Budaya Pop

‘Solo: A Star Wars Story’, Film Ringan Tapi Apa Pentingnya?

Derick Adeboi — Asumsi.co

featured image

Mengikuti petualangan dan kisah awal Han Solo dalam film Solo: A Star Wars Story adalah pengalaman yang menyenangkan, lumayan berkesan, tapi bikin mendadak lupa kalau Han Solo adalah tokoh sentral dari franchise Star Wars. Ya, film ini menjadi film kedua dari serial antologi Star Wars yang telah dimulai tahun 2016 lewat Rouge One: A Star Wars Story.

Film ini mengambil latar waktu antara film Revenge of The Sith dan A New Hope. Fokus cerita jelas ke kehidupan awal Han (diperankan Alden Ehrenreich) di planet Correlia dengan teman dekatnya Qi’ra (diperankan Emilia Clarke). Rencana untuk kabur bersama dari Correlia gagal ketika Qi’ra ditahan oleh pasukan kriminal milik Lady Proxima. Han berhasil kabur dan tak sengaja diberi nama—atau mungkin lebih tepatnya marga—Solo oleh petugas Imperial Navy. Jadilah Han Solo sebagai sebuah nama yang kita kenal saat ini.

Solo kemudian bertemu dengan Chewbacca yang ingin memakannya, namun berhasil bernegosiasi dan keduanya kabur dari tahanan di planet Mimban. Keduanya berteman dan lalu bergabung dengan Tobias Beckett (diperankan Woody Harrelson) beserta tim perompaknya. Selanjutnya petualangan dimulai, muncul karakter Lando, hingga cerita tentang Millennium Falcon yang jadi spaceship Han Solo di seri berikutnya.

Alur cerita sebenarnya menarik, cukup mendebarkan, tapi tidak dalam. Jika dibandingkan dengan film-film Star Wars lainnya, secara cerita, memang Solo: A Star Wars Story sangat sederhana, tidak berlapis-lapis konfliknya. Bahkan pada salah satu bagian yang dimaksudkan sebagai plot twist pun, tidak terasa seperti sebuah twist—apalagi bagi yang terbiasa dengan film-film Star Wars. Boleh dibilang, secara keseluruhan tone cerita cukup terang benderang. Tapi poin positifnya, film ini dapat dinikmati oleh penonton awam sekalipun, karena ia terasa seperti sebuah film petualangan yang terpisah dari Star Wars.

Alden Ehrenreich sebagai pemeran Han Solo tampil cukup oke, meskipun sulit untuk tidak membandingkannya dengan Han Solo yang dulu diperankan Harrison Ford. Ada perbedaan karakter antara Han Solo di film ini dengan di Episode IV: A New Hope. Han Solo di film ini diilustrasikan begitu positive thinking, polos, free-minded, sedikit berbeda dengan Han Solo di film lain yang punya kecemasan dan keseriusan. Ya, anggap saja itu peran yang memiliki character growth.

Relasi Han Solo dan Chewbacca digambarkan lebih manusiawi di film ini. Apabila di film lain Solo ada kalanya terasa seperti “pemilik” dan Chewbacca seperti “peliharaan”, di film ini keduanya ditampilkan setara. Catatan positif juga dapat diberikan kepada Donald Glover yang berperan sangat baik dan membut karakter Lando Calrissian mampu menyedot perhatian.

Ada juga beberapa karakter baru yang diperkenalkan seperti Qi’ra, Beckett, dan Dryden Vos. Tokoh Qi’ra, sebagai teman dekat, di dalam film ini berperan sangat vital bagi Solo, namun sayang, tidak punya relevansi untuk film Star Wars lain. Tokoh Beckett menjadi mentor bagi Han Solo, namun sayang tidak digali lebih dalam. Tokoh Dryden Vos (diperankan Paul Bettany) diposisikan sebagai antagonis di film ini, tapi tidak cukup punya screen time untuk menampilkan kekejamannya.

Untuk urusan musik, keterlibatan komposer legendaris John Williams hanya di satu track saja, yakni The Adventure of Han. Untuk posisi komposer utama ditempati oleh John Powell. Meskipun ini kali pertama Powell terlibat di produksi Star Wars, ia mampu memberikan corak musik yang sangat Star Wars. Scoring-nya terasa megah, dramatis, mampu menyulap film yang “ringan” ini seolah-olah dua kali lebih seru. Menarik menunggu apakah ke depannya John Powell akan berkolaborasi dengan John Williams di film-film Star Wars lain.

Dengan bujet 250 juta US$, tata artistik film ini sangat memuaskan. Semua kompetensi visual yang jadi kekuatan Star Wars terbawakan dengan baik di sini, meskipun tidak banyak tembak-tembakan di luar angkasa. Penonton pastilah akan menikmati momen ketika para jagoan film ini terbang di Hyperspace dalam Millennium Falcon. Nah, mungkin hanya di elemen visual—dan musik—penonton bisa terhubung dengan film Star Wars lainnya.

Nah, film ini  memang menawarkan sesuatu yang berbeda dari film Star Wars kebanyakan. Konfliknya sederhana, ceritanya linear, lebih condong sebagai sebuah film petualangan luar angkasa saja. Tapi, film ini jauh dari kata buruk, kok. Tata artistik dan alur cerita mampu mengajak penonton tenggelam di dalam petualangan Han Solo dan kawan-kawan.

Bagi orang tua yang membawa anak-anaknya pun tak perlu repot-repot menjelaskan tokoh ini dan itu. Walaupun tentunya film ini tak menutup kemungkinan akan timbul pertanyaan semacam: Apa pentingnya film ini? Dan mungkin hanya Disney serta strategi komersilnya yang bisa menjawab.

Derick Adeboi adalah mahasiswa program magister Cultural Studies Universitas Indonesia

Share: ‘Solo: A Star Wars Story’, Film Ringan Tapi Apa Pentingnya?