Rocky Gerung dianggap menghina tokoh nasional Agus Salim. Dalam kesempatannya mengisi acara di Adi TV pada Jumat pekan lalu, Rocky menyebut bahwa Agus Salim mirip seperti kambing karena punya jenggot. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto pun memberikan komentar soal video Rocky Gerung yang tersebar itu.
“Pernyataan Rocky Gerung tidak pantas diucapkan anak bangsa. Rocky sama sekali tidak memahami bagaimana perjuangan KH Agus Salim yang begitu dihormati dengan kemampuan diplomasinya yang luar biasa. Berkat jasa KH Agus Salim, kemerdekaan Indonesia mendapatkan pengakuan dunia internasional, khususnya negara2 Timur Tengah,” kata Hasto.
Pernyataan Rocky Gerung, kata Hasto, merupakan bukti bahwa tim kampanye calon presiden Prabowo-Sandi diisi oleh orang-orang yang tidak memahami budi pekerti. Dengan menyebut Agus Salim mirip seperti kambing, Hasto mengatakan bahwa partainya mendesak Rocky Gerung untuk melepaskan kewarganegaraan Indonesia daripada tidak bisa menghormati pahlawan bangsanya.
Baca juga: Rocky Gerung Ramai Dibicarakan: Dari Hadir di Acara Prabowo Subianto Sampai Dipanggil Polisi
“PDI Perjuangan akan mengadukan secara langsung atas hinaan tersebut ke Aparat Kepolisian. Mereka yang menghina pahlawan nasional bangsanya, sama saja tidak punya patriotisme dan hanya menjadi benalu pemecah belah bangsa,” sebutnya.
Tak hanya Hasto, Forum Anak Nagari di Sumatera Barat bahkan melaporkan Rocky Gerung ke Kepolisian Daerah Sumatera Barat pada Selasa, 5 Maret 2019 kemarin. Laporan itu berkaitan dengan ujaran Rocky yang dianggap telah menghina pahlawan nasional asal Sumatra Barat. Donny Magek Piliang, mewakili Forum Anak Nagari, mengatakan laporan itu disertai barang bukti berupa video berdurasi 15 detik.
Dalam video tersebut tampak Rocky menyebut wajah Agus Salim seperti kambing berjenggot. Menurut Donny, ucapan Rocky Gerung melecehkan pahlawan nasional asal Kabupaten Agam itu.
Rocky Tak Menghina, Justru Membbangakan Agus Salim
Sebagai pengamat politik, Rocky Gerung menilai bahwa Hasto Kristiyanto tak paham sejarah dengan menuduh ucapannya sebagai bentuk penghinaan. Padahal, dalam konteks ucapannya yang lebih detail, Rocky menuturkan bagaimana kisah tentang Agus Salim yang sangat pandai mengatur emosi.
“Astaga! Ini partai marah-marah karena tak paham sejarah. Saya pernah jadi pengajar di Megawati Institut, dan mengajarkan satire itu, tuan Hasto! Mengapa masih dungu?” kata Rocky dalam cuitan Twitternya, Kamis, 7 Maret 2019.
Pemilik Adi TV, Hanum Rais pun mengunggah video pernyataan Rocky Gerung soal Agus Salim yang lebih lengkap. “Ini pernyataan lengkap @rockygerung tentang H. Agus Salim saat mengisi acara Kuliah Umum di @aditv_jogja yg kemudian dipotong konteksnya oleh pelapor. Justru cerita ‘kambing’ yg ia utarakan menunjukkan kecerdasan intelektual dan emosional Haji Agus Salim saat berdebat,” cuit Hanum di akun Twitternya, @hanumrais.
Dalam video tersebut, Rocky nampak menceritakan tentang kisah Agus Salim yang pernah diledek saat sedang berpidato. Tiba-tiba terdengar suara asing dari kerumunan hadirin. “Mbek… mbek… mbek..,” begitu bunyinya. Lantas, bagaimana reaksi Agus Salim?
Agus Salim tidak langsung menumpahkan amarah kepada orang yang mengejeknya dengan suara kambing itu. Ia justru menyindir balik dengan kata-kata yang lebih menohok namun tetap sopan. “Itu datang dari kecerdasan,” demikian komentar Rocky soal Agus Salim.
Cerita yang disebut oleh Agus Salim ini juga sempat ditulis Jef Last dalam Membongkar Manipulasi Sejarah (2009) karya Asvi Warman Adam. Agus Salim yang merupakan seorang intelektual muslim senior, cerdas sejak mula, pernah menjadi lulusan terbaik Hoogere Burgerschool (HBS) semasa muda. Saat ada yang meledeknya dengan suara mengembik, dengan tenang Agus Salim berkata;
“Tunggu sebentar. Sungguh menyenangkan, kambing-kambing pun mendatangi ruangan ini untuk mendengarkan pidato saya. Sayang mereka kurang mengerti bahasa manusia sehingga menyela dengan cara yang kurang pantas.”
“Saya sarankan kepada mereka keluar ruangan, sekadar makan rumput di lapangan. Kalau pidato saya untuk manusia ini selesai, mereka akan dipersilahkan masuk kembali dan saya berpidato dalam bahasa kambing untuk mereka,” lanjutnya, telak.
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syafii Maarif dalam buku berjudul Haji Agus Salim (1884-1954): Tentang Perang, Jihad, dan Pluralism (2004), pun punya cerita yang sama. Masih soal kambing dan jenggot Agus Salim. Dikisahkan, kejadian serupa pernah dialami Agus Salim saat memimpin rapat Sarekat Islam (SI) bersama H.O.S. Tjokroaminoto. Olok-olok suara kambing terdengar ketika Agus Salim hendak berbicara di forum.
“Saudara-saudara dan kambing-kambing yang terhormat. Saya harap kambing-kambing dikeluarkan dari ruangan ini.”
Pahlawan Nasional yang Cerdas
Sebagai tokoh kawakan dalam pergerakan nasional, Agus Salim sebenarnya sangat dihormati. Ia berjuluk The Grand Old Man. Meskipun masih saja ada lawan politiknya yang menyerang secara tidak etis karena perbedaan pandangan.
Mereka yang sering menghina Agus Salim itu justru sesama bangsa sendiri, yakni orang-orang yang berbeda haluan dan merasa tidak cocok. Namun dia termasuk sebagai pahlawan nasional. Pejuang kemerdekaan Indonesia yang dikenal luas lewat sebuah organisasi bernama Sarekat Islam (SI). Beliau juga berperan sebagai salah satu anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945.
Waktu Belanda menduduki Yogyakarta, Agus Salim bersama-sama Presiden, Wakil Presiden, dan Menteri-menteri Rl ditangkap dan diasingkan ke Sumatera. Para pemimpin itu mula-mula diasingkan ke Brastagi, lalu dipindahkan ke Prapat dan akhirnya ke Bangka.
Pada awal zaman Jepang, Agus Salim menolak untuk bekerjasama dengan pemerintah Jepang. Ia justru lebih memilih hidup sebagai penjual arang. Setelah mendapatkan desakan dari Ir. Sukarno, Agus Salim kemudian bersedia masuk di Putera (Pusat Tenaga Rakyat) yang dipimpin oleh Empat Serangkai (Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur).
Menjelang detik-detik akhir masa penjajahan Jepang, Agus Salim diangkat menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia yang kemudian berganti nama menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Badan Penyelidik membentuk panitia yang disebut Panitia Sembilan dan menghasilkan ”Piagam Jakarta”.
Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus Agus Salim aktif mengambil bagian dalam bidang diplomasi. Beliau duduk di dalam Kabinet Parlementer sebagai Wakil Menteri Luar Negeri (tanggal 2 Oktober 1946 – 2 Juli 1947), lalu Menteri Luar Negeri, dari 3 Juli 1947 hingga Agresi Militer II Belanda. Kecakapannya di dalam diplomasi menonjol pada waktu beliau menjadi Penasehat Perdana Menteri Sutan Syahrir dalam perundingan dengan wakil Belanda: Van Mook.
Menjelang akhir hayatnya, Agus Salim diangkat menjadi guru besar pada Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Belum sempat tugas itu dijalankannya, beliau sudah meninggal dunia pada tanggal 4 November 1954. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.657 tahun 1961 tanggal 27 Desember 1961, Agus Salim dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Indonesia.