Isu Terkini

Cerita di Balik Viralnya ‘Ya Lal Wathon’, Lagu Pesantren yang Kini Ramai Dibicarakan Orang

Kiki Esa Perdana — Asumsi.co

featured image

Sekelompok jemaah umrah asal Indonesia menyanyikan sebuah lagu dalam bahasa Arab saat sedang menjalani ibadah sa’i di Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi, beberapa waktu lalu. Momen yang direkam kamera itu viral di media sosial dan menjadi pembahasan di media massa.

Ratusan jamaah Gerakan Pemuda (GP) Ansor—organisasi kepemudaan yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama—ini menyanyikan lagu Ya Laal Wathan, sebuah lagu ciptaan KH Abdul Wahab Hasbullah. Muncullah beragam komentar juga perdebatan mengenai boleh atau tidaknya menyanyikan lagu tersebut saat sedang melaksanakan sa’i.

Menurut Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU), sebuah lembaga otonom NU pembahas masalah masyarakat, mengumandangkan lagu yang berjudul asli Syubbaanul Wathan ini saat pelaksanaan sa’i adalah sebuah kebaikan dengan syarat tidak disuarakan dengan arogan hingga mengganggu yang lain, karena cinta Tanah Air adalah kewajiban setiap muslimin. Namun selain itu muncul juga komentar lain mengenai mengumandangkan lagu mars tersebut saat sa’i, mulai dari sesat, tidak ada adab, bahkan haram.

Lagu Syubbaanul Wathan diciptakan KH Abdul Wahab pada 1934 lalu. Namun belakangan, lagu ini mendadak cukup terkenal di kalangan masyarakat Indonesia.

Sebelumnya, konduktor dan komposer kenamaan Tanah Air, Addie MS, mencuit di akun media sosial pribadinya, bahwa ia terobsesi untuk mengaransemen ulang lagu Syubbaanul Wathan dengan puluhan musisi orkestra dan penyanyi paduan suara.

Obsesiku adalah mengaransemen Mars Yalal Wathon agar lbh bergelora. Tapi belum ada dana utk bayar puluhan musisi orkestra & penyanyi paduan suara beserta studio dan engineernya.— ADDIE MS (@addiems) February 4, 2018

Pendukung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang berbasis Islam pun sempat menyanyikan mars Syubbaanul Wathan saat penarikan nomor peserta pemilihan umum (Pemilu) 2019 di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU RI), Jakarta Pusat, pada 13 Februari lalu.

Lagu yang sudah dijadikan lagu perjuangan nasional pada 2016 oleh Kementerian Sosial ini sebenarnya sudah sering dinyanyikan dalam berbagai kegiatan di lingkungan pesantren sejak lama. Menurut situs Nahdlatul Ulama (NU), Kiai Maimoen Zubair meriwayatkan bahwa ketika beliau mondok di Tambak Beras dan belajar di sekolah, Syubbaanul Wathan di sana dan di beberapa pesantren, setiap hari sebelum masuk kelas murid-murid diwajibkan menyanyikan lagu ini.

Menangkap semangat berkebangsaan tersebut, Ketua Umum GP Ansor Yaqut C. Qoumas kemudian sowan kepada Kiai Maimoen di Sarang, Rembang, Jawa Tengah, untuk meminta ijazah atau memohon izin atas lagu tersebut. Sejak saat itu lagu Syubbaanul Wathan banyak dikumandangkan di banyak acara besar dan semakin dikenal.

Bagi Lia Paramitha, salah satu penggiat senior di kajian Islam Nusantara Center, saat dihubungi Asumsi, pada 26 Februari lalu, lagu Syubbaanul Wathan merupakan bentuk perjuangan cinta Tanah Air yang juga merupakan bentuk ibadah dan keimanan.

“Dulu setiap anak santri mau belajar di pesantren, selalu dimulai dengan menyanyikan lagu ini sehingga kecintaan pada Tanah Air telah tertanam bagi para santri,” kata Lia.

Dalam diri seorang santri di Indonesia tidak diajarkan nasionalisme ala Barat, namun semangat kebangsaan yang berakar dari rasa cinta Tanah Air, tempat menjalankan Islam dengan nyaman.

Lia berkomentar bahwa Syubbaanul Wathan marak dinyanyikan lagi karena konteks dunia saat ini sedang dihantui penghancuran sebuah bangsa dengan berbagai dalih peperangan proxi. Lagu Syubbaanul Wathan, kata Lia, memiliki energi besar, mengajak semua orang sadar akan pentingnya bela negara.

Lagu ini juga bagian dari dzikir karena mengajak dan memperteguh keimanan seseorang. “Saat ini, ketika berbagai ancaman bangsa datang dari berbagai arah, santri pun berada di garda depan membela NKRI,” katanya.

Di luar berbagai macam perdebatan, secara musikal, lirik “Pusaka hati wahai tanah airku, cintaku dalam imanku, jangan halangkan nasibmu, bangkitlah hai bangsaku.. Indonesia negriku, engkau panji martabatku, siapa datang mengancammu, kan binasa di bawah durimu..”, memang cukup membakar semangat banyak orang saat menyanyikannya.

Lirik lagu yang berbahasa Arab dan bahasa Indonesia ini memang tumbuh dari semangat ajakan kecintaan terhadap Tanah Air, yang mana bagi banyak para santri, cinta Tanah Air juga merupakan bentuk ibadah dan keimanan pada Allah SWT.

Dengan melihat semangat dan arti di balik lagu tersebut, maka tidak aneh jika kita bisa melihat lagu Syubbaanul Wathan juga dinyanyikan oleh paduan suara gereja, tercatat menurut berita yang dilansir sebuah media online, kegiatan menyambut Uskup Keuskupan Agung Jakarta di halaman Gereja Santa Odilia, Tangerang, merupakan salah satu acara kegiatan yang juga sekaligus apel kebangsaan yang digelar di gereja sambil menyanyikan lagu Syubbaanul Wathan.

Lirik lagu Syubbaanul Wathan yang bertuliskan rasa cinta pada Tanah Air ini akhirnya bisa menjadi energi penyemangat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Lagu ini pada akhirnya bukan hanya milik Nahdlatul Ulama atau umat islam, tetapi milik bangsa Indonesia.

Kiki Esa Perdana adalah dosen ilmu komunikasi. Ia sangat antusias dengan isu komunikasi politik dan budaya.

Share: Cerita di Balik Viralnya ‘Ya Lal Wathon’, Lagu Pesantren yang Kini Ramai Dibicarakan Orang