Isu Terkini

Kisah Perjuangan Hiratetty Yoga, Ibunda Elang Korban Tragedi Trisakti 1998

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Sumarsih masih ingat pada masa pemilihan umum 2014 lalu, ia sempat melihat foto Hiratetty Yoga bersama calon presiden Prabowo Subianto di media sosial.

“Saya lihat di sosial media ada fotonya Pak Prabowo bersama Bu Tetty,” kata Sumarsih kepada Asumsi pada Senin, 26 Februari.

Sumarsih adalah ibu dari Bernardinus Realino Norma Irmawan (Wawan), seorang korban Tragedi Semanggi I. Tragedi yang terjadi pada 11-13 November 1998 menewaskan 17 orang, termasuk Wawan.

Sedangkan Hiratetty adalah ibu dari Elang Mulia Lesmana, seorang mahasiswa korban Tragedi Trisakti yang tewas pada 12 Mei 1998. Baik Sumarsih dan Tetty, beserta sejumlah orangtua korban lainnya, mengadakan Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, menuntut pemerintah RI untuk mencari keadilan bagi korban-korban pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.

Aksi Kamisan yang telah digelar selama lebih dari 500 kali ini harus kehilangan salah satu pelopor yang rutin menghadiri aksi tersebut, baik di bawah guyuran hujan maupun terkena terik matahari. Bunda Tetty, begitu ia akrab disapa, menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Dharmais, Jakarta Barat, pada Minggu malam, 25 Februari, akibat kanker usus yang dideritanya sejak lama.

Bunda Tetty telah dimakamkan di TPU Tanah Kusir pada Senin pagi, 26 Februari. Kepergian Bunda Tetty menjadi duka yang mendalam bagi seluruh pihak yang tengah berjuang menuntut keadilan dan pengungkapkan kasus pelanggaran HAM tahun 1998.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kedua kiri) saat bertemu keluarga korban Tragedi Trisakti pada 2014 silam, termasuk Hiratetty Yoga (tengah) dan Iwank adik Elang (kiri). Foto dari Twitter/@Gerindra 

Ia dikenal sebagai sosok yang baik dan tak lelah berjuang sampai akhir hayatnya, menagih ke pemerintah untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM selama ini, termasuk Tragedi 12 Mei 1998 Trisakti, yang merenggut nyawa putranya, Elang.

Elang merupakan mahasiswa Fakultas Arsitektur Universitas Trisakti angkatan 1996. Ia adalah salah satu dari empat mahasiswa—yang kemudian disebut sebagai Pahlawan Reformasi—yang tewas dalam Tragedi 12 Mei 1998 Trisakti.

Selain Elang, mahasiswa yang gugur dalam tragedi itu adalah Hafidhin Royan (mahasiswa Teknik Sipil Universitas Trisakti angkatan 1995), Hendriawan Sie (mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti angkatan 1995), dan Herry Hertanto (mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti angkatan 1996).

Bunda Tetty sebagai Corong Perjuangan

Sumarsih mengaku kehilangan setelah mengetahui rekan seperjuangannya itu meninggal dunia. Menurut Sumarsih, Bunda Tetty memang sudah mengidap penyakit kanker usus sudah sejak lama dan sempat dioperasi pada Desember 2017 lalu.

“Ibu Tetty pernah operasi usus. Tanggal 7 Desember 2017 lalu, saya besuk Bu Tetty di Rumah Sakit Dharmais. Kita sempat ngobrol banyak hal waktu itu,” kata Sumarsih.

Ia menyebut, saat dirinya bersama sejumlah ibu-ibu korban lainnya menjenguk Bunda Tetty itu, bertepatan dengan jadwal untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, Sumarsih menjelaskan bahwa pertemuan dengan Jokowi pun batal.

“Waktu itu kan tanggal 7 Desember tahun lalu, kita mau diterima Presiden Jokowi. Tapi karena ditunda sampai jam 4 sore, jadi memang saya yang memutuskan untuk tidak bertemu Presiden,” kata Sumarsih.

Sumarsih mengatakan, Bunda Tetty memang pernah mengeluh karena harus menanggung beban berat di pundaknya. Ya, Bunda Tetty harus kehilangan dua orang terkasihnya sekaligus yakni suaminya dan sang anak, Elang.

“Bunda Tetty memang pernah mengeluh setelah Elang dan bapaknya Elang meninggal dunia. Jadi, dia merasakan kehidupan rumah tangganya terganggu, ya dengan peristiwa penembakan Elang itu,” kenang Sumarsih.

“Di mata ibu-ibu keluarga korban Tragedi Trisakti 1998 itu, memang Bu Tetty itu yang dipakai sebagai corongnya,” ujarnya.

Berjuang dengan Cara Berbeda, Namun Tetap Satu Tujuan

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat menjenguk Bunda Tetty di RS Dharmais pada 22 Februari 2018. Foto dari Twitter/@Gerindra

Bunda Tetty dikenal memiliki kedekatan dengan Prabowo Subianto, sosok yang diduga terlibat sebagai dalang Tragedi Trisakti 1998. Hal itu juga terlihat saat Ketua Umum Partai Gerindra tersebut sempat membesuk Bunda Tetty di RS Dharmais, Kamis, 22 Februari, lalu.

Prabowo yang merupakan Mantan Danjen Kopassus itu memberi semangat kepada Tetty agar bisa melawan penyakit yang dideritanya. Menurut Sumarsih, kedekatan Bunda Tetty dan Prabowo memang membuat situasi penegakan keadilan sempat kurang kondusif.

“Ibu Tetty memang kelihatannya ada kedekatan dengan Pak Prabowo, ya. Kalau saya memang ketika ada Prabowo, ya saya biasa-biasa saja. Tapi kalau Ibu Tetty dan yang lainnya itu pernah minta tanda tangan dan foto bersama,” ujar Sumarsih.

Bahkan, beberapa tahun lalu, ujar Sumarsih, Bunda Tetty pernah didekati pihak tertentu agar memberi kesaksian bahwa Prabowo sebagai dalang di balik kematian Elang. Namun, ia menolak dan mengatakan bahwa kematian anaknya bukan karena Prabowo.

“Kemudian pada Pemilu 2014 kemarin, orang-orangnya Prabowo, kan, datengin keluarga-keluarga korban pelanggaran HAM. Bu Tetty pun menerima kedatangan itu,” katanya.

Bunda Tetty yakin dan percaya bahwa kejadian 19 tahun lalu yang membuat ia kehilangan Elang, bukan karena Prabowo.

Dalam hal ini, jalan perjuangan Bunda Tetty dan Sumarsih pun sangat kontras berbeda. Jika Bunda Tetty cenderung dekat dengan Prabowo, berbeda halnya dengan Sumarsih yang justru menjaga jarak dengan Prabowo dan berjuang dengan cara mendesak negara untuk turun tangan.

“Saat orangnya Prabowo ke rumah saya dan katanya mau ketemu saya, dengan dalih akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM jika ia jadi presiden, saya kan enggak percaya, saya tidak mau dan saya menolak,” kata Sumarsih.

“Ya, mungkin perbedaannya di situ ya, cara berjuang Bu Tetty seperti itu. Mungkin cara berjuang kita berbeda. Kalau menurut saya, cara berjuang saya tidak seperti itu,” kata Sumarsih.

Ia mengakui bahwa ia memang cukup dekat dengan Bunda Tetty. Namun terlepas dari cara berjuang dan pendekatan yang berbeda, Sumarsih menegaskan bahwa ia bersama Bunda Tetty tetap sama-sama menuntut keadilan dan penuntasan kasus pelanggaran HAM kepada negara.

Selamat jalan, Bunda Tetty. Semoga amal ibadahmu diterima di sisi-Nya. Perjuangan untuk penegakan HAM di negeri ini akan terus berlanjut.

Share: Kisah Perjuangan Hiratetty Yoga, Ibunda Elang Korban Tragedi Trisakti 1998