General

Presiden sebagai “Chief of Law Enforcement Officer”, Berbahaya untuk Indonesia?

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Ada banyak hal menarik yang bisa diambil dari debat perdana capres-cawapres kemarin, Kamis, 17 Januari 2019. Salah satunya adalah perbincangan mengenai chief of law enforcement yang diutarakan Prabowo. Dalam acara yang diselenggarakan di Hotel Bidakara itu, Prabowo mengatakan bahwa presiden adalah chief of law enforcement yang menyelaraskan, memperbaiki, dan menghasilkan aturan. “Pemerintah itu yang bertanggung jawab untuk penyelerasan, perbaikan, untuk menghasilkan produk-produk aturan itu. Karena presiden adalah chief of law enforcement,” ungkap Prabowo, Kamis (17/1) malam.

Hasto Kritisi Prabowo, Sebut Presiden Tak Boleh Intervensi Hukum

Dari sisi petahana, ucapan Capres nomor urut 02 ini dianggap berbahaya. Hal ini disebabkan chief of law enforcement dapat dimaknai sebagai jabatan yang memiliki kemampuan untuk mengintervensi hukum. Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Hasto Kristiyanto mengutarakan kekhawatirannya ini. “Untuk menjadi pemimpin, diperlukan tata pemerintahan yang baik. Pernyataan bahwa presiden sebagai chief of law enforcement officer juga sangat berbahaya karena itu mencerminkan sebuah keinginan intervensi dalam persoalan hukum itu sendiri,” ungkap Hasto di Rumah Aspirasi, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Kamis (17/1).

Ia pun melanjutkan bahwa jika presiden dimaknai sebagai chief of law enforcement officer, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya abuse of power dari sisi eksekutif. Ini tidak sejalan dengan sistem presidensial yang dianut di Indonesia. “Padahal politik dalam sistem presidensial kita, presiden menentukan kebijakan politik-hukum, bukan sebagai chief of law enforcement officer, karena di situ juga memungkinkan terjadinya abuse of power,” lanjut Hasto.

Dahnil Bela Prabowo, Ungkap Perlunya Komitmen Kepala Negara Selesaikan Kasus Hukum

Seolah tidak ingin adanya misinterpretasi, Koordinator Jubir Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengklarifikasi arti dari chief of law enforcement officer tersebut. Ia mengatakan bahwa ungkapan Prabowo tersebut memiliki makna presiden harus dapat memastikan proses hukum berjalan dengan sesuai. Intervensi yang dilakukan oleh presiden pun hanya pada kasus-kasus yang secara prosedural tidak berjalan dengan baik. “chief of law enforcement artinya memastikan proses, kerja hukum, itu di relnya. Kalau kemudian dengan proses dan kerja hukum di luar dari relnya, maka chief of law enforcement harus memastikan dia kembali ke relnya,” ucap Dahnil, seusai debat capres-cawapres, Kamis malam (17/1).

Dahnil pun memberikan contoh kasus Novel Baswedan yang hingga kini tidak kunjung tuntas. Bahkan, menurut Dahnil, Komnas HAM sendiri sudah menyebutkan adanya prosedural yang salah. Di sini lah dibutuhkan komitmen kepala negara. “Misal dalam kasus Novel, itu enggak tuntas-tuntas, sudah keluar dari relnya, bahkan Komnas HAM menyebutkan proseduralnya salah. Kan rekomendasinya yang tak ada, maladministrasi, dan sebagainya. Nah, ini sudah keluar dari rel. Untuk mengembalikan ke relnya, butuh komitmen dari kepala negara,” ujar Dahnil.

Mahfud MD: Gagasan Chief of Law Enforcement Bukan Barang Baru

Selain dari kedua kubu, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pun turut berkomentar. Ia mengungkapkan kalau isu chief of law enforcement adalah isu lama dan selalu ada di tiap kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden. “Ya itu sama, sejak dulu kan setiap-setiap pemilihan presiden selalu isunya itu. Presiden itu adalah pimpinan tertinggi dalam penegakan hukum memang begitu dan itu bukan isu baru,” ucap Mahfud di tempat berlangsungnya debat perdana capres-cawapres, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (17/1). Ia pun melanjutkan, “Nah, sekarang apa yang dilakukan sebagai chief of law enforcement itu tadi membuat suatu, apa namanya, dapur penggodokan hukum sehingga tumpang tindih itu hilang.”

Ia pun mengapresiasi kubu Jokowi-Ma’ruf yang berencana membuat lembaga penggodokan hukum. Menurutnya, pasangan calon nomor urut 01 cukup menguasai masalah dan berhasil menawarkan sesuatu yang baru di bidang hukum. “Bagus, lumayan menguasai masalah dan untuk bidang hukum ada yang baru, ya. Misalnya bagaimana membuat satu dapur penggodokan hukum. Itu saya kira penting kalau jawabannya hanya, misalnya, untuk hanya memperbaiki hukum untuk mengumpulkan pakar-pakar sinkronisasi, itu sudah sejak dulu,” ucap Mahfud.

Share: Presiden sebagai “Chief of Law Enforcement Officer”, Berbahaya untuk Indonesia?