Isu Terkini

The Unmentioned Heroes: Mereka yang Menyambut dan Mengantar Pulang Tamu Asian Para Games

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Para atlet, pelatih, ataupun wasit tentunya udah banyak melalui proses administrasi dan tentunya data mereka tercat lengkap di dalam daftar tamu Asian Para Games. Tapi kebayang enggak sih, kalau mereka masih harus dipusingkan dengan segala macam birokrasi di bandara? Jangan bingung dulu, karena panitia menyiapkan tim volunteer yang berurusan dengan arrivals and departure logistics (ADL).

Seperti tugas yang diemban oleh Ratna Ayu Dian Pramudita, seorang mahasiswi di Bina Nusantara jurusan Hubungan Internasional. Dita, begitu panggilan akrabnya, sengaja mendaftarkan diri menjadi volunteer untuk mengembangkan kemampuan berbahasa asingnya. Ia kedapatan tugas sebagai tim arrivals (kedatangan) dan departure (keberangkatan) para atlet dan pelatih Asian Para Games 2018 dari berbagai negara.

“Aku bagian arrivals and departure, karena di bandara itu kan gede, jadi kita menyediakan jalur sendiri nih, jalur khusus buat Asian Para games. Nah jadi tugasnya kita yang misahin mereka dari umum, biar enggak kecampur sama umum,” cerita Dita kepada Asumsi.co, Senin, 15 Oktober 2018.

Meskipun tim volunteer udah nyiapin jalur khusus untuk tamu-tamu Asian Para Games, bukan berarti tugas mereka selesai sampai di situ aja. Sebab, enggak semua tamu mengirimkan jadwal penerbangannya kepada tim ADL. Hal itu, kata Dita, merupakan salah satu yang menyebabkan terjadinya miskomunikasi.

Jika itu hal itu terjadi, biasanya dari segi transportasi menuju wisma akan terhambat. Sehingga, mau tak mau, mereka yang tidak mengirimkan list schedule akan ditunda keberangkatannya ke wisma sampai mendapatkan persetujuan dari pihak akreditasi.

“Nah akreditasi itu tugasnya ngasih id pass buat pejabat-pejabat dan atelt-atletnya, jadi kalo kakak liat yang gantungan-gantungan kalung ada fotonya, nah itu tugasnya akreditasi,” kata Dita menjelaskan kartu tanda pengenal yang biasanya dikalungkan oleh para tamu Asian Para Games 2018.

Para atlet yang udah ngedapetin kartu tanda pengenal dari tim akreditasi, akan mendapatkan proses yang lebih ringkas saat pengecekan imigrasi. Namun, proses tak berhenti sampai di situ saja. Sebab, pihak penerbangan tidak menyiapkan bagasi khusus para tamu, barang bawaan altet dan juga yang lainnya mau enggak mau bercampur dengan penumpang umum lainnya. Tapi, berkat ada tim ADL, atlet tidak perlu repot-repot mengawasi dan mengambil barangnya sendiri.

Namun di situ lah salah satu cobaan yang harus diterima para volunteer. Para atlet yang baru saja mendarat dari penerbangan yang berjam-jam kerap kali lebih emosional. Mereka kadang enggak sabaran nunggu barang bawaanya datang. “Jadi pas barang belum nyampe tuh ada yang sensi, banyak yang kayak gitu,” curhat Dita.

Perempuan kelahiran Pontianak itu pun mengungkapkan jika menjadi tim ADL haruslah punya inisatif yang tinggi. Misal, ada satu peserta yang tidak terdaftar dalam jadwal keberangkatan hari itu, maka mau tak mau peserta itu harus menjalani proses pengecekan customs protection di bagian bea cukai. “Nah itu ribet lagi, soalnya kalo mereka masuk jalur umum pengecekannya itu lebih ketat.”

Perlu diketahui, bahwa Indonesia punya aturan sendiri terkait barang yang harus dikenai pajak bea cukai dan barang-barang yang terlarang seperi yang tertuang di Peraturan Menterin Keuangan (Permenkeu) Nomor 188 Tahun 2010. Aturan itu mengatur berbagai hal berkaitan dengan barang bawaan dari luar negeri, misalnya batasan nilai barang bawaan maksimal USD250 untuk penumpang satu orang penumpang pribadi. Selain itu, di dalam customs protection, akan ada pemiriksaan barang-barang terlarang seperti narkotika, hewan, barang dagangan, dan yang lainnya.

Oleh sebab itu, Dita bersama tim ADL yang lainnya bekerja berdampingan dengan beberapa instansi terkait. Misalnya saja seperti polisi bandara yang biasa disebut dengan avsec (aviation security).

“Avsec itu kadang enggak peduli, ada atlet ataupun ada orang biasa, jadi mereka enggak dibedain gitu, jadi kita harus yang inisiatif, ‘pak ini kontingen, jadi mohon dikasih jalan,’ baru mereka ngasih jalan,” ungkap Dita.

Dita mengaku, pihak avsec yang begitu ketat dalam pengecekan sangat baik demi keamanan Indonesia. Hanya saja, khusus atlet Asian Para Games yang mayoritas punya kebutuhan khusus, perlakuan avsec terkadang menyulitkan mereka. Karena di bandara itu prinsipnya cuman satu, semua orang itu sama, jadi mereka enggak pandang bulu sih.”

Setelah berbagai proses yang harus dilalui para atlet dalam menyelesaikan sistem administrasi di bandara, barulah tim ADL bisa tenang mengantarkan tamunya menemui transportasi selanjutnya. “Jadi ADL itu enggak ikut sampai ke wisma atletnya.”

Kepulangan Para Tamu Asian Para Games

Jika para volunteer lain tugasnya berakhir sehari setelah penutupan Asian Para Games, tepatnya pada tanggal 14 Oktober 2018, hal itu tidak terjadi pada ADL. Mereka masih harus melayani para tamu hingga Senin, 15 Oktober 2018. Tentu saja hal itu karena ADL-lah yang mengurusi kepulangan para atlet dan lainnya.

“Nah pas pulang lebih menarik lagi nih, karena bareng-bareng, dan karena bareng-bareng jadi ribet banget,” ungkap Dita.

Dita menggambarkan situasi yang membuat timnya begitu kesulitan, sebab dengan anggota yang hanya berjumlah 15 orang, mereka harus menyiapkan berbagai kebutuhan penerbangan peserta Asian Para Games yang ingin pulang ke negaranya masing-masing.

Dalam satu kesempatan, tepatnya pada Minggu, 14 Oktober 2018 kemarin saja, setidaknya ada 248 kontingen Tiongkok, yang pulang secara bersamaan dalam satu waktu, dan membutuhkan sekitar 74 kursi roda khusus di pesawat. Herannya, panitia tidak menyiapkan jalur khusus untuk kepulangan mereka. Sehingga para volunteer kembali melakukan inisiatifnya sendiri, mereka meminta pihak bandara untuk membuka loket khusus.

“Tapi untung maskapainya sendiri sih udah mengerti, jadi langsung dibukain, karena bagasinya yang beratus-ratus itu pasti nunggunya jadi lebih lama,” ujar Dita yang bertugas dari pukul 10 malam sampai jam 6 pagi.

Meski menjadi volunteer, Dita sendiri tak pernah lupa dengan kewajibannya sebagai mahasiswa. Jika ada pelajaran yang mengharuskan ia masuk kelas pukul 7 pagi, maka ia tetap berangkat kuliah, dan akan beristirahat pada sore harinya.

Berbagai kerumitan yang menjadi satu itu adalah pengalaman yang tak terlupkan bagi Dita. Selain membuatnya makin fasih berbahasa asing, Dita pun makin mengerti dengan kekompakan yang diperlukan dalam kerja tim.

Share: The Unmentioned Heroes: Mereka yang Menyambut dan Mengantar Pulang Tamu Asian Para Games