laki ditempatkan di posisi strategis yang membuat mereka punya kesempatan lebih besar untuk mengembangkan profesi dan mendapatkan promosi. Dikenal dengan sebutan “tembok kaca”, perempuan lebih banyak menempati fungsi manajemen pendukung yang tidak terkait dengan pengambilan keputusan—membuat semakin sedikit perempuan yang dapat mengisi posisi direksi dan CEO.

Dari 416 perusahaan yang disurvei ILO, baru 35% yang mempekerjakan perempuan di tingkat manajemen senior. Itu pun proporsi perempuannya masih di angka 1-10%. Sementara itu, hanya 15% perusahaan yang memiliki perempuan sebagai direktur utama atau CEO.

Lantas, keberagaman gender di tempat kerja itu dapat diciptakan dengan menumbuhkan lingkungan kerja yang inklusif gender pula. Bias gender pada tahap rekrutmen dan promosi jabatan mesti dihilangkan, ketimpangan upah antargender mesti dihapus, dan pelaksanaan kerja secara fleksibel dapat dipromosikan sehingga perempuan dapat lebih leluasa menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadinya.

“Sebagai hasil dari pendidikan di usia muda, perilaku yang dipelajari dan pengharapan terkait peran gender yang dipelajari melalui keluarga, sekolah dan masyarakat, kebanyakan laki-laki dan perempuan memiliki bias yang tidak mereka sadari terhadap lawan jenis mereka, sekaligus terhadap gender mereka sendiri. Bias gender memengaruhi cara pandang perempuan dan laki-laki terhadap kesetaraan gender di tempat kerja, serta rekrutmen, promosi jabatan, penugasan urusan pekerjaan, upah, pelatihan dan jenjang karier,” tulis ILO dalam laporannya.

Waktu kerja fleksibel dan wewenang untuk bekerja dari rumah juga tidak hanya bermanfaat bagi perempuan. Laki-laki juga jadi berkesempatan untuk berkontribusi dalam mengerjakan tugas rumah tangga, mengurus anak, ataupun kewajiban keluarga lainnya–sehingga kesetaraan gender pun di rumah pun tercapai. Bekerja secara fleksibel ini direkomendasikan untuk diatur secara formal sehingga menghindari pula pendekatan “siap siaga” yang membuat pekerja dituntut untuk selalu siap bekerja setiap saat.

Dengan mengedepankan kebijakan yang inklusif gender, ILO mencatat perusahaan jadi punya kemungkinan 6% lebih besar untuk memiliki perempuan di posisi manajer lini pertama, 7% di posisi manajer senior, dan 15% di jajaran eksekutif. Perusahaan Indonesia yang memiliki kebijakan kesetaraan peluang dan inklusi memiliki kemungkinan 14% lebih besar memperoleh capaian hasil usaha yang lebih baik.

Pekerja perempuan juga dikatakan akan merasa lebih puas ketika mereka mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan untuk mengembangkan diri, punya kesempatan yang setara atau bebas bias gender untuk menjejaki karier, dan diberikan kesempatan untuk bekerja secara fleksibel.

“Perempuan di Indonesia semakin melampaui laki-laki dalam hal tingkat pendidikan dan mengembangkan keterampilan mereka. Perempuan semakin terlatih baik dan lebih terlibat dalam angkatan kerja,” tulis ILO di laporan. “Akan tetapi, kemajuan karier perempuan dipengaruhi oleh sikap dan bias gender, yang mempengaruhi rekrutmen dan promosi jabatan, penugasan kerja, pelatihan dan jenjang karier. Semakin baik keragaman gender di berbagai tingkatan pekerjaan membawa keuntungan bisnis bagi perusahaan.”

Share: Bagaimana Lingkungan Kerja yang Inklusif Gender Berpengaruh terhadap Performa Perusahaan di Indonesia?