Isu Terkini

Program JKN-KIS dari BPJS Bisa Tepat Sasaran Asal…

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Seorang petugas Rukun Tetangga (RT) datang dan mengetuk pintu rumah saya di Sabtu pagi, beberapa bulan yang lalu. Dengan sedikit berteriak, ia memanggil nama ibu saya berulang kali. Ibu saya pun menghampiri petugas RT tersebut, disusul oleh saya. Ternyata petugas tersebut ingin memberikan Kartu Indonesia Sehat (KIS) milik saya yang diberikan oleh kelurahan kepadanya. Kami berdua pun kebingungan, karena memang tidak ada dari keluarga kami yang mendaftarkan saya sebagai seorang peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Dalam pembagian KIS tersebut, ada dua hal lain yang bikin saya pribadi semakin kebingungan. Pertama, bahwa adik-adik saya dan kedua orang tua saya tidak mendapatkan kartu tersebut, hanya saya. Kedua, dikabarkan saya tidak perlu membayar premi tersebut. Yang kedua ini merupakan hal yang unik, karena setau saya, hanya fakir miskin dan orang tidak mampu yang masuk ke dalam kategori Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI). Bukannya sombong atau apa, tapi saya merasa saya tidak masuk ke dalam kategori tersebut dan bahkan tidak pernah meminta surat keterangan miskin ke RT saya. Seharusnya kalau memang saya didaftarkan oleh kelurahan, saya harus membayar sebesar Rp 25.500,- per bulan, karena memang saya didaftarkan di kelas III katanya. Lalu, ada apa sebenarnya?

Sejujurnya, saya belum pernah sama sekali menggunakan kartu ini untuk keperluan kesehatan. Meskipun begitu, saya pernah berpikir, apa tidak salah sasaran, saya diberikan kartu JKN-KIS tanpa harus membayar? Semestinya tidak demikian. Saya sih, berpikir positif saja. Namun tentu, kalau kasusnya seperti saya ada 10 juta orang, apa tidak berbahaya?

Yang lebih mengkhawatirkan lagi dari adanya kemungkinan KIS yang salah sasaran adalah saat ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang menjadi lembaga induk dari KIS dan diinisiasikan oleh Presiden Jokowi di tahun 2014, sedang mendapatkan permasalahan yaitu tunggakan bayaran ke rumah sakit yang tak kunjung selesai. Saya pun pernah menulis berita tentang tunggakkan ini di sini.

Tidak hanya tunggakkan, banyak juga orang yang mencemaskan performa dari pelayanan pasien yang menggunakan KIS. Salah satunya adalah tentang lamanya pasien harus menunggu ditangani. Liputan6.com pun pernah mewartakan kalau ada seseorang peserta kelas I JKN-KIS yang menunggu dari jam 9 pagi hingga jam 2 siang baru ditangani. Tentu hal ini perlu menjadi perhatian, jika memang BPJS Kesehatan ingin membuat JKN-KIS ini digunakan untuk seluruh warga negara Indonesia.

Ya meskipun dengan berbagai permasalahannya, toh peran BPJS Kesehatan melalui program JKN-KIS sudah begitu membantu banyak warga yang kesulitan untuk berobat. BPJS, yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), telah menjadi program universal healthcare Indonesia dan dapat menjadi opsi bagi warga Indonesia yang menginginkan asuransi kesehatan namun membutuhkan premi yang lebih murah dari asuransi swasta.

Selain menjadi opsi yang memang dapat dimanfaatkan, BPJS juga mengeluarkan berita bahwa ternyata BUMN ini berhasil menyelematkan 1,16 juta orang dari kemiskinan dan melindungi 14,5 juta orang miskin dari kondisi kemiskinan yang lebih parah.  Itu artinya, lembaga pimpinan Fahmi Idris ini memiliki fungsi yang tepat bagi para penggunanya, terlepas dari segala kekurangannya.

Kembali ke kasus yang saya alami, saya berharap sih ada kejelasan mengenai status saya dalam KIS yang saya terima. Sampai ada kejelasan tersebut, saya berprinsip untuk tidak pernah menggunakan kartu tersebut. Untungnya, saya pun masih punya asuransi lain yang memang selalu saya gunakan. Saya pun berharap bahwa BPJS sebenarnya tidak salah sasaran dalam menargetkan siapa yang seharusnya layak mendapatkan KIS tanpa bayar. Mungkin saya hanya seorang yang dipilih secara acak oleh kelurahan? Entahlah. Di luar harapan saya bahwa hal ini hanya sekadar pilihan acak, saya juga berharap bahwa pembagian KIS ke saya tidak dengan alasan karena saya masuk ke dalam kriteria “calon pemilih milenial di pemilu tahun 2019”. Semoga saja.

Hafizh Mulia adalah mahasiswa tingkat akhir program sarjana di Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia. Tertarik dengan isu-isu ekonomi, politik, dan transnasionalisme. Dapat dihubungi melalui Instagram dan Twitter dengan username @kolejlaif.

Share: Program JKN-KIS dari BPJS Bisa Tepat Sasaran Asal…