Isu Terkini

‘Whistle Blowing System’ di Bengkulu dan Perlunya Jaminan Kesalamatan Sang Pelapor

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Deretan kasus korupsi di Indonesia tak pernah kunjung usai, begitu juga di Bengkulu. Beberapa hari lalu bahkan sempat ada kabar mengenai 14 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diberhentikan oleh Pemkab setempat karena terlibat kasus tindak pidana korupsi.

Namun, setidaknya saat ini Pemerintah Provinsi Bengkulu punya iktikad baik dengan menerbitkan Peraturan Gubernur No. 49 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penanganan Pelaporan Pelanggaran Dugaan Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui Whistle Blowing System. Di mana sistem itu akan mengatur proses pengaduan/pemberian informasi yang disampaikan baik secara langsung maupun tidak langsung (online) terkait tindak pidana korupsi di daerah.

Perlu diketahui, whistle blower sendiri adalah julukan bagi seseorang yang secara berani melaporkan adanya kecurangan yang dilakukan oleh perusahaannya, atau orang-orang yang ada di sekitarnya seperti atasan ataupun bos.

Asisten III Bidang Administrasi Umum Setda Provinsi Bengkulu Gotri Suyanto sendiri bilang kalau kehadiran Whistle Blowing System sebenarnya akan membantu pemerintah dalam menindak korupsi. Mereka yang ingin ingin memberikan laporannya bisa melalui sistem atau pun mendatangi Kantor Inspektorat secara langsung.

“Lewat sistem pelaporan ini, semua elemen masyarakat dapat melaporkan segala tindak pidana korupsi yang terjadi di pemerintah daerah,” ujar Gotri saat membuka sosialisasi Whistle Blowing System di Aula Nala Seaside, Senin, 29 Oktober 2018.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Inspektorat Provinsi Bengkulu Massa Siahaan juga mengatakan bahwa aplikasi sistem program yang dibuat Pemprov Bengkulu sebenarnya sudah berjalan di beberapa instansi pemerintah dalam beberapa waktu terakhir, namun sebelumnya belum pernah diadakan sosialisasi.

“Jika selama ini yang kami tindak dari laporan langsung, di sini kami sosialisasikan bentuk pelaporan melalui aplikasi sistem agar lebih memudahkan,” tegas Massa Siahaan.

Nantinya, jika ada laporan, maka Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) akan menginvestigasi. Kemudian bila terbukti benar adanya pelanggaran, maka APIP akan meminta agar terdakwa korupsi mengembalikan kerugian negara. Untuk kerugian di bawah Rp 1 miliar, kasus korupsi akan ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum (APH), dan kerugian di atas Rp 1 miliar maka kasus tersebut akan ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Whistleblowing dan Kondisinya di Indonesia

Peran seorang whistle-blower sebenarnya sangat dibutuhkan. Merekalah yang menjadi awal mula terbentuknya kekuatan penegakkan hukum yang berlaku, sebab berani membocorkan suatu praktik illegal ataupun tidak bermoral.

Tapi bukan berarti menjadi whiste-blower tak membawa resiko. Beragam ancaman tentunya akan menghantui mereka yang berani-beraninya membocorkan data perusahaan, bahkan tak jarang intimidasi juga dirasakan hingga ke pihak keluarga.

Hal ini bisa kita lihat dari kesaksian Metta Dharmasaputra, wartawan Tempo yang mengawal kasus penggelapan pajak yang terjadi di Asian Agri Group dalam bukunya berjudul Saksi Kunci. Kepada Metta, mantan karyawan bagian keuangan Asian Agri Group Vincentius Amin Sutanto mengaku kerap mendapatkan ancaman pembunuhan. Tak tanggung-tanggung, ancaman itu bahkan ia ketahui dari keluarganya sendiri.

“Yang lebih dirisaukannya adalah keselamatan keluarganya. Alasan itu pula yang membuat ia meminta istri dan tiga anaknya tidak membesuknya dulu,” demikian cerita dalam buku Saksi Kunci yang sebelumnya juga pernah dimuat dalam Majalah Tempo, 2 September 2007.

Selain itu, kita juga bisa melihat kejadian whistle-blower yang justru mendapatkan intimidasi dari hakim di pengadilan pada kasus “Papa Minta Saham”. Dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Sudirman Said sang pelapor justru dicecar berbagai pertanyaan sehingga membuatnya merasa seperti terdakwa.

“Saya ingin memuliakan Dewan. Enggak ada maksud apa pun untuk menyerang siapa pun. Seharusnya, pengadu dimuliakan, bukan (justru dianggap) sebagai orang yang bersalah,” kata Sudirman dalam sidang MKD di Kompleks Parlemen, Rabu, 2 Desember 2015.

Kembali lagi dengan peran whistle-blower yang sangat berpengaruh dalam pengungkapan kecurangan, beberapa instasi seperti KPK, dan juga Otoritas Jasa Keuangan kerap kali mengkampanyekan agar para masyarakat tak takut lagi menjadi pelapor. Tapi, tentunya Whistle Blowing System perlu benar-benar memastikan keamanan data diri para whistle-blower.

Share: ‘Whistle Blowing System’ di Bengkulu dan Perlunya Jaminan Kesalamatan Sang Pelapor