Bisnis

Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2021 Jadi Biang Keladi Rendahnya Kenaikan UMP

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 sudah ditetapkan di berbagai provinsi di Indonesia. Peraturan itu berlaku pada 2022 dan didasari atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Penetapan aturan itu menuai banyak kritik dan kontra dari para buruh. Pasalnya, kenaikan upah pada UMP 2022 terbilang jauh dari keinginan para buruh. Rata-rata perhitungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sekitar 1,09 persen, sedangkan keinginan para buruh ada kenaikan sebesar 10 persen.

Jika dilihat dari nominal, beberapa daerah memiliki kenaikan terkesan minim. Seperti DKI Jakarta yang mengalami kenaikan UMP hanya sebesar Rp37 ribu menjadi Rp4,41 juta, meskipun DKI Jakarta memiliki UMP 2022 paling tinggi di Indonesia.

Di Yogyakarta kenaikannya hanya Rp75 ribu menjadi Rp1,84 juta. Sementara Lampung malah kenaikannya hanya Rp8 ribu. Kenaikan yang minim tersebut memicu penolakan para buruh yang hendak menggelar aksi demo nasional sebagai bentuk penolakkan atau protes aturan tersebut yang jatuh pada 6 hingga 8 Desember 2021.

Diperkirakan ada 2 juta buruh yang bakal demo dan mogok kerja dalam tiga hari tersebut. Mereka tersebar dari 100 ribu lebih perusahaan di 30 provinsi dan 150 lebih kabupaten/kota di Indonesia.

Stop Produksi

Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S. Cahyono mengatakan aksi mogok kerja yang dilakukan akan tersebar di beberapa lokasi, sesuai lingkup perusahaan masing-masing. Aksi mogok nasional yang dilakukan oleh KSPI dan serikat buruh lain di Indonesia berbentuk stop produksi.

“Bukan berarti 2 juta buruh berada di lokasi yang sama, karena jumlah itu merupakan akumulasi dari seluruh buruh yang terlibat dalam aksi mogok di puluhan provinsi dan ribuan perusahaan,” kata Kahar kepada Asumsi.co, Selasa (23/11/2021).

Mereka menyebut stop produksi ini terpaksa diambil, padahal mereka sendiri sejak pandemi COVID-19 atau ditetapkannya pembatasan aktivitas para pekerja, sebenarnya masih banyak buruh atau perusahaan yang beroperasi. Terutama, pabrik-pabrik manufaktur bisa ratusan atau ribuan massa nya dan tetap beroperasi.

Masalah Utama

KSPI menilai PP 36/2021 menjadi biang keladi rendahnya kenaikan UMP. PP 36/2021 mencatat adanya batas atas dan bawah yang artinya UMP yang sudah melampaui batas atas tidak mengalami kenaikkan. Hal ini menjadikan angka kenaikan UMP yang ditetapkan oleh pemerintah disebut tidak berdasarkan satu formula dan sangat merugikan.

“Berdasarkan data yang saya punya, jika memakai simulasi aturan saat ini maka di Jawa Barat terdapat 11 kabupaten yang upahnya tidak akan naik karena UMP di wilayah tersebut sudah melampaui batas atas. Mengingat acuan pada UU Cipta Kerja soal upah berdasarkan inflasi atau pertumbuhan ekonomi, namun di PP 36/2021 dirancang sedemikian rupa. Sehingga kenaikan upahnya berdasarkan rumus tertentu dan memperkecil angka di bawah pertumbuhan ekonomi,” tegas Kahar.

Kahar menilai masalah kedua yang menjadi fokus utama buruh adalah Kemnaker seolah-olah menggunakan pendekatan kekuasaan untuk menekan upah minimum. Pasalnya, Kemnaker telah memberikan surat edaran berisikan sanksi hingga pemecatan apabila kepala daerah tidak menetapkan aturan UMP dari pusat.

“Ini artinya tindakan reduksi yang sebelumnya UMP adalah kewenangan kepala daerah untuk menyesuaikan angka kenaikkan sesuai kondisi di daerahnya. Justru menjadi akses sikap otoritas dari pusat,” jelas Kahar.

Kahar menegaskan apabila pemerintah masih juga belum mendengarkan atau menanggapi aksi ini maka para buruh akan terus mendorong dengan cara yang sama. Mengingat, aturan yang ditetapkan oleh pemerintah dipastikan akan tetap dipakai dalam jangka panjang sebelumnya aturan tersebut dicabut.

Mendengar Aspirasi Kaum Buruh

Kahar menyebut aksi ini untuk mendorong Kemnaker atau pemerintah untuk mendengar aspirasi para buruh. Sebelumnya, setiap mereka membangun aspirasi atau menyampaikan gagasan tidak pernah didengar oleh pemerintah.

“Sejak awal kami mengatakan agar kenaikan upah didasarkan pada batas atas dan bawah dan tidak didasarkan pada PP 36/2021 yang jelas merugikan kaum buruh. Sekarang Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law menjadi acuan dari regulasi yang ada dan sedang diuji materi,” katanya.

Kahar mengungkap aksi mogok kerja nasional ini merupakan bentuk keseriusan bagi mereka agar dilihat dan didengar oleh pemerintah. Selain itu, KSPI juga meminta kenaikan UMP di kisaran 7 hingga 10 persen.

Survei internal yang dilakukan oleh KSPI soal kebutuhan hidup layak (KHL) 2022 menjadi dasar harapan mereka soal angka kenaikan UMP tersebut. Kahar mengacu pada aturan Kemnaker bahwa upah harus berdasarkan kebutuhan hidup dan bukan didasari pada angka atau rumusan yang mengakibatkan di beberapa wilayah tidak mengalami kenaikan.

“Apalagi mengacu pada inflasi saat ini sebut saja di tingkat nasional kisaran 1,66 persen dan di DKI Jakarta tidak lebih dari inflasi. Artinya, buruh akan nombok dan tidak bisa menutup tarif kebutuhan,” ujar Kahar.

Kesalahan Pola Pikir

Secara terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menilai pola pikir yang menilai upah minimum sebagai kesejahteraan buruh itu salah besar. Menurutnya, upah minimum dapat dikenakan ketika mereka bekerja dan tidak mengenal seseorang yang tidak bekerja.

Piter menegaskan kata kunci untuk kesejahteraan buruh harus bekerja terlebih dahulu. Sehingga, upah minimum hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan minimum.

“Upah minimum hanya berlaku untuk pekerja yang masa kerjanya di bawah satu tahun. Karena bersifat upah minimum maka tidak besar dampaknya bagi kesejahteraan buruh. Menurut saya, yang paling berdampak bagi kesejahteraan buruh adalah karier,” tegas Piter kepada Asumsi.co, Rabu (24/11/2021).

Sebagai contoh, apabila upah yang diperoleh satu tahun hanya satu juta maka seharusnya tidak masalah. Menurutnya, hal yang perlu dilihat oleh buruh adalah ketika setelah sepuluh tahun ingin bagaimana dan gaji jadi berapa.

Hal ini sudah tertuang dalam PP 36/2021. Perusahaan juga sudah didesak untuk struktur dan skala upah. Sehingga, hal yang perlu dituntut oleh buruh justru struktur dan skala upah.

Menurutnya, buruh seharusnya menuntut soal struktur dan skala upah apabila mereka ingin bertanya soal apa yang diperoleh setelah bekerja dalam jangka panjang.

“Bukan gaji awal yang dituntut karena hal itu bisa berskala kecil atau besar. Hal yang paling penting, bagaimana ekonomi bisa menyerap angkatan pekerja sebesar-besarnya. Saya mohon maaf, kalau menurut saya para buruh hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak memikirkan mereka yang belum bekerja,” katanya.

Piter mengatakan kalau upah minimum menjadi lebih intensif karena pemenuhan kebutuhan minimumnya terjamin. Selain itu, hal ini juga memberikan skala investasi yang maksimal.

Sehingga, dampak dari upah minimum ini dapat menunjang ekonomi jauh lebih tinggi, menyerap pekerja lebih banyak, dan memberikan pekerjaan lebih luas kepada angkatan pekerja. Menurutnya, dengan kebijakan UMP ini struktur dan skala upah yang lebih baik kedepannya dapat diperoleh oleh para pekerja.


Baca Juga:

Share: Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2021 Jadi Biang Keladi Rendahnya Kenaikan UMP