Isu Terkini

Selain Tidak Asbun, Sifat Bung Hatta Apa Lagi yang Dapat Diteladani?

Arik Aprilla Putra — Asumsi.co

featured image
Asumsi.co

Wakil Presiden RI pertama, Mohamad Hatta, jadi disebut-sebut lagi namanya. Sebab, sang cucu yang bernama Gustika Jusuf Hatta yang merupakan cucu ketiga dari Bapak Koperasi Indonesia ini melontarkan suatu cuitan di akun Twitter-nya. Di akunnya yang bernama @Gustika, ia mencuitkan hal ini:

“Also, my grandfather is the type of person who “updates” his knowledge daily. From philosophy to subscribing to FP and The Economist (majalahnya pada masih ada di perpustakaan di rumah), so none of the things that come out of his mouth is asbun…”

Jika dilihat, Gustika ingin menggambarkan bahwa mendiang kakeknya merupakan seseorang yang selalu haus akan pengetahuan. Terbukti dari masa hidupnya yang berlangganan majalah Foreign Policy (FP) dan The Economist. Kedua majalah ini memang terkenal tajam dalam membahas isu-isu internasional, politik, dan ekonomi. Dengan adanya bukti bahwa Bung Hatta gembar membaca, sang cucu pun berpendapat bahwa tidak ada satupun pemikiran yang keluar dari Bung Hatta hanyalah ‘asbun’ alias asal bunyi semata.

Sifat Bung Hatta yang haus akan ilmu pengetahuan tentunya patut dicontoh untuk kaum muda. Bukan cuma sifatnya yang enggak ‘asbun’, ada sifat-sifat lain yang bisa kita contoh dari sosok Bung Hatta. Kira-kira apa lagi yang bisa dicontoh dari sosok pendamping Presiden Pertama RI, Soekarno, ini?

Pantang Menyerah untuk Belajar Walau Diasingkan

Seperti yang pernah kita pelajari lewat pelajaran Sejarah, Bung Hatta, sapaannya, pernah diasingkan ke Boven Digul (Papua) karena pemerintah Belanda semakin takut akan terjadinya pemberontakan, melihat tingginya api pergerakan di kalangan anak muda. Boven Digul merupakan daerah terpencil yang sangat mengerikan di Papua dan memang digunakan sebagai tempat pengasingan tawanan politik pada masanya. Tidak ada jeruji, hanya hutan rimba liar yang menjadi tempat tinggal, dan ditemani dengan nyamuk malaria yang berbahaya.

Meski bertempat di lokasi terasing seperti itu, Bung Hatta tetap memperkaya diri dengan membaca buku. Saking banyaknya koleksi buku yang dimiliki, buku-buku tersebut harus disimpan dalam 16 peti. Selama masa pengasingannya, ia juga menulis tentang berbagai gagasan kenegaraan. Bahkan ilmu yang ia peroleh juga dibagikan kepada tawanan dan rakyat sekitar. Diskusi rutin pun dilakukan secara ruting dengan Sjahrir, Tjipto Mangunkusumo, dan Mr. Iwa Kusumantri membahas politik dan sejarah.

Menjunjung Tinggi Kejujuran

Pada 1 Desember 1956, Bung Hatta memutuskan mundur dari jabatan Wakil Presiden. Setelah pensiun dari dunia politik, mungkin segelintir orang berpikir bahwa ia menikmati masa tua dengan banyak harta yang didapatkan saat menjadi wakil presiden. Kenyataannya, dana pensiun yang didapatkan hanya sebesar  Rp 1000,-  per bulan. Ini membuat Bung Hatta harus berjuang membayar segala tagihan, seperti listrik, gas, dan air. Bahkan beliau jadi enggak mampu membayar pajak mobilnya.

Kehidupannya yang berbeda jauh dari masa ketika ia menjabat sebagai orang dua di Indonesia diakibatkan kejujurannya yang amat tinggi. Ia tidak ingin memperkaya diri melalui jabatan yang sedang diembannya di dunia politik. Bahkan, suatu waktu, ia juga pernah meminta sekretaris pribadinya mengembalikan dana taktis sebagai Wapres yang jumlahnya sebesar Rp 25 ribu. Jika dilihat secara normatif, hal tersebut tak perlu dilakukan.

Menolak Tawaran Perusahaan Asing Demi Rakyat

“Apa kata rakyat nanti?” itulah yang disampaikan Bung Hatta saat dirinya ditanya kenapa dirinya menolak banyak tawaran menjadi komisaris utama pada beberapa perusahaan asing. Padahal jika ia menerimanya, ia dapat hidup tenang tanpa memikirkan segala tagihan yang ada.

Bung Hatta khawatir keputusannya itu membuat masyarakat berpikiran negative. Ia takut kalau aka nada banyak orang akan berpikir bahwa keputusannya untuk mundur dari jabatannya bukan murni bukti dedikasinya pada rakyat, melainkan hanya demi kepentingan bisnis. Hal ini bisa menunjukkan bahwa ia memiliki dedikasi kuat untuk masyarakat Indonesia.

Share: Selain Tidak Asbun, Sifat Bung Hatta Apa Lagi yang Dapat Diteladani?