Isu Terkini

Viral Warga Bali Diusir dari Pantai Sanur, Memangnya Pantai Boleh Diprivatisasi?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image
Foto: Unsplash

Seorang warga lokal Bali bernama Mirah Sugandhi mengaku diusir oleh staf keamanan lantaran duduk dan bermain dengan anaknya di pantai belakang Hotel Puri Santrian Sanur, Denpasar. Mirah yang kesal dan kecewa, kemudian mengunggah aksi pengusiran itu di media sosial hingga akhirnya viral. Apakah pantai boleh diprivatisasi sehingga warga dilarang bermain di sana?

Dalam unggahan di akun Instagramnya @mirahsugandhi, Selasa (23/3/21), Mirah menceritakan kronologi pengusiran yang ia alami ketika sedang duduk bersama anaknya sambil bermain pasir di bibir pantai. Ia pun mempertanyakan soal privatisasi pantai yang dilakukan hotel tersebut.

“Pantai ini kan milik publik. Ini pantai luas banget. Aku baru tahu kalo hotel bisa punya pantai. Aku masih syok dan kenapa aku diusir,” kata Mirah di akun Instagramnya.

Apa Kata Pihak Hotel?

Pihak hotel akhirnya memberi klarifikasi terkait peristiwa pengusiran tersebut. Mengutip dari Tribun Bali, owner Puri Santrian yang juga Ketua Yayasan Pembangunan Sanur (YPS), IB Gede Sidartha Putra mengatakan kejadian itu merupakan miskomunikasi.

Sidartha mengatakan bahwa di Sanur tidak ada yang namanya private beach. “Semua beach milik publik, sehingga kegiatan masyarakat berwisata, mencari ikan, upacara adat, tidak boleh ada pelarangan dari hotel,” kata Sidartha.

Sidartha menyebut Santrian sudah beroperasi selama 50 tahun dan menurutnya ini merupakan kasus pertama.

“Ini kasus pertama dan menjadi pembelajaran buat semua pihak termasuk kami, bagaimana men-training staf kami, walaupun niatannya baik, namun penyampaiannya harus tepat sehingga tidak terjadi miskomunikasi seperti ini.”

“Saya pikir ini miskomunikasi dan kami tidak pernah melarang masyarakat, apalagi masyarakat Sanur. Jadi sebelum menjawab di sosial media, sebelum dibawa ke ranah politik, kami clear-kan dengan ibu itu dan Bu Mirah sudah hadir dengan suami dan anaknya mencari titik temu yang baik.”

Tak Ada Private Beach

Lalu, soal iklan promosi hotel yang mencantumkan private beach, Sidartha mengatakan bahwa itu bagian dari trik marketing. Tapi, ia menegaskan bahwa sebenarnya tak ada sama sekali private beach di lokasi hotelnya.

“Ada trik marketing yang dilakukan e-commerce dan ini sudah baku, kalau dia nempel dengan pantai, diberikan jualannya seperti private beach, tapi bukan kepemilikan yang privat, tapi akses masuk itu yang privat,” katanya.

“Kalau berada di sekitar jalan masuk ada beach side, ada di sebelah pantai artinya, jadi customer dan travel agent sebenarnya sudah tahu, kalau cukup jauh 300 atau 500 meter istilahnya walking distance to the beach.

“Jadi istilah ini bukan mengkonfirmasi kepemilikan atau penguasaan pantai, tapi tentang jarak antara pantai atau sungai kalau di Ubud. Jadi tamu sudah punya bayangan bagaimana kondisinya,” katanya.

Peristiwa serupa sebelumnya pernah terjadi juga di Desa Temukus, Banjar, Buleleng, Bali, Minggu (21/7/19) lalu. Saat itu, seorang turis mancanegara mengusir bapak bernama Gede Arya Adnyana dan anaknya yang merupakan warga lokal saat bermain di pantai yang berlokasi di depan vilanya.

Arya dan anaknya diusir lantaran disebut memasuki wilayah pribadi yang diklaim merupakan bagian dari vila yang disewa oleh turis tersebut. Cekcok pun tak terhindarkan, Arya tak terima pantai itu diprivatisasi.

“Saya bilang, ‘Kamu menyewa vila, silakan, ini pantai milik negara,’ kami keras, hampir baku hantam, saya bawa anak akhirnya kita berdebat ayo kita ke kantor desa, dia tidak mau. Silakan bawa orang siapa pun ke sini, saya bawa kelian dusun, kurang-lebih 15 orangan dulu datang. Habis itu dari dalam ada pemuda 1 bawa pisau ditaruh gitu diacungkan cuma sekali, kemudian kelian (perangkat) dusun itu menahan saya, mending cari polisi kalau ada senjata tajam,” kata Arya saat itu.

Apakah Boleh Pantai Diprivatisasi?

Kasus pengusiran warga lokal Bali dari pantai di sana memang tak sekali dua kali terjadi, tapi sering. Lantas, apakah boleh pantai diprivatisasi?

Pakar Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menegaskan bahwa pantai adalah ruang publik, sehingga semua orang boleh mengakses dan beraktivitas di sana. Soal privatisasi pantai, Trubus menyebut ada aturan soal pengelolaan wilayah pesisir pantai.

“Yang ada itu batas sempadan pantai, ada di Perpres Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai,” kata Trubus saat dihubungi Asumsi.co, Kamis (25/3).

Trubus menjelaskan bahwa Perpres tersebut mengatur soal sempadan pantai yang mesti dimiliki seseorang atau perusahaan ketika membuat bangunan di pesisir pantai. Batas sempadan itu, lanjutnya, minimal sepanjang 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

“Itu jaraknya 100 meter artinya untuk menghindari pengusaha-pengusaha hotel yang nakal membangun mendekati bibir pantai.Jadi, kalau pantainya sendiri, mau orang jungkir balik, ya boleh, wong itu ruang publik ya. Nggak ada aturan atau privatisasi segala macam itu.”

Menurut Trubus, kalau ada pihak-pihak yang mengusir warga saat bermain di pantai, itu sudah masuk pelanggaran hukum. Menurutnya, tak ada pembenaran terhadap aksi-aksi pengusiran warga dari pantai tersebut.

“Itu mengganggu hak-hak konstitusional warga, hak atas ruang publik, dan itu juga melanggar HAM. Nggak boleh dong mengusir, alasan apapun tidak boleh, tidak dibenarkan. Namanya barang publik, kecuali memang kalau private goods, itu barang pribadi yang ada sertifikatnya tuh batas-batasnya di mana.”

“Yang kedua itu ada juga public goods, jadi barang publik. Itu pantai termasuk barang publik, sehingga semua orang boleh masuk dan beraktivitas di situ. Cuma ada norma-norma kesusilaan, kesopanan, norma-norma yang harus dihormati dan dijaga.”

Lebih rinci, aturan pemanfaatan fungsi pantai diatur di Perpres No. 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai. Dalam Perpres itut, disebutkan bahwa pantai adalah area publik dan merupakan tanah milik negara, sehingga dilarang untuk dijadikan sebagai area privat atau diprivatisasi.

Perpres Nomor 51 Tahun 2016 merupakan regulasi turunan dari UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang telah diubah ke UU Nomor 1 tahun 2014.

Perpres itu menjelaskan bahwa area pantai disebut sebagai batas sempadan pantai, yakni daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Share: Viral Warga Bali Diusir dari Pantai Sanur, Memangnya Pantai Boleh Diprivatisasi?