Budaya Pop

Tren Childfree, Faktor Lingkungan dan Peran Penting Keluarga

Admin — Asumsi.co

featured image
Unsplash

Memiliki anak setelah menikah adalah kondisi lazim
bagi pasangan yang baru menikah. Namun, kondisi itu ternyata berubah seiring
waktu. Saat ini muncul tren menikah tapi memilih tidak memiliki anak atau childfree.
Tren itu pun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik di dalam negeri
atau luar negeri.

Faktor lingkungan

Psikolog Sosial Fakultas Kedokteran (FK)
Universitas Sebelas Maret (UNS), Tri Rejeki Andayani menyampaikan ada beragam
alasan yang melatari seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak
setelah menikah.

Selain masalah personal, masalah umum munculnya
pilihan itu adalah finansial, latar belakang keluarga, kekhawatiran akan tumbuh
kembang anak, isu atau permasalahan lingkungan, hingga alasan terkait emosional
atau maternal ‘instinct’.

Khusus lingkungan, Tri menuturkan populasi
penduduk bumi yang semakin meningkat ternyata berperan. Pasalnya, pertumbuhan
populasi tidak sejalan dengan ‘kesehatan’ bumi dan ketersediaan pangan. Pada
akhirnya, dia berkata childfree akhirnya dipilih sebagai langkah yang
dapat ditempuh.

Tri pun menyinggung perspektif teori
perkembangan Erikson. Teori itu menyatakan setiap orang akan memasuki tahap
stagnan versus generativitas. Orang yang stagnan pada akhirnya cenderung sulit
menemukan cara berkontribusi pada kehidupan.

Sementara itu, generativitas akan mendorong
seseorang peduli pada orang lain. Kemudian meraka selalu menciptakan dan
mencapai hal-hal yang membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik, termasuk
melalui pernikahan.

Akan tetapi, pada perkembangannya,
generativitas ini tidak hanya membatasi pada domain pernikahan dan menjadi
orang tua. Sehingga orang-orang yang memutuskan hidup lajang atau childfree
biasanya akan mengekspresikan generativitasnya melalui berbagai bidang
kehidupan.

“Seperti menjadi relawan, aktivis lingkungan
hidup, bekerja secara profesional, atau terlibat dalam kegiatan agama, sosial,
maupun politik,” kata Tri melansir situs resmi UNS.

Pentingnya keluarga dan parenting
self-efficasy

Tri berkata salah satu pihak yang perlu
dilibatkan dalam pengambilan keputusan childfree adalah keluarga besar.
Dia menilai pernikahan pada prinsipnya tidak hanya melibatkan dua individu
saja, tetapi juga dua keluarga besar. Sehingga, keputusan untuk tidak memiliki
anak sebaiknya disampaikan ke orang tua masing-masing..

“Sebab, orang tua dari pasangan suami istri itu
tentu memiliki harapan pada pernikahan anak-anaknya. Salah satunya harapan
untuk memiliki cucu yang meneruskan keturunannya,” ujar Tri.

Apabila keputusan tersebut tidak dapat
diterima, lanjut Tri tentu dapat menjadi tekanan sosial bagi pasangan. Jika
sebaliknya maka pasangan akan lebih mudah menghadapi tekanan sosial dari
masyarakat di luar keluarga.

Selanjutnya, Tri menilai ketidak yakinan akan
kemampuan dalam merawat dan mengasuh anak juga menjadi salah satu kekhawatiran
yang sering kali dialami. Sehingga, pembekalan yang penting diberikan di masa
persiapan nikah adalah membangun parenting self-efficasy pada keduanya.

“Sehingga calon ayah atau ibu memiliki
keyakinan diri terhadap kompetensinya dalam merawat dan memberikan pengasuhan
pada anak yang secara positif. Hal ini akan berpengaruh pada perilaku
pengasuhannya dan menunjang tumbuh kembang anak secara optimal,” katanya.

Share: Tren Childfree, Faktor Lingkungan dan Peran Penting Keluarga