Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP, Setya Novanto, punya agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, hari ini, Jumat, 13 April
Pada awal sidang, tentu kalian masih ingat, bahwa Setya Novanto (Setnov) cukup sulit dimintai keterangan, karena mengaku dirinya lagi dalam keadaan enggak sehat. Namun, sidang tetap terus berlanjut, bahkan Setnov dituntut 16 tahun penjara oleh jaksa. Biarpun begitu, masih ada kesempatan mantan Ketua DPR RI itu untuk ngebacain nota pembelaannya.
Baca juga: Buntut Korupsi e-KTP Papa Setnov, Tiga Nama Ini Ikutan Populer
“Akan dibacakan sekitar 150 halaman dari kuasa hukum, dan Pak Setya Novanto kira-kira kurang dari 50 halaman,” kata Maqdir Ismail, kuasa hukum Setya Novanto.
Dalam pembelaan kini, ada beberapa hal menarik. Apa aja?
Mengawali pembacaan nota pembelaan, Setnov sempat menceritakan bagaimana pengalaman hidupnya dari nol hingga sukses menggapai kursi Ketua DPR.
“Dengan amat terpaksa izinkan saya menceritakan sedikit perjuangan hidup saya untuk negeri ini. Yang disampaikan tidak untuk pamrih, tapi hanya ingin berharap ada sebagian masyarakat yang sedikit membuka mata untuk melihat sisi lain diri saya sehingga tidak terus menerus mencaci saya dengan begitu kejamnya,” ujarnya.
Baca juga: Setya Novanto dan Rahasia Tulisan Nama Anggota DPR Penerima Jatah Uang e-KTP
“Saya lahir dari keturunan orang tidak mampu, tapi saya punya tekad dan cita-cita untuk membangun dan turut berkontribusi yang baik kepada negeri ini,” kata Setnov melanjutkan ceritanya.
Kasus Setnov emang udah jadi konsumsi banyak publik belakangan ini. Tentu saja, dampaknya enggak cuma pada diri Setnov sendiri, tapi juga pasti keluarganya turut jadi sorotan dan caci-maki publik.
Oleh sebab itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar ini pun merasa bersalah lantaran keluarganya ikut disorot publik. Ia kemudian meminta maaf dan memasukan poin tersebut di nota pembelaan.
Baca juga: Mengungkap Kondisi Psikologis Setya Novanto di Kasus Korupsi e-KTP
“Kepada istri dan anak-anakku tercinta, Izinkan saya menyampaikan permohonan maaf. Pada istri saya, Deisti Asriana, dan anak-anak saya; Rheza Herwindo, Gabriel Putranto, Dwina Michaela, Giovanno Farrell,” ujar Setnov dengan terbata-bata, bahkan air matanya tak terbendung, ia menangis.
Melihat suaminya menangis dan meminta maaf, Desti yang duduk di bangku terdepan pengunjung pun ikut menangis.
“Sungguh sangat berat. Kita adalah keluarga yang kuat. Kita adalah insan pilihan Allah SWT, sungguh pertolongan Allah SWT telah dekat dan insya Allah kita termasuk prajurit-prajurit terbaik,” ucapnya.
Di akhir pembacaan nota pembelaan atau pledoinya, pria kelahiran Bandung 1955 ini juga meminta izin pada majelis hakim untuk ngebacain puisi yang dibuat oleh sahabatnya.
“Saya mau baca puisi, mohon diizinkan saya baca puisi, Yang Mulia. Satu menit saja, puisi untuk Pak SN [Setya Novanto] dari Linda Djalil,” ucap Setnov, merujuk pada mantan wartawan Majalah Tempo dan Gatra itu.
Baca juga: 3 Pesan ‘Keramat’ Setya Novanto untuk Golkar di Pemilu 2019
Berikut isi puisi yang dibacakan Setnov;
Di Kolong Meja
di kolong meja ada debu
yang belum tersapu
karena pembantu sering pura pura tak tahu
di kolong meja ada biangnya debu
yang memang sengaja tak disapu
bersembunyi berlama-lama
karena takut dakwaan seru
melintas membebani bahu
di kolong meja tersimpan cerita
seorang anak manusia menggapai hidup
gigih dari hari ke hari
meraih ilmu dalam keterbatasan
untuk cita-cita kelak yang bukan semu
tanpa lelah dan malu
bersama debu menghirup udara kelabu
di kolong meja muncul cerita sukses anak manusia
yang semula bersahaja
akhirnya bisa diikuti siapa saja
karena cerdas caranya bekerja
di kolong meja ada lantai yang mulus tanpa cela
ada pula yang terjal bergelombang
siap menganga
menghadang segala cita-cita..
apabila ada kesalahan membahana
kolong meja siap membelah
menerkam tanpa bertanya
bahwa sesungguhnya ada berbagai sosok yg sepatutnya jadi sasaran
di kolong meja
ada pecundang
yang bersembunyi
sembari cuci tangan
cuci kaki
cuci muka..
cuci warisan kesalahan
apakah mereka akan senantiasa di sana..
dengan mental banci berlumur keringat ketakutan
dan sesekali terbahak melihat teman sebagai korban menjadi tontonan?