Isu Terkini

Akankah Donald Trump Menggugat Hasil Pemilu AS 2020?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Berdasarkan hasil penghitungan suara sementara, calon presiden petahana Amerika Serikat Donald Trump berada di ambang kekalahan, meski apa pun bisa terjadi pada babak akhir.

Berdasarkan informasi terbaru dari Fox News, Kamis (5/11/20) WIB, capres Partai Demokrat Joe Biden unggul. Biden mengantongi 264 suara elektoral, sementara Trump mendapatkan 214 suara. Perlu 270 suara–dari keseluruhan 538–untuk bisa memenangkan pemilu.

Sampai hari ini, masih ada lima negara bagian yang belum menyelesaikan proses penghitungan suara, antara lain Nevada (6 electoral votes), Alaska (3 electoral votes), Georgia (16 electoral votes), North Carolina (15 electoral votes), dan Pennsylvania (20 electoral votes). Dari kelima negara bagian tersebut, Biden unggul sementara di Nevada, sementara Trump unggul di Alaska, Georgia, North Carolina dan Pennsylvania.

Biden hanya butuh mengamankan suara di Nevada untuk menggenapkan 270 electoral votes dan memenangkan Pemilu AS 2020. Trump, di sisi lain, harus memenangkan kelima negara bagian yang tersisa untuk bisa mengalahkan Biden dan melanjutkan periode keduanya sebagai presiden.

Donald Trump Menggugat

Terlepas dari kenyataan bahwa masih banyak suara yang belum dihitung, Trump sempat secara prematur mengklaim kemenangan. Begitu hasil sementara menunjukkan keunggulan Biden, Trump berkomentar:

“Kami bersiap untuk perayaan besar. Kami memenangkan segalanya dan tiba-tiba hal itu dibatalkan. Hasil malam ini sangat fenomenal dan kami bersiap-siap… Maksud saya, secara harfiah kami baru saja siap untuk keluar dan merayakan sesuatu yang sangat indah, yang sangat hebat,” kata Trump dalam pidatonya di Gedung Putih, Rabu (3/11).

“Mereka tahu mereka tidak bisa menang, jadi mereka berkata, ‘Ayo ke pengadilan.’ Apakah saya memprediksi ini? Saya telah mengatakan ini sejak saya mendengar mereka akan mengirimkan puluhan juta surat suara. Mereka mengatakan mereka akan menang, atau jika mereka tidak menang, mereka akan membawa kami ke pengadilan.”

Tanpa memberikan bukti apa pun, Trump melanjutkan pidatonya dengan klaim bahwa telah terjadi “kecurangan” dalam pemilu. “Ini penipuan besar-besaran di negara kita. Kita ingin hukum digunakan secara tepat. Jadi, kita akan pergi ke Mahkamah Agung AS. Kita ingin semua pemungutan suara dihentikan,” katanya.

Trump–lewat tim pemenangannya–akhirnya membuktikan ucapannya dengan mendaftarkan gugatan terkait proses dan hasil Pemilu AS 2020 di Pennsylvania, Michigan, dan Georgia pada Rabu (4/11/2020) sore waktu setempat atau Kamis pagi WIB. Sebelumnya, tim Trump juga telah mendaftarkan gugatan di Nevada.

Isi gugatan yang diajukan pun beragam, seperti permintaan penghentian penghitungan surat suara hingga pemintaan akses lebih luas bagi saksi dan pemantau. Namun, gugatan yang diajukan kubu Trump ini mendapat banyak sorotan, salah satunya dari Justin Levitt, seorang profesor di Loyola Law School di Los Angeles.

“Gugatan tanpa fakta yang dapat dibuktikan yang menunjukkan pelanggaran undang-undang atau konstitusional hanyalah sebuah tweet dengan biaya pengajuan,” kata Justin Levitt, seperti dikutip dari Propublica, Kamis (4/11).

Levitt mengatakan para hakim pada umumnya telah mengabaikan kebisingan Trump di Twitter. “Mereka sebenarnya menuntut fakta dan belum memutuskan klaim kecurangan,” ucapnya.

Yang jadi pertanyaan adalah mengapa Trump mengajukan gugatan di Georgia, yang notabene merupakan wilayah di mana ia unggul sementara hingga Kamis (5/11) sore WIB? Di Georgia sendiri ternyata gugatan diajukan kubu Trump terkait keabsahan surat suara yang dikirim melalui pos.

Dalam hal ini, tim Trump menuding ada surat suara yang tetap dihitung walau telat diterima panitia pemungutan suara (PPS). Di Georgia, surat suara yang dikirim lewat pos harus diterima PPS paling telat pada 3 November 2020 pukul 19.00 atau bersamaan dengan penutupan mayoritas tempat pemungutan suara (TPS).

Tidak hanya mengajukan gugatan, para pendukung Trump juga mendatangi PPS di Michigan dan meminta penghitungan suara dihentikan. Permintaan disampaikan setelah hasil penghitungan suara justru menunjukkan situasi yang berbalik, di mana awalnya Trump unggul, tapi berubah jadi Biden yang menang.

Menurut kubu Trump, ada proses penghitungan suara yang dilakukan tanpa dilihat “pengamat”, dalam hal ini saksi dan pemantau. Namun, berbagai media justru melaporkan bahwa saksi dan pemantau dari berbagai partai dan lembaga ikut menyaksikan penghitungan di Michigan.

Tak berhenti sampai di situ, tim kampanye Trump juga mendesak penghitungan suara di Nevada dan Pennsylvania dihentikan. Kubu Trump menuding pejabat pemilihan di Pennsylvania melarang proses pemantauan penghitungan suara, dan pihak Partai Republik mempertanyakan keabsahan surat suara yang diterima setelah TPS tutup.

Wakil Ketua Tim Pemenangan Trump, Justin Clark, menyebut timnya telah berusaha mengintervensi dalam kasus Pennsylvania di Mahkamah Agung AS, yang menyoroti perihal apakah surat suara yang diterima hingga tiga hari setelah pemilihan dapat dihitung.

“Kami menuntut penghentian sementara penghitungan sampai ada transparansi, dan Partai Republik dapat memastikan semua penghitungan dilakukan secara sah,” kata Clark, dikutip dari AFP, Kamis (5/11).

Adapun di Pennsylvania dan sejumlah negara bagian lain, ada ketentuan surat suara akan tetap dihitung PPS jika dikirimkan pemilih paling lambat 3 November 2020 dan diterima paling telat hingga pertengahan November 2020. Batas akhir penerimaan surat suara di setiap negara bagian berbeda-beda.

Clark menuding PPS Pennsylvania menutupi penghitungan dari saksi Republikan. Meski begitu, berbagai pihak justru melaporkan bahwa para saksi Republikan sebetulnya ikut menyaksikan penghitungan suara. Namun, kubu Trump tetap saja melakukan berbagai upaya untuk menghentikan penghitungan suara di Pennsylvania.

Bahkan, sudah ada permintaan fatwa ke Mahkamah Agung soal perintah penghentian perhitungan suara. “Mempertimbangkan hasil semalam, pilihan di Pennsylvania mungkin akan menentukan siapa presiden AS selanjutnya. Mahkamah ini harus membuat keputusan akhir,” kata pengacara Trump, Jay Sekulow, seperti dikutip dari CNN.

Gubernur Pennsylvania Tom Wolf memastikan seluruh penghitungan suara di wilayahnya berlangsung transparan, terbuka, dan pihak manapun bisa mengaksesnya. Selain itu, perkembangan penghitungan selalu diumumkan melalui laman PPS.

”Siapa pun bisa mengikutinya. Saya tidak yakin hal seperti itu disebut kurang transparan. Malahan, sepertinya belum pernah setransparan sekarang,” kata Wolf.

Sementara Jaksa Agung Pennsylvania Josh Shapiro mengungkapkan bahwa gugatan Trump mungkin lebih terkesan bersifat politis ketimbang yuridis. ”Proses (penghitungan suara) transparan. Perhitungan jalan terus. Ada pemantau,” kata Shapiro.

Sementara itu, dikutip dari Reuters, Ned Foley, pakar hukum pemilu di Ohio State University, menjelaskan bahwa situasi Pemilu AS 2020 saat ini berbeda dari Pemilu AS 2000, ketika Mahkamah Agung mengambil keputusan akhir dan memenangkan George Bush atas Al Gore.

“Memang masih terlalu dini untuk menyatakan itu. Meski sepertinya tidak mungkin MA akan mengambil keputusan akhir sebagai penentu,” kata Foley.

Share: Akankah Donald Trump Menggugat Hasil Pemilu AS 2020?