Bisnis

Transaksi Indonesia-Cina Tak Lagi Pakai Dolar, Menguntungkan atau Tidak?

Ilham — Asumsi.co

featured image
unsplash

Bank Indonesia menegaskan seluruh persyaratan teknis operasional LCS (Local Currency Settlement ) antara Cina dan Indonesia sudah selesai.

“Dapat kami sampaikan kabar gembira, seluruh persyaratan maupun teknis operasional LCS antara Cina dan Indonesia sudah selesai. Bahkan juga untuk mekanisme operasional penunjukan bank sudah selesai sampai mekanisme teknis,” jelas Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Kamis (22/7/2021).

Perry mengatakan, BI juga sudah melakukan sosialisasi LCS dengan kementerian/lembaga dan dunia usaha untuk mendukung ekspor.

“Peluang ekspor bagus, termasuk ekspor ke Tiongkok. Insya Allah LCS kontribusi dorong ekspor,” ujar Perry.

Implikasi Ekonomi

Dengan adanya kerja sama ini, menurut Direktur TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuabi, Indonesia tidak akan bergantung lagi terhadap dolar yang selama ini dianggap mata uang dunia. Rencana kerja sama ini menurut Ibrahim, sudah ada sejak zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tapi baru terealisasi sekarang.

“Transaksi menggunakan uang lokal sudah lama, sejak zaman SBY rencana kerja sama dengan negara lain tanpa menggunakan dolar. Karena fluktutuasi sangat tinggi sehingga membuat kerugian terhadap pengusaha-pengusaha saat itu. Tahun 2021, baru terealisasi. Ini memang menguntungkan dan harapan bagus untuk pengusaha Indonesia,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Senin (26/7/2021).

Ia sangat mengapresiasi dengan kinerja pemerintah, karena sudah merealisasikan cita-cita untuk meninggalkan dolar secara bertahap. ”Karena dolar adalah mata uang tunggal dan kita harus apresiasi kalau terjadi perdagangan antara Cina dan Indonesia, ini sangat bagus,” ucapnya.

Rupiah Akan Menguat?

Mengenai rupiah akan menguat akan ke depannya, Ibrahim masih belum tahu pasti. Bisa menguat, meski tidak terlalu signifikan. Kecuali, pemerintah memperbanyak kerjasama LCS dengan negara lain.

“Ini kan baru dengan Cina, mungkin cuma 15%, sisanya menggunakan dolar. Tapi kita tetap apresiasi,  rupiah juga masih melemah 5 poin. Akan ada kemungkinan pasar ada kenaikan. Ini cukup menarik,” terangnya.

Berpengaruh Terhadap Ekspor Impor

Dengan adanya LCS ini, menurutnya, harga impor akan lebih murah adanya. Yang dikhawatirkan produk akan tersingkirkan

“Ini akan lebih turun lagi harganya dari sebelumnya dan akan menambah gaya dobrak bagi Cina melakukan ekspor ke Indonesia. Dan barang-barang Cina akan lebih murah dan barang-barang Eropa dan Amerika akan terjatuh. Ini strategi yang bagus. Dengan satu yuan hanya Rp 2000 akan lebih bagus lagi harganya. Ada beberapa keuntungan Indonesia melakukan perdagangam dengan Cina,” katanya.

Di samping memberikan manfaat positif pengusaha Indonesia khususnya eksportir dan importir. Juga mengurangi biaya transaksi valas, relatif lebih murah ketimbang dolar.

“Ini menjadi pengusaha senang dan masalah kebijakan LCS dengan adanya ketergantungan dolar ini mengakibatkan adanya stabilitas ekonomi yang lebih tinggi di Indonesia,” katanya.

Ia berharap ke depan akan ada kerja sama LCS juga dengan negara lainnya. Kalau seandainya 55 persen menggunakan mata uang lokal, maka akan menguntungkan mata uang rupiah.

“Meski demikian, perlu kebijakan tambahan agar pengusaha lokal bisa bersaing dengan Cina dan negara lainnya. Apalagi jika Cina melakukan devaluasi rupiah akan sangat merugikan Indonesia,” katanya.

Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira mengatalan bahwa dengan kerjasama LCS antara Indonesia dengan China akan berdampak ke perdagangan bilateral. Nilai total perdagangan Indonesia dan Cina tembus $71,4 miliar di 2020 dan terus berkembang hingga porsi ekspornya menjadi 22% per Juni 2021.

“Karena size nya sangat besar maka dampak penggunaan Yuan untuk ekspor bisa menurunkan volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar. Apalagi Indonesia bersiap hadapi tapering off atau perubahan stimulus moneter AS,” katanya pada Asumsi.co, Senin (26/7/2021).

Baca Juga: Dampak Rupiah Karena Bank Dunia Turunkan RI Jadi Kelas Menengah Ke bawah

Ia mengatakan biaya dan risiko konversi dari yuan ke dolar kemudian ke rupiah akan berkurang. Tidak perlu lagi dua kali konversi. “Ini akan untungkan pengusaha karena cost keuangan akan berkurang,” katanya.

Menurutnya, dengan kerja sama ini tidak akan ada penurunan ekspor ke AS dan negara lain karena mereka akan lihat potensi perdagangan yang cukup besar dengan Indonesia, apalagi Indonesia merupakan produsen komoditas yang dibutuhkan mitra dagang lain.

“Bagi negara, keuntungannya lebih ke membantu stabilitas kurs rupiah jangka panjang. Shock yang terjadi di AS misalnya bisa dimitigasi risiko nya ke pasar keuangan Indonesia jika penggunaan dolar porsinya makin menyusut,” katanya.

Menurut Bhima, keberhasilan kerja sama ini tergantung memanfaatkan LCS. Apakah porsi dolar bisa turun menjadi 70% misalnya dari total transaksi perdagangan internasional indonesia. Memang tidak mudah, karena strategi LCS juga menitikberatkan pada fasilitas bank dan bagaimana daya tarik pelaku usaha ekspor impor manfaatkan LCS itu sendiri. Perlu dicatat bahwa eksportir maupun importir banyak memegang dolar AS ketimbang Yuan karena dua alasan.

“Kebutuhan bahan baku diperoleh dari banyak negara yang masih mensyaratkan pembayaran dolar AS. Kedua pelayaran logistik untuk ekspor impor 90% menggunakan kapal asing yang menerima pembayaran lewat dolar AS bukan kurs lainnya. Dua hal ini juga jadi tantangan besar LCS,” katanya.

Share: Transaksi Indonesia-Cina Tak Lagi Pakai Dolar, Menguntungkan atau Tidak?