Isu Terkini

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Lebih Baik Dihapus?

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual sedang menjadi polemik di masyarakat. Di satu sisi, ada kubu yang menentang. Mereka mengatakan kalau RUU ini adalah bentuk legalisasi praktik seks yang melawan norma adat dan agama. Sedangkan di sisi lain, ada pihak-pihak yang merasa kalau RUU ini dapat melindungi perempuan dari kekerasan seksual.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Tolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Suara penolakan paling lantang di parlemen datang dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengungkapkan kalau RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, agama, dan budaya ketimuran. RUU ini dinilai berpedoman ke arah liberal. “Definisi kekerasan seksual hingga cakupan tindak pidana kekerasan seksual dominan berperspektif liberal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, agama, dan budaya ketimuran. Bahkan, berpretensi membuka ruang sikap permisif atas perilaku seks bebas dan menyimpang,” ujar Jazuli dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/2).

Saat dikonfirmasi hari Selasa, 5 Februari 2019, Jazuli pun mengungkapkan kalau penolakan ini bukan tanpa usaha dari PKS. Fraksi PKS, menurutnya, sudah melakukan segala upaya sampai akhirnya menolak draf RUU. “Fraksi PKS bukan tanpa upaya, memberi masukan, sehingga sampai pada kesimpulan menolak draf RUU. Fraksi sudah secara tegas memberikan masukan perubahan tetapi tidak diakomodir dalam RUU. Untuk itu, Fraksi PKS menyatakan dengan tegas menolak draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” ujarnya.

Beritagar pun mengungkapkan kalau sebuah petisi daring di change.org sejak tanggal 27 Januari 2019 telah mendapatkan 150 ribu tanda tangan. Petisi ini menolak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Dengan berbagai alasan, petisi menunjukkan kalau masih banyak masyarakat yang belum mendukung penghapusan kekerasan seksual.

Komnas Perempuan Dukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Di sisi yang berlawanan, ada lembaga-lembaga yang justru mendukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini. Salah satunya adalah Komisi Nasional (Komnas) Perempuan. Komisioner Komnas Perempuan, Azriana, mengungkapkan kalau sejak awal, di dalam draf tersebut tidak ada sama sekali persetujuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan LGBT dan seks bebas.”Dari draft awal dari yang diserahkan Komnas Perempuan ke DPR, LGBT, seks bebas, itu tidak ada, karena tidak ada dari awal sekarang tetap tidak ada,” ujar Azriana ketika ditemui wartawan di Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Rabu (6/2). Azriana pun merasa wacana adanya dukungan untuk kelompok LGBT dan seks bebas dalam RUU tersebut adalah kebohongan. “Kita tidak tuduhkan siapapun tapi hoaks harus dihentikan.”

Berdasarkan perwakilan Komnas Perempuan, RUU ini merupakan bagian untuk melindungi perempuan korban kekerasan seksual. Hal ini seperti dijelaskan oleh Masruach, Komisioner Komnas Perempuan lainnya. “RUU PKS segera dibahas dalam rangka perlindungan untuk perempuan korban kekerasan seksual, persoalan kalau ada yang tidak setuju namanya Republik Indonesia tidak pernah ada satu pandang.” Ia pun berharap seluruh elemen masyarakat dapat mendukung kepentingan korban yang dapat tersalurkan dengan adanya RUU ini. “Tapi bagaimana kita mendialogkan demi kepentingan korban, demi kepentingan pemenuhan hak-hak korban, mari kita sama-sama turut serta,” ujar Masruach.

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Makin Urgen!

Lantas, apa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini penting? Hal ini tentunya berkaitan dengan angka kekerasan seksual yang meningkat. Dilansir dari Tempo.co setiap tahunnya jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terus meningkat. Data tahun 2017 berjumlah 335.062 kasus. Naik drastis dari sebelumnya yang berjumlah 259.150 kasus. Hal ini diungkapkan langsung oleh Riri Khairah, Komisioner Komnas Perempuan. Menurut Riri, setidaknya ada empat alasan mengapa angka kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Empat alasan tersebut adalah ketimpangan relasi kuasa, kuatnya budaya patriarki, pembiaran atau pemakluman masyarakat, dan penegakkan hukum yang lemah.

Share: RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Lebih Baik Dihapus?