Siapa yang tak kenal buah durian, king of fruit yang saat ini tengah membanjiri jalanan ibu kota Jakarta dan sejumlah daerah di Indonesia. Di musim durian ini, berbagai jenis durian pun dijual dengan harga bervariasi. Ternyata, buah dengan aroma kuat yang khas tersebut memiliki sejarah panjang di bumi nusantara dan jejak keberadaannya pun sampai kini masih melekat.
Sebelum mengetahui lebih jauh perihal sejarah buah durian di nusantara, ada baiknya kita memahami dulu sedikit tentang seluk beluk durian itu sendiri. Dimulai dari penamaan secara ilmiah, jenis-jenis durian di Indonesia, sampai isi dari buah tersebut yang dikenal enak oleh sebagian besar orang, tapi malah eneg aromanya bagi sebagian orang lain.
Durian merupakan jenis tumbuhan tropis yang berasal dan hidup di wilayah Asia Tenggara. Nama durian sendiri jelas diambil dari ciri khas kulit buahnya yang keras dan menyerupai duri yang berlekuk-lekuk tajami. Durian memang populer disebut sebagai King of Fruit alias raja dari segala buah.
Konon, predikat raja dari segala buah tersebut disematkan lantaran durian memang memiliki sejumlah keistimewaan ketimbang buah-buah lainnya. Meski begitu, tak semua orang menyukai durian, bahkan banyak juga yang benci durian karena jangankan makan, mencium aromanya saja sudah mual.
Durian bukanlah spesies tunggal tetapi sekelompok tumbuhan dari marga Durio. Namun, yang dimaksud dengan durian (tanpa imbuhan apa-apa) biasanya adalah durio zibethinus. Di Indonesia sendiri, ada banyak nama lokal dari buah durian misalnya saja durian di Jawa dikenal sebagai duren (bahasa Jawa, bahasa Betawi) dan kadu (bahasa Sunda).
Kemudian, durian di Sumatera dikenal dengan sebutan durian dan duren (bahasa Gayo). Di Sulawesi, orang Manado menyebutnya duriang, sementara orang Toraja duliang. Di Kota Ambon dan Kepulauan Lease, durian biasa disebut sebagai Doriang, sedangkan durian di Pulau Seram bagian timur disebut rulen.
Soal perkembangbiakannya, durian sendiri berkembang setelah pembuahan dan memerlukan waktu kurang lebih sekitar 4-6 bulan untuk tahap pemasakan. Pada masa pemasakan, terjadi persaingan antarbuah durian pada satu kelompok. Hal itulah yang membuat hanya satu atau beberapa buah durian saja yang akan mencapai kemasakan dan sisanya gugur.
Nah, pada tahap ini pula, buah durian akan jatuh dengan sendirinya apabila sudah benar-benar masak. Berat buah durian secara umum bisa mencapai 1,5 hingga 5 kilogram. Perlu diketahui bahwa dalam setiap buah durian memiliki lima ruang atau kamar, yang menunjukkan banyaknya daun buah yang dimiliki.
Jika kalian yang hobi makan durian, pasti tau bahwa masing-masing ruangan dalam buah durian itu terisi oleh beberapa biji, biasanya tiga butir atau lebih, dengan bentuknya yang lonjong dengan panjang hingga 4 cm. Sementara itu, biji durian tersebut terbungkus oleh salut biji, yang biasa disebut sebagai daging buah durian yang bernama arilus. Salut yang membungkus biji durian itu biasanya berwarna putih hingga kuning terang dengan ketebalan yang bervariasi, namun pada kultivar unggul ketebalan arilus ini dapat mencapai 3 cm.
Selain dikenal sebagai buah yang memiliki aroma kuat serta manis dan lezat, durian juga memiliki keistimewaan lainnya yakni menyehatkan. Setidaknya ada sejumlah manfaat yang dirasakan setelah mengonsumsi buah durian. Apa saja?
Durian dipercaya bisa menyembuhkan penyakit kuning. Selain itu, durian memiliki mangan, yang dapat menjaga kadar gula darah agar menjadi lebih stabil. Daging buah durian juga memiliki vitamin B serta kalium dan kalsium, serta ketika dikombinasikan, ketiganya berkontribusi pada kesehatan tulang dan sendi termasuk meredakan nyeri akibat asam urat.
Durian juga bisa membantu mengatasi anemia, karena buahnya kaya akan folat dan zat besi. Di samping juga durian baik untuk kesehatan gigi dan mulut, karena kandungan fosfor yang tinggi. Sementara kandungan vitamin C dalam buah dapat membantu mencegah penuaan dini, karena vitamin ini bertindak sebagai antioksidan.
Selain vitamin C, ada pula vitamin B6 dalam buah durian, yang bisa membantu mengurangi tingkat stres dan menurunkan risiko depresi. Menariknya lagi, satu porsi buah dapat memberikan hampir 20 persen dari nilai harian yang direkomendasikan atas karbohidrat. Durian juga memiliki tryptophan, yang sebenarnya disebut sebagai pil tidur alami bagi yang mengalami kesulitan tidur.
Dari sisi sejarah, ternyata catatan paling awal mengenai sejak kapan orang-orang di Nusantara mulai mengonsumsi durian terpahat dengan jelas dalam beberapa relief di permukaan dinding batu Candi Borobudur. Seperti dikutip dari Historia, dari 2672 panel kisah, beberapa di antaranya menampilkan buah durian yang dijadikan sesembahan buat raja, diperjualbelikan, juga tampak orang-orang yang membawanya bersama buah lain seperti mangga dan manggis.
Di antara jenis buah-buahan yang terpahat pada dinding candi yang dibangun tahun 775-820 Masehi itu, ternyata pahatan yang masih sangat jelas dilihat hingga saat ini adalah mangga, nangka, duku, pisang, kelapa, lontar (siwalan), dan durian. Bahkan, relief pohon durian yang sedang berbuah berada dalam satu bingkai bersama 11 wanita kerajaan yang menyiratkan pentingnya keberadaan durian pada masa itu.
Mungkin saja, pahatan relief durian di dinding Candi Borobudur tersebut menjadi salah satu catatan paling awal mengenai buah durian, yang bahkan tidak saja di Indonesia, tetapi bisa jadi juga di dunia. Dari relief tersebut, kita tau bahwa durian sudah dikenal dan dikonsumsi oleh penduduk Nusantara sejak 1300 tahun yang lalu. Bahkan durian mendapatkan tempat terhormat di pekarangan istana kerajaan.
Para peneliti buah-buahan mancanegara mengakui bahwa informasi ini sangat otentik dan merupakan salah satu catatan mengenai buah tropika tertua di dunia. Berdasarkan prasasti Kayumwungan bertitimangsa 26 Mei 824, Candi Borobudur sendiri dibangun oleh Raja Samaratungga sekitar abad ke-8 hingga abad ke-9.
Potongan cerita soal sejarah buah durian sendiri tak hanya muncul dari pahatan relief di dinding Candi Borobudur saja. Di masa lampau, laporan perjalanan para penjelajah Eropa abad ke-15 juga memuat soal sejarah tentang buah durian. Masatoshi Iguchi dalam bukunya berjudul “Java Essay: The History and Culture of Southern Country” menceritakan soal ekspedisi VOC di wilayah Batavia sampai Bogor pada 1687 silam.
Ceritanya, dalam ekspedisi yang dipimpin oleh Pieter Scipio van Ostende tersebut, ternyata diketahui memang sudah banyak pohon durian yang tumbuh di sekitar Bogor, Jawa Barat. “Jalan dari Parung Angsana ke Cipaku sangat lebar dan dilapisi bebatuan dengan pohon durian yang tumbuh di kedua sisinya,” kata Pieter seperti dikutip Masatoshi.
Seperti diketahui, Parung Angsana kini bernama Tanah Baru yang ada di wilayah utara Bogor. Menariknya, kala itu sempat terjadi kerancuan antara buah durian dengan sirsak (Annona muricata), hal ini berdasarkan sejumlah laporan yang dibuat para penjelajah Eropa tersebut. Bahkan sampai hari ini, sirsak juga sering disebut sebagai nangka Belanda atau durian Belanda.
Lebih lanjut, ada sosok yang pertama kali mendeskripsikan durian secara detail dalam laporan penelitiannya, ia adalah Georg Eberhard Rumphius, seorang ahli botani kelahiran Jerman yang bekerja untuk VOC. Laporan penelitian Rumphius itu diterbitkan menjadi buku pada 1741 dengan judul Herbarium Amboinense.
Melalui penelitiannya di Ambon, Maluku, Rumphius melihat lansgung penduduk lokal di sana menggunakan aroma durian untuk menangkap musang. Dalam laporannya, momen itu jadi awal di mana dirinya melihat buah durian dan mencatat nama genus durian sebagai “durio”. lalu, sejak saat itu pula, nama durian mulai masuk ke dalam khasanah botani, sampai mengundang perhatian ahli botani Eropa lainnya.
Penelitian Rumphius pun berdampak luas. Setelah 33 tahun terbitnya Herbarium Amboinense karya Rumphius, seorang ahli botani asal Swedia yakni Carl Linnaeus berhasil menerbitkan buku berjudul Systema Vegetabilium yang menyertakan nama buah durian dengan nama latin durio zibethinus.
Ada alasan menarik di balik penyematan nama latin durian dari Linnaeus itu. Ternyata, Linnaeus terinspirasi dengan cerita Rumphius saat melihat orang-orang Ambon yang memanfaatkan aroma durian untuk menjebak musang kala itu.
Akhirnya, Linnaeus mengabadikan nama latin musang (zibetto) tersebut bersama nama latin durian, sehingga nama zibethinus disematkan di belakang nama genus “durio” sebagai bentuk untuk mengenang kisah temuan Rumphius mengenai buah durian selama di Ambon.
Cerita berbeda juga muncul dari penjelajah Eropa lainnya. Seorang naturalis asal Inggris Alfred Russel Wallace pernah melakukan penelitian di kepulauan Nusantara, antara lain di Ternate, pada kurun 1848 sampai dengan 1854. Kala itu, ia tertarik dengan buah durian.
Jejak ketertarikan Wallace dengan buah durian itu terbaca dari sebuah surat yang ia tulis untuk rekannya sesama ahli botani yakni Sir William Jackson Hooker. Dalam surat itu, Wallace yang juga ahli ilmu alam yang dinobatkan sebagai peletak dasar teori evolusinya Charles Darwin itu, begitu kagum dengan buah durian.
“Aroma buah yang matang itu belum tentu menyenangkan, walaupun tidak begitu menyengat baunya begitu buah baru jatuh dari pohonnya. Satu-satunya cara untuk menyantap durian yang telah matang sempurna adalah saat buah itu jatuh,” tulis Wallace.
“Mungkin tidak benar jika mengatakan kalau durian adalah buah yang terbaik dari semua buah-buahan yang ada, terutama karena tak berair berasa masam menyegarkan seperti jeruk (orange), anggur, mangga dan manggis. Tapi sebagai sebuah makanan, kelezatan durian tidak tertandingi. Jika saya harus membuat dua hal yang mewakili kesempurnaan, maka saya akan menobatkan Durian dan Jeruk sebagai raja dan ratu buah-buahan.”