Isu Terkini

Alasan Beberapa Tim Menolak Liga 1 Dilanjutkan

Raka Ibrahim — Asumsi.co

featured image

Lagi-lagi, gelagat PSSI membuat Persebaya Surabaya tepok jidat. Sejak pandemi COVID-19 merebak, asosiasi sepak bola itu telah putar otak untuk melanjutkan kompetisi yang terhenti di tengah jalan. Pertengahan Juni 2020, mereka muncul dengan rencana yang ditolak mentah-mentah oleh beberapa klub, termasuk Persebaya.

Kini, nasib kompetisi mengambang dan salah satu klub terbesar di Indonesia malah sibuk bikin gerakan bagi-bagi masker. Bagaimana ceritanya?

Pada 16 Maret 2020, kompetisi di Liga 1 dan Liga 2 resmi dihentikan karena pandemi COVID-19. Kala itu, kompetisi tertinggi sepak bola Indonesia baru bergulir selama tiga pertandingan. Jika kompetisi berjalan sebagaimana semestinya, masih ada 31 pertandingan ditambah Piala Indonesia 2020 yang harus diselesaikan. Singkat kata, beda dengan liga-liga sepak bola Eropa yang selangkah lagi rampung, kompetisi Indonesia justru baru berjalan.

Situasi inilah yang bikin PSSI dan klub-klub kebakaran jenggot. Menghentikan kompetisi saat baru dimulai adalah gagasan yang tak populer. Pemain asing baru dikontrak dengan harga mahal, uang sponsor belum cair sepenuhnya, dan pemasukan dari tiket nol besar. Dari segi ekonomi, setiap klub dijamin rugi bandar. Lebih lagi PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB), penyelenggara kompetisi.

Salah satu gagasan yang sempat diperbincangkan adalah melanjutkan kompetisi, asalkan setiap pertandingan tak ada penonton. Namun, ide ini dianggap tak masuk akal. Pertama, kalaupun sudah dilarang ke stadion, tak ada jaminan penonton tidak nekat mampir untuk mendukung tim kesayangannya.

Manajer Madura United, Haruna Soemitro, mencontohkan insiden pertandingan Persebaya Surabaya vs PSIS Semarang pada 19 September 2019. Kala itu, Bonek–julukan untuk suporter Persebaya–tetap nekat menonton timnya, bahkan memaksa masuk stadion tempat pertandingan digelar di Magelang, Jawa Tengah. Baginya, insiden semacam itu–dan begitu banyak insiden indisipliner lainnya–menunjukkan bahwa tak ada jaminan khalayak sepak bola Indonesia bakal menurut dengan protokol kesehatan.

Kedua, dan ini lebih penting lagi, masih banyak tim yang sangat bergantung pada pemasukan dari tiket. CEO PSIS Semarang Yoyok Sukawi, misalnya, membeberkan bahwa 50-60% pemasukan timnya berasal dari penjualan tiket. Untuk tim dengan basis penonton lebih besar seperti Persija Jakarta, Persib Bandung, dan Persebaya, angka itu bisa naik jadi 70%. Pengecualiannya hanya tim seperti Barito Putera atau Persipura Jayapura, yang disokong dana gede oleh sponsor tunggal.

Namun, dalam gelora semangat menyambut New Normal, PSSI bergeming. Pada 17 Juni 2020, Komite Eksekutif PSSI menggelar rapat untuk menentukan masa depan Liga 1 dan Liga 2. Pada 19 Juni, Ketua PSSI Mochamad Iriawan (yang dijuluki Iwan Bule) menyatakan kompetisi tersebut akan lanjut seperti sediakala.

Tentu saja, ada banyak penyesuaian. Pertama, waktu penyelenggaraan kompetisi berubah jadi 1 Oktober 2020-28 Februari 2021. Kemudian, klub luar Jawa akan diminta bertanding di pulau Jawa, di stadion yang akan diseleksi oleh PSSI. Tak ada degradasi, setiap tim dapat jatah lima pergantian pemain dalam satu pertandingan, dan klub wajib melakukan Tes PCR sebelum kompetisi dan tes rapid setiap 14 hari selama kompetisi.

PSSI pun menjabarkan aturan main lainnya untuk menerapkan protokol kesehatan selama kompetisi. Seluruh pemain dan ofisial tim wajib mengenakan masker; suhu tubuh setiap pemain dan ofisial tim akan diukur setiap hari; pemain wajib menjaga jarak minimal dua meter di area tempat tinggal atau latihan; siapa saja yang menunjukkan gejala serupa COVID-19 mesti dikarantina; dan yang terpenting, setiap pertandingan digelar tanpa penonton.

Iwan Bule mengaku aturan main tersebut telah dijabarkan dalam 11 Buku Panduan Protokol Kesehatan terkait pelaksanaan kompetisi di masa COVID-19. Ia pun mengklaim bahwa buku panduan tersebut telah disetujui oleh Kementerian Kesehatan. Persoalannya: tim-tim mengaku belum mendapat kiriman buku panduan tersebut, dan PSSI rupanya belum tektokan dengan pemerintah.

Kontan, Presiden Persebaya Surabaya, Azrul Ananda, protes ke PSSI. Selama PT LIB dan PSSI belum berkoordinasi dengan Gugus Tugas dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), maka “fondasi melaksanakan kompetisi dengan aman” belum ada. Bahkan meski PSSI sudah ketok palu, Azrul bilang bahwa tanpa restu pemerintah, maka kompetisi “masih taraf wacana, belum ada detail konkret.”

Pada 1 Juli 2020, Persebaya Surabaya mengeluarkan pernyataan mengejutkan: mereka tidak setuju kompetisi dilanjutkan. Melalui situs resminya, Persebaya mengeluhkan PSSI yang “belum memberikan panduan teknis yang jelas dan detail” pada klub soal kelanjutan kompetisi.

Mereka pun mengaku bahwa melanjutkan kompetisi saat pandemi dan “situasi serta tidak pasti” justru akan menambah risiko dan beban bagi klub. Apalagi, wilayah Surabaya Raya adalah salah satu wilayah dengan jumlah kasus COVID-19 tertinggi di Indonesia.

Persebaya tidak sendirian. Tak lama setelah mereka menolak, Persik Kediri, Barito Putera, dan Persita Tangerang juga menyatakan keberatan. Persik Kediri mengaku waktu persiapan melanjutkan kembali kompetisi terlalu mepet, dan tim tak ada dana untuk membayar pemain dan ofisial secara dadakan. Adapun Persita Tangerang meminta PSSI setidaknya melihat situasi pandemi sampai bulan Agustus 2020 terlebih dahulu sebelum menetapkan tanggal berlanjutnya kompetisi.

Penolakan dari Barito Putera lebih emosional lagi. Sebab asisten pelatih mereka, Yunan Helmi, sempat terpapar COVID-19. “Kami mempunyai pertimbangan dan pandangan lain,” ucap CEO mereka, Hasnuryadi Sulaiman. “Kami merasakan betapa sulit dan sakitnya anggota keluarga kami saat harus melawan pandemi ini. Prinsip kami, mencegah lebih baik daripada harus mengobati.”

PT LIB mengaku akan segera membujuk tim-tim yang masih ogah melanjutkan kompetisi. Namun, meski staf pelatih dan pemain bersiap-siap menyongsong kick-off tanggal 1 Oktober, klub sendiri masih ragu-ragu.

Persebaya, misalnya, malah memprakarsai gerakan membagikan sejuta masker untuk masyarakat di seluruh Indonesia, tapi terutama di wilayah Surabaya Raya. Berbagai pecahan suporter Persebaya pun fokus menyebarkan masker di titik-titik rawan penyebaran COVID-19 di Surabaya, seperti titik masuk kota dan pasar-pasar tradisional.

Bekerja sama dengan Polrestabes Surabaya, Bonek blusukan ke perkampungan dan persimpangan jalan Surabaya untuk menyebarkan masker. Semua itu terjadi selagi penyerang terbaik mereka masih terdampar di Brasil, kompetisi katanya mau dilanjutkan tapi masih tidak jelas, dan Surabaya masih mencatat pertumbuhan kasus COVID-19 yang tinggi.

Pada 21 Juli 2020, Indonesia mencatat 1.655 kasus baru positif COVID-19 dalam sehari. Sekarang ada total 89.869 kasus di seluruh Indonesia, dengan rincian 4.320 orang meninggal dunia dan 48.466 pasien dinyatakan sembuh.

Share: Alasan Beberapa Tim Menolak Liga 1 Dilanjutkan