Isu Terkini

Demokrasi dan Kotak Suara

Kiki Esa Perdana — Asumsi.co

featured image

Seorang kawan yang bekerja sebagai aparat kepolisian, bertugas menjaga kotak suara tahun ini bercerita, bahwa kotak suara dan lembar surat suara memang diamankan secara maksimal dalam setiap momentum pemilihan umum. Dia menjelaskan, pengamanan ini tidak hanya dilakukan oleh pihak petugas KPU dan aparat kepolisian, namun juga banyak unsur lainnya termasuk petugas kecamatan, satpol PP, hansip, sampai terkadang hadir keamanan dari pihak tentara. Tidak lepas juga peran serta para pengawas pemilu dengan latar belakang yang beragam di masyarakat, yang bertugas untuk mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilu mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga desa/kelurahan yang dibuka secara umum untuk publik.

Diambil dari beberapa sumber, ternyata pihak kepolisian memiliki 10 variabel untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pilkada serempak, yang mana membuat pengawasan keamanan pelaksanaan nya semakin tertib, mulai dari sisi profesionalitas penyelenggara pemilu, konflik kepengurusan/ internal parpol, calon petahana, profesionalisme panwas, kondisi geografis, potensi konflik pasangan calon (paslon), sejarah konflik, hingga ke karakteristik masyarakat, gangguan kamtibmas dan profesional pengamanan, semua dikontrol dengan maksimal. Pedoman pengamanan ini memang diperlukan, mengingat dinamika politik di Indonesia yang sangat beragam dan sangat pentingnya pilkada seremtak untuk masyarakat seluruh Indonesia.

Seperti diketahui, logistik pemilu yang meliputi kertas suara, alat peraga dan alat pencoblosan ini semua dikirim ke 171 daerah yang mengikuti Pilkada serentak 2018, yang terdiri dari ada 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten. Sedangkan jika membicarakan penggunaan dana, sesuai dengan informasi resmi yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di portal resminya www.kpu.go.id, Tangerang (Provinsi Banten) adalah daerah pemilihan dengan anggaran pengeluaran terbanyak dengan angka mencapai 100 milyar. Di posisi selanjutya ada Bogor, Puncak Papua, Mimika Papua dan Deli Serdang. Sedangkan untuk tingkat provinsi, anggaran terbanyak dipegang oleh Jawa tengah, dengan kisaran angka sekitar 1 triliun, lalu disusul oleh Sumatra Utara, Papua, Jawa Timur dan Jawa Barat.

Kembali ke kertas suara, kertas suara memang sangat penting hingga tingkat pengamanan yang dibutuhkan tidak hanya dari faktor eksternal dalam hal pengamanan yang melibatkan sumber daya manusia, tetapi juga faktor internal, yang melibatkan sisi teknologi. Contohnya, pada surat suara pemilihan di beberapa lokasi, menurut beberapa sumber yang diambil, kertas suara dilengkapi oleh tanda pengamanan khusus berupa mikroteks dengan huruf tenggelam. Hal ini dilakukan untuk membedakan surat suara asli dengan yang palsu, yang dapat dideteksi langsung oleh KPU. Sebagai informasi, kertas suara ini dicetak oleh PT Aksara Grafika Pratama (AGP), yang harus mencetak sebanyak 15,4 juta lembar surat suara untuk proses pemilihan kepala daerah serentak 2018.

Setelah mendapat informasi mengenai tahapan proses Pemilu dan finansial, pola pikir saya mengatakan bahwa harga sebuah proses demokrasi memang terbukti rumit dan sangat mahal, sebagai contoh untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) pada beberapa daerah pada tahun 2015 menghabiskan biaya Rp 6,7 triliun, dan ongkos tahun ini, dilihat dari berbagai sumber, diperkirakan mampu mencapai kisaran Rp.15 triliun. Hal ini belum termasuk biaya yang dikeluarkan oleh partai politik dalam hal kompetisi demokrasi yang dilakukan saat kampanye.

Tetapi inilah ongkos yang harus dibayarkan apabila memang kita hendak mencapai suatu negara yang besar dan maju, kita harus percaya bahwa pemilu merupakan sarana yang tepat untuk penunjang dalam mewujudkan sistem ketatanegaraan secara demokratis. Pemilu juga dimaksudkan agar masyarakat di setiap daerah di Indonesia mampu secara langsung untuk menentukan siapa yang dipercaya oleh mereka untuk memegang amanat sebagai pemimpinnya di daerah tempatnya tersebut. Selamat memilih!

***

Share: Demokrasi dan Kotak Suara