Isu Terkini

Komnas Perempuan: Amnesti untuk Baiq Nuril

Aurelia Vizal — Asumsi.co

featured image

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan sikap tentang kasus Baiq Nuril. Melalui konferensi pers hari ini (8/7), Wakil Pimpinan Komnas Perempuan Budi Wahyuni mengaku kecewa terhadap keputusan Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) atas kasus Baiq Nuril. Akibat putusan MA, Baiq Nuril harus menjalani vonis hukuman penjara selama 6 bulan dan denda Rp500 juta.

Kasus ini bermula pada 2012, ketika Nuril merekam pelecehan seksual yang dilakukan oleh Kepala SMAN 7 Mataram terhadap dirinya. Alih-alih mendapat senjata untuk membela diri, guru honorer tersebut malah harus berhadapan dengan hukum atas dasar dugaan pelanggaran UU ITE.

Meski Pengadilan Negeri Mataram memutuskan ia tak bersalah, jaksa penuntut umum mengajukan kasasi dan menang di Pengadilan Tinggi. Keberatan dengan putusan hakim, Nuril mengajukan PK yang malah membawa masalah baru bagi dirinya.

Peran Perma 3/2017 dan Aparat Penegak Hukum

Budi mempertanyakan penerapan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. “Perma 3 tahun 2017 adalah sebuah langkah maju dalam sistem hukum di Indonesia dalam mengenali hambatan akses perempuan pada keadilan,” tuturnya.

Kembali ke 2017, Perma 3 terbit berkat desakan lembaga kajian dan penelitian Masyrakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia. MA dihujani pujian dari berbagai pihak setelah menerbitkan aturan tersebut, sebab ia dianggap sebagai langkah afirmasi dalam menciptakan kesetaraan semua warga negara di mata hukum.

Dalam kesempatan siang tadi, Komnas Perempuan juga menyesalkan tindakan Polri, khususnya Polda NTB. Diketahui bahwa Polda NTB menghentikan penyidikan kasus pelecehan seksual yang menimpa Nuril dengan dasar tak ada “kejadian fisik.” Padahal, Budi melanjutkan, kejahatan itu mencakup pelecehan verbal.

Desakan Komnas Perempuan kepada Pemerintah

Setidaknya ada lima desakan yang ditujukan Komnas Perempuan. Pertama, untuk anggota DPR RI dan pemerintah supaya sesegera mungkin mengesahkan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). “RUU ini dapat menghentikan kriminalisasi korban,” kata Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherawati yang ditemui Asumsi setelah konferensi pers.

Kedua, Komnas Perempuan meminta supaya hakim pengawas MA mengoptimalkan fungsi pengawasan atas pelaksanaan Perma 3/2017. Ketiga, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan dinas setempat juga diminta untuk mengupayakan pemulihan dan pendampingan terhadap keluarga Nuril.

Keempat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud) turut diminta menerapkan zero tolerance terhadap kekerasan seksual, termasuk di lingkup Kemendikbud. “Dan merekomendasikan para pendidik meningkatkan edukasi pencegahan kekerasan seksual,” tambah Budi.

Terakhir, Presiden RI diminta memberikan amnesti kepada Nuril sebagai langkah khusus sementara atas keterbatasan sistem hukum pidana dalam melindungi warga negara korban tindak kekerasan seksual. “Sebagaimana prinsip afirmasi yang dimungkinkan dalam konstitusi dan prinsip due diligence yang ada dalam konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW), yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1984,” kata Budi.

Share: Komnas Perempuan: Amnesti untuk Baiq Nuril