Isu Terkini

Jadi Tersangka Kasus Korupsi Akibat Pembangunan Tugu Antikorupsi di Riau

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Biasanya tugu dibuat untuk menjadi simbol peringatan. Bagaimana dengan tugu antikorupsi yang dibangun di ruang terbuka hijau (RTH), Pekanbaru, Riau? Apakah tugu itu benar-benar efektif sebagai peringatan untuk kita agar tidak melakukan korupsi? Sayangnya, tidak. Hasil dari pembangunan tugu tersebut, justru menghasilkan 18 orang tersangka korupsi.

“Totalnya ada 18 orang. Dari jumlah itu, 6 orang sudah divonis, 3 orang lagi kemarin sudah tahap II. Sisa sekarang 9 tersangka lagi yang belum ditahan. Untuk 9 orang itu, kita akan melihat proses jalannya persidangan untuk tiga ters angka yang sudah kita limpahkan ke penuntut,” kata Humas Kejati Riau, Muspidauan dilansir dari Detik.com pada Jumat, 2 November 2018.

RTH sekaligus tugu antikorupsi ini dibangun tahun 2016 lalu oleh Dinas PU Riau. Di mana proyek RTH-nya menelan dana Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi Riau hingga sebesar Rp 8 miliar. Nah, kasus korupsi tugu ini sempat menjadi perhatian publik. Alasannya, saat Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman meresmikannya, ia mengundang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo pada Hari Antikorupsi pada 10 Desember 2016 lalu.

Sidang korupsi proyek tugu antikorupsi dan ruang terbuka hijau (RTH) Pemprov Riau sudah digelar sejak Rabu, 25 April 2018 di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Diuraikan dalam dakwaan, proyek tugu antikorupsi sekaligus proyek ruang terbuka hijau (RTH) di Jl A Yani Pekanbaru itu awalnya dimulai dari dua orang terdakwa pihak swasta yang mendatangi Dwi Agus, selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) saat itu.

Setelah itu, Dwi menyetujui dan menjanjikan kemenangan tender tersebut. Terdakwa Dwi selaku pimpinan itu memerintahkan Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) Yusrizal agar memberikan proyek tersebut kepada Yuliana. Proyek yang diberikan ke terdakwa Yuliana itu pun memberikan bayaran ke Dwi sebesar 1 persen atau Rp 180 juta.

“Perbuatan terdakwa Dwi memerintahkan anak buahnya memberikan proyek pada Yuliana menyalahi aturan tentang pengadaan barang dan jasa. Mestinya proyek ini ditenderkan dengan cara persaingan yang sehat,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan perdana kasus rasuah tugu antikorupsi.

Dari proyek tersebut, Yuliana mendapatkan keuntungan lebih dari Rp 750 juta. Rinaldi selaku konsultan menerima pembagian Rp 163 juta. Yusrizal staf di Dinas PU selaku anak buah terdakwa Dwi terima Rp 55 juta. Hasil kerugian dari audit BPKP mencapai Rp1,1 miliar.

Setelah berselang beberapa bulan kemudian, Mantan Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Sumber Daya Air (Ciptada) Riau, Dwi Agus Sumarno akhirnya dijatuhi vonis oleh Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Ia divonis 1 tahun 5 bulan, dan denda Rp50 juta atau subsider 1 bulan penjara.

Hakim pun menvonis rekanan proyek RTH, Yuliana J Bagaskoro dihukum 3 tahun penjara, dan denda Rp50 juta atau subsider 1 bulan kurungan. Sedangkan Rinaldi Mugni sebagai konsultan pengawas proyek divonis 1 tahun 10 bulan dan denda Rp 50 juta atau subsider 1 bulan kurungan.

Tiga terdakwa lainnya yang juga sudah mendapatkan vonis dari hakim yaitu Direktur PT Bumi Riau Lestari Khusnul, Direktur PT Panca Mandiri Consultant (PMC) Raymon Yudra, dan staf ahli PT PMC Arri Darwin. Di mana ketiganya masing-masing mendapatkan hukuman 1 tahun 4 bulan penjara dan wajib membayar denda Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan.

Sedangkan untuk 12 tersangka yang masih menghirup udara bebas, di antaranya ada Ketua Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Provinsi Riau Ikhwan Sunardi, Sekretaris Pokja Hariyanto, dan anggota Pokja Desi Iswanti, Rica Martiwi, Hoprizal. Selain itu, ada pula Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Adriansyah dan Akrima ST, serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Yusrizal dan ASN Silvia.

Share: Jadi Tersangka Kasus Korupsi Akibat Pembangunan Tugu Antikorupsi di Riau