Isu Terkini

Liliyana Natsir dan Hutang Budi Indonesia padanya

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Liliyana Natsir akhirnya sampai di penghujung kariernya dan benar-benar memutuskan gantung raket dari dunia bulutangkis yang telah membesarkan namanya itu. Butet, sapaan akrabnya, pensiun usai laga final Indonesia Masters 2019 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu, 27 Januari 2019. Ia mundur setelah berkarier selama kurang lebih 24 tahun di dunia bulutangkis.

Sebenarnya keputusan untuk pensiun dari dunia bulutangkis sendiri sudah lama direncanakan Butet. Bahkan, usai meraih medali emas di ajang Olimpiade Rio de Janeiro 2016 lalu, Butet sudah memikirkan untuk gantung raket karena faktor usia. Namun, rencananya itu selalu ditahan oleh pasangannya di sektor ganda campuran, Tontowi Ahmad.

Owi selalu membujuk Butet untuk menunda pensiunnya terutama sejak keduanya juara Olimpiade. Setelah mempertimbangkan banyak hal termasuk obrolan dengan pelatih dan memastikan fisiknya masih prima, Butet pun melanjutkan kiprahnya bersama Owi. Hasrat kuat untuk pensiun akhirnya muncul dari benak Butet usai menjuarai turnamen Indonesia Open 2018 di Istora Senayan.

Niat Pensiun Butet yang Selalu Ditunda

Namun, setelah meraih gelar juara Indonesia Open 2018 di Istora Senayan, niat pensiun Butet pun urung diwujudkan. Lagi-lagi banyak desakan muncul agar Butet menunda rencana pensiunnya, minimal sampai perhelatan Asian Games 2018. Owi selalu jadi sosok yang mengharapkan Butet berubah pikiran soal pensiun.

“Memang rencananya seperti itu. Sebenarnya setelah Olimpiade 2016 Rio itu menjadi goal-nya. Tapi, setelah berbincang dengan orang tua, pelatih, juga Tontowi Ahmad akhirnya tambah lagi dua tahun karena masih ada Asian Games. Kami ingin melengkapi gelar kami,” kata Butet saat acara pemberian penghargaan kepada atlet dan pelatih juara Indonesia Open 2018 di Indonesia Galeri Kaya, Grand Indonesia, Rabu, 11 Juli 2018.

“Nah, sekarang sudah 2018 saya pikir ini sudah waktunya setelah Asian Games. Saya kira mau tahun ini atau tahun depan cepat atau lambat pasti akan pensiun juga,” ujarnya.

Bahkan, banyak juga yang berharap Butet menunda masa pensiunnya dan melanjutkan kiprahnya hingga tampil di Olimpiade 2020 mendatang. Namun, hari bersejarah itu pun datang pada Minggu, 27 Januari 2019, di mana Butet akhirnya benar-benar meninggalkan dunia bulutangkis sebagai pemain profesional.

Sebelum final Indonesia Masters 2019 digelar pada Minggu, 27 Januari 2019, pesta perpisahan pun digelar untuk Butet. Ia didampingi sang ibu Olla Maramis dan ayah Beno Natsir, serta hadir juga pada acara tersebut pemilik PB Djarum Kudus, Victor Hartono. Butet naik ke panggung di hadapan Menpora Imam Nahrawi dan Ketua Umum PP PBSI Wiranto.

Air mata pun sulit dibendung Butet saat berpamitan di hadapan awak media dan suporter di Istora, Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta. “Hari ini momen yang sangat berat buat saya. Sepanjang 24 tahun saya berkarier di bulutangkis. Saya merasakan suka dan duka, tangis dan tawa,” kata Liliyana sambil menyeka air mata.

“Dan hari ini, Minggu, 27 Januari 2019, saya menyatakan untuk pensiun menjadi atlet profesional bulutangkis. Saya tak akan bisa menjadi atlet bulutangkis tanpa dukungan mereka, bulutangkis sudah membesarkan nama saya, dan saya bisa memberikan nama baik untuk bangsa dan negara saya,” ucapnya.

Ucapan perpisahan pun mengalir deras dari para pecinta bulutangkis di Indonesia. Media sosial dibanjiri ucapan terima kasih untuk Butet baik itu dari suporter, sesama pemain, legenda hidup, publik figur. Foto-foto dan momen kejayaan Butet selama ini pun dimunculkan kembali, bahkan tagar #ThankYouButet menggema di jagat Twitter. Begitu cintanya orang-orang terhadap sosok Butet.

Dengan pensiunnya Butet, Indonesia tentu sangat berhutang budi terhadap sosok kelahiran Manado, Sulawesi Utara pada 9 September 1985 itu. Hutang budi apa? Hutang budi atas prestasinya yang telah membawa nama Indonesia harum di kancah dunia serta hutang budi terhadap figurnya yang selama ini berhasil menjadi inspirasi dan membawa energi besar bagi persatuan dalam perbedaan pada masyarakat Indonesia yang majemuk.

Bawa Harum Nama Indonesia di Olimpiade Rio 2016

Butet menyudahi kariernya sebagai pebulutangkis dengan sederet prestasi mentereng untuk Indonesia selama dua dekade terakhir. Catatan prestasinya itu di antaranya satu medali emas Olimpiade, empat kali juara dunia, tiga kali juara All England, dan sederet gelar bergengsi lainnya di level super series BWF.

Dalam perjalanannya, Butet sendiri sudah berjuang untuk jadi atlet bulutangkis sejak kecil. Ia memutuskan untuk merantau ke Jakarta sejak usia 12 tahun hingga akhirnya bisa masuk pelatnas lima tahun kemudian atau pada tahun 2002. Lalu, ia berhasil jadi juara dunia di tahun 2005 saat usianya baru akan genap 20 tahun.

Setelah meraih medali perak Olimpiade dan dua gelar juara dunia bersama Nova Widianto, Butet mulai berpasangan dengan Tontowi Ahmad pada pertengahan 2010. Meski gagal meraih medali di ajang Olimpiade 2012, Butet bersama Owi akhirnya berhasil meraih sederet gelar juara seperti medali emas Olimpiade Rio 2016, dua gelar juara dunia masing-masing di Guangzhou 2013 dan Glasgow 2017, serta tiga gelar All England 2012, 2013, 2014.

Tak hanya itu saja, selain gelar-gelar tersebut, Butet juga meraih banyak gelar super series BWF, baik bersama Nova maupun Tontowi. Dengan sederet gelar tersebut, Butet dianggap sebagai salah satu pebulutangkis terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Ia bahkan memegang rekor sebagai pebulutangkis Indonesia dengan gelar juara dunia terbanyak yakni empat gelar juara masing-masing 2005,2007 bersama Nova dan 2013, 2017 bersama Tontowi.

Selain itu Butet juga merupakan atlet Indonesia dengan raihan medali Olimpiade terbaik yakni satu medali emas dan satu medali perak di sepanjang kariernya. Butet meraih banyak prestasi di dunia tepok bulu ini dengan sebagian di antaranya gelar bergengsi seperti Kejuaraan Dunia hingga medali emas Olimpiade. Hanya medali emas Asian Games saja yang tak pernah dimiliki Butet selama bermain.

Dari sekian banyak gelar, tampaknya medali emas Olimpiade Rio 2016 menjadi salah satu gelar yang sangat spesial bagi Butet. Gelar juara tersebut merupakan puncak pencapaian prestasi tertinggi bagi Butet selama kariernya. Lebih istimewa lagi, medali emas tersebut diraih bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Indonesia ke -71.

Saat itu, Owi/Butet menyabet medali emas Olimpiade Rio 2016 setelah mengalahkan pasangan ganda campuran Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying, pada partai final bulutangkis yang berlangsung 17 Agustus 2016. Owi/Butet menang dua set langsung dengan skor 21-14, 21-12.

“Saya lega, bangga, senang. Karena Indonesia biasanya tradisi emas, tapi di Olimpiade London 2012 kami berutang bawa medali. Sekarang langsung kami bayar utangnya. Senang sekali,” kata Liliyana kala itu.

“Saya tidak bisa berkata-kata. Luar biasa rasanya. Ini saya persembahkan untuk hari kemerdekaan Republik Indonesia,” ujar Tontowi.

Rasanya tak ada kebahagiaan tertinggi selain bisa mengharumkan bangsa dan negara dengan mengibarkan bendera Merah Putih di kancah dunia lewat prestasi gemilang, tepat di hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia pula. Hal itulah yang berhasil dilakukan Butet dan juga Owi.

Butet Bersama Owi Satukan Perbedaan

Butet dan Owi merupakan padu padan yang menggambarkan Indonesia. Pasangan ganda campuran bulutangkis yang menginspirasi masyarakat di tanah air, tak hanya karena prestasi saja, tapi juga lewat tindak tanduk, ekspresi, dan langkah keduanya di atas lapangan. Butet dan Owi menggambarkan persatuan dalam perbedaan.

Di saat kondisi Indonesia sedang tak kondusif lantaran berbagai perbedaan, Butet dan Owi selalu muncul sebagai penyegar dan seperti oase di padang gersang. Ketika banyak perpecahan karena perbedaan di tanah air, Butet dan Owi selalu hadir sebagai penenang. Butet dan Owi benar-benar gambaran nyata dari Bhinneka Tunggal Ika.

Coba saja kita tengok kembali betapa indahnya perbedaan yang muncul dari Butet dan Owi. Saat memastikan diri jadi juara French Open Super Series 2017 usai mengalahkan Zheng Siwei/Chen Qingchen, dengan skor 22-20, 21-15, Minggu, 29 Oktober 2017, Butet dan Owi langsung mengucapkan syukur di lapangan. Jika Owi langsung melakukan sujud syukur di atas lapangan, beda halnya dengan Butet yang bersyukur dengan membuat tanda salib.

Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir bersuykur atas keberhasilan menjuarai French Open Super Series 2017, Minggu, 29 Oktober 2017.

Momen tersebut sebenarnya tak cuma sekali itu saja terjadi. Keduanya bahkan selalu melakukan selebrasi yang sama dengan mengucap syukur dengan cara berbeda ketika berhasil memenangkan pertandingan. Menghargai perbedaan itu tentu sangat mahal nilainya. Butet dan Owi melakukan hal itu dengan ketulusan hingga menginspirasi masyarakat di Indonesia.

Tak hanya itu saja, momen yang kurang lebih sama juga pernah terlihat saat Butet dan Owi tampil di Indonesia Open 2017 di Istora, Senayan, Jakarta. Seseorang menjepret momen di mana Owi sedang melaksanakan salat maghrib jelang berbuka puasa, sedangkan Butet tengah menyaksikan video pertemuan lamanya dengan calon lawannya saat itu.

Saat momen itu berlangsung pada 18 Juni 2017, keduanya sedang menanti pertandingan final melawan pasangan China, Zheng Siwei/Chen Qingchen. Setelah itu, Butet dan Owi pun berhasil meraih gelar juara Indonesia Open 2017 di hadapan pendukung sendiri. Dalam sekejap, foto Butet dan Owi jelang laga final itu pun viral. Selebihnya adalah sejarah.

(function(d, s, id) { var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0]; if (d.getElementById(id)) return; js = d.createElement(s); js.id = id; js.src = ‘https://connect.facebook.net/en_US/sdk.js#xfbml=1&version=v3.2’; fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs); }(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

Partai final tunggal putri turnamen bulutangkis superseries Indonesia Open 2017 sedang berlangsung di Jakarta Convention…Posted by Tomi Lebang on Sunday, June 18, 2017

Share: Liliyana Natsir dan Hutang Budi Indonesia padanya