Isu Terkini

YLBHI Duga Jokowi Lakukan Obstruction Of Justice Kasus E-KTP Setnov, Minta DPR/MPR Bertindak

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
YouTube DPR RI

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak dilakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan tindak pidana obstruction of justice dalam kasus korupsi mega proyek E-KTP yang diduga melibatkan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Desakan itu merespons pernyataan eks Ketua KPK Agus Rahardjo yang menyampaikan pengakuan bahwa Jokowi pernah memerintahkan KPK untuk menghentikan kasus korupsi E-KTP.

“Jika ini benar, maka patut diduga kuat bahwa Presiden Jokowi melakukan penghalang-halangan penegakan hukum (Obstruction Of Justice) terhadap kasus tindak pidana korupsi,” ujar Ketua Umum YLBHI Muhamad Isnur dalam keterangan resmi, Sabtu (2/12/2023).

Isnur menjelaskan dugaan tindakan Jokowi menghalang-halangi penyidikan tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana serius. Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan bahwa obstruction of justice adalah tindakan setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.

Isnur menyebut menghalang-halangi penyidikan tipikor merupakan tindakan penghinaan pada pengadilan karena menghambat penegakan hukum dan merusak citra lembaga penegak hukum.

“Publik mengetahui bahwa Setya Novanto telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi berhubungan dengan kasus E-KTP yang merugikan negara sebanyak Rp2 triliun. Maka, seiring dengan terbukanya kasus ini, KPK perlu segera melakukan penyidikan lebih lanjut terkait dengan dugaan keterlibatan Presiden Joko Widodo dalam Korupsi E-KTP,” ujarnya.

Lebih lanjut, Isnur berkata tindakan obstruction of justice adalah tindakan yang menabrak, berkontradiksi dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Terlebih jika hal tersebut dilakukan secara langsung oleh Presiden sebagai seorang kepala negara dan pemerintahan.

Isnur menyebut perbuatan tersebut dapat mengarah pada pelanggaran Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

“Pengakuan Agus Raharjo ini juga menyingkap upaya sistematis pelemahan dan penghancuran KPK. Sebagaimana diketahui, pelemahan dan penghancuran KPK secara konsisten telah dilakukan sejak Jokowi berkuasa,” ujar Isnur.

Berdasarkan catatan YLBHI, Isnur membeberkan berbagai upaya pelemahan dan penghancuran KPK. Misalnya, kriminalisasi para pimpinan KPK seperti Abraham Samad, Bambang Widjoyanto, dan puluhan penyidik pada 2015. Kemudian, penyerangan Novel Baswedan dan Angket KPK oleh DPR.

Selanjutnya, mengangkat Panitia Seleksi Pimpinan KPK bermasalah, merevisi UU KPK, pemberhentian illegal 75 lebih Pegawai KPK, hingga Ketua KPK Firli Bahuri jadi tersangka korupsi.

“Terhadap seluruh rangkaian peristiwa pelemahan dan penghancuran KPK tersebut, maka YLBHI berpendapat perlu dilakukan upaya hukum terhadap Jokowi dan juga Pemulihan kembali Institusi KPK agar menjadi Independen,” ujar Isnur.

Lebih dari itu, Isnur berkata YLBHI juga mendesak MPR/DPR menetapkan bahwa Presiden Jokowi sudah melakukan perbuatan tercela dan diproses melalui DPR kemudian ke Mahkamah Konstitusi sesuai dengan ketentuan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Share: YLBHI Duga Jokowi Lakukan Obstruction Of Justice Kasus E-KTP Setnov, Minta DPR/MPR Bertindak