Isu Terkini

RUU Terorisme yang Mangkrak 2 Tahun Akhirnya Disahkan, Ini 4 Hal Penting Perubahannya

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Akhirnya guys, pembahasan Revisi UU Terorisme yang sempat berlangsung alot kini udah disahkan oleh DPR pada Jumat, 25 Mei 2018. Sekedar mengingatkan nih, bahwa revisi UU No. 15 Tahun 2003 itu udah diusulkan sejak peristiwa Bom Sarinah yang terjadi 14 Januari 2016 lalu. Sekitar enam poin perubahan yang diusulkan pemerintah sejak 25 Januari 2016.

Tapi, hari ini Rapat paripurna DPR barulah mengesahkan Revisi UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU, setelah hampir 2 tahun dibahas DPR bersama pemerintah. Kesepakatan itupun tercapai dan didukung semua fraksi dan pemerintah.

Sidang paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto. Setelah Agus membuka sidang, ia meminta Ketua Pansus RUU Antiterorisme Muhammad Syafi’i untuk menyampaikan laporan terkait proses pembahasan revisi UU tersebut, yang kemudian sang pimpinan sidang meminta persetujuan.

“Apakah revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ini bisa disahkan untuk menjadi UU?,” tanya Agus.

“Setuju…” jawab mayoritas anggota sidang. Tok! UU Antiterorisme resmi disahkan.

Apa saja sih hasil Revisi UU Antiterorisme?

1. RUU Berikan Landasan Peran TNI

Ada sejumlah poin yang cukup penting dalam revisi UU Antiterorisme, salah satunya adalah soal pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Hal itu dimasukkan dalam Pasal 43 huruf I, yang ada tiga ayat di dalamnya.

Dalam ayat pertama dinyatakan TNI bisa melakukan pemberantasan terorisme. Ini merupakan tugas TNI di luar situasi perang, berikut bunyi lengkap pasal 43 huruf i;

(1) Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang. (2) Dalam mengatasi aksi terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mengatasi aksi terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Lalu seperti apa pelibatan TNI dalam memberantas terorisme? Hal itu bakalan diatur secara lebih teknis di dalam Peraturan Presiden.

2. Sanksi

Saat melaksanakan rapat kerja yang dilangsungkan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 24 Mei kemarin, Wakil Ketua Pansus DPR Supiadin Aries Saputra sempat ngebacain norma baru di RUU Antiterorisme.

“Kami perlu sampaikan bahwa terdapat penambahan banyak substansi pengaturan dalam RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme untuk menguatkan pengaturan yang telah ada dalam UU 15/2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” ujar Supiadin.

Perubahan itu di antaranya tentang sanksi-sanksi, di antaranya yakni pemberatan sanksi terhadap pelaku tindak pidana terorisme baik permufakatan jahat, persiapan, percobaan dan pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme.  Juga perluasan sanksi pidana terhadap korporasi yang dikenakan kepada pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang-orang yang mengarahkan kegiatan korporasi.

Selain itu ada penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk memiliki paspor dalam jangka waktu tertentu. Ada pula keputusan terhadap hukum acara pidana seperti penambahan waktu penangkapan, penahanan, dan perpanjangan penangkapan dan penahanan untuk kepentingan penyidik dan penuntut umum serta penelitian berkas perkara tindak pidana terorisme oleh penuntut umum.

3. Perlindungan Korban

Enggak cuman ngurusin sanksi pelaku, tapi di UU Antiterorisme ini juga mikin bagaimana nasib para korban teroris, dengan menambahkan ketentuan perlindungan korban tindak pidana terorisme secara komprehensif mulai dari definisi korban, ruang lingkup korban, pemberian hak hak korban yang dulunya di UU 15/2003 hanya mengatur kompensasi dan restitusi aja.

Tapi kini di UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang baru, udah diatur semua, mulai dari pemberian hak berupa bantuan medis rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban yang meninggal dunia, pemberian restitusi dan pemberian kompensasi.

Pasal ini enggak hanya berlaku buat para korban baru, tapi juga diperuntukkan untuk korban yang mengalami penderitaan sebelum RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ini disahkan. Itu artinya, bagi para korban bom Bali pertama sampai Bom Thamrin, berhak mendapatkan tanggung jawab dari pemerintah.

Sebab, dalam pasal ini telah dimasukkan ketentuan bahwa korban terorisme adalah tanggung jawab negara.

4. Pengawasan dan Pencegahan

Satu yang penting lagi yaitu pengawasan, nih.  Pencegahan tindak pidana terorisme itu nantinya dilaksanakan oleh instansi terkait seusai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan Badan Nasionoal Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Selain menjelaskan tentang kelembagaan BNPT dan pengawasannya serta peran TNI, dalam Revisi UU ini juga nambahin ketentuan pencegahan. Dalam konteks ini, pencegahan terdiri atas kesiapsiagaan nasional kontraradikalisasi dan deradikalisasi.

Dengan cara melakukan penguatan kelembagaan terhadap BNPT, di mana tertulis jelas bagaimana tugas, fungsi, dan kewenangan BNPT.

Share: RUU Terorisme yang Mangkrak 2 Tahun Akhirnya Disahkan, Ini 4 Hal Penting Perubahannya