Isu Terkini

Myanmar Makin Panas, Polisi Tembaki Pengunjuk Rasa

Desika — Asumsi.co

featured image
Unplash.com/Koshu Kunii

Kondisi politik di Myanmar makin memanas. Gelombang protes anti-kudeta di tengah pandemi virus corona terjadi. Massa menentang kudeta militer di Myanmar, mengatakan tidak mau dipimpin oleh kelompok diktator, diwartakan South Morning China Post.

Seruan protes terus terjadi, Sabtu (13/3/2021), menimbulkan gerakan anti-pemerintah militer makin marak. Dalam aksi terbaru, dua orang tewas tadi malam akibat tembakan.

Laporan dari Reuters, dua pengunjuk rasa tewas dalam penembakan polisi di distrik Tharketa, ibu kota komersial Myanmar, Yangon, semalam. DVB News mengatakan polisi menembaki kerumunan yang berkumpul di luar kantor polisi Tharketa.

Massa berkumpul sebagai peringatan gerakan di Myanmar. Juga menuntut polisi membebaskan pengunjuk rasa yang ditangkap. Poster-poster tersebar di media sosial menyerukan massyarakat untuk turun ke jalan, memprotes junta militer. Juga menandai peringatan kematian Phone Maw, yang ditembak dan dibunuh oleh pasukan keamanan pada tahun 1988 di kampus yang sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Rangoon.

Penembakannya memicu protes luas terhadap pemerintah militer yang dikenal sebagai kampanye 8-8-88. Akhirnya, mencapai puncaknya pada bulan Agustus tahun itu. Diperkirakan 3.000 orang tewas ketika tentara menumpas aksi masaa yang disebut sebagai pemberontakan. Saat itu, sosok Aung San Suu Kyi muncul sebagai ikon demokrasi. Dia menjadi tahanan rumah selama hampir dua dekade.

Aung San Suu Kyi dibebaskan pada 2008 ketika militer memulai reformasi demokrasi dan Liga Nasional untuk Demokrasi memenangkan pemilu pada 2015 dan November tahun lalu.

Sayangnya, pada Februari 2021, pemerintahannya digulingkan oleh militer.

Dalam kudeta militer itu, Aung Sang Suu Kyi dan rekan-rekannya banyak ditahan.

Hingga saat ini, lebih dari 70 orang telah tewas. Masyarakat berharap kondisi kelam Myanmar saat itu tak terulang lagi. 

Sementara itu, Amerika Serikat melakukan pertemuan virtual dengan pemimpin India, Jepang dan Australia 12 Maret 2021. Momen ini menjadi pertemuan puncak resmi pertama dari kelompok yang dikenal sebagai Quad, sebagai bagian dari dorongan untuk menunjukkan komitmen Amerika Serikat dan negara sahabat terhadap keamanan regional.

“Sebagai pendukung lama Myanmar dan rakyatnya, kami menekankan kebutuhan mendesak untuk memulihkan demokrasi dan prioritas penguatan ketahanan demokrasi,” kata keempat pemimpin itu dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh Gedung Putih.

Share: Myanmar Makin Panas, Polisi Tembaki Pengunjuk Rasa