General

Titiek Soeharto Terima Dana Kampanye dari Anak SD dan Larangannya di UU

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Titiek Soeharto atau Siti Hediati Harijadi memang aktif dalam dunia perpolitikan Indonesia. Saat ini dirinya menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai Berkarya dan juga masuk dalam badan pemenangan capres cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. Tak heran ia kerap mengikuti agenda-agenda politik demi mendulang suara di ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Salah satu acara yang baru saja diikuti Titiek yaitu deklarasi dukungan untuk pasangan capres nomor ururt 02. Anak dari Presiden RI ke-2 itu mengklaim bahwa dukungan yang diterima Prabowo-Sandi semakin hari terus bertambah, dan ia optimis pihaknya bisa memenangi kontestasi pada April 2019 nanti.

“Semakin banyaknya dukungan pada Prabowo-Sandi setiap harinya, saya optimistis bisa memenangi pilpres 17 April nanti. Saya optimistis semua berjalan sukses. Terima kasih pada masyarakat semua yang ada di Kota Solo. Masyarakat bawah merasakan kondisi bangsa saat ini perlu perubahan,” ujar Titiek saat menghadiri acara deklarasi dukungan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Asli Solo di Gedung Umat Islam Solo, Jawa Tengah, Minggu, 13 Januari 2019.

Titiek sendiri memang mendukung Prabowo untuk menjadi presiden. Tak lupa, dulunya mereka adalah sepasang suami istri. Saat deklarasi itu, Titiek bahkan sampai meneteskan air mata haru. Sebab ia menemui dua anak-anak yang rela memberikan uang tabungannya untuk dana kampanye.

Bocah itu adalah Giva yang berusia 9 tahun, dan Elin yang masih 6 tahun. Mereka menyerahkan uang tabungannya selama enam bulan kepada Titiek dan Jubir Badan Pemenangan Nasional (BPN) Ferry Juliantono. Ibu mereka yang bernama Galuh, mengatakan bahwa kedua anaknya itu mengumpulkan uang dari duit jajan yang diberikan olehnya.

“Setiap mau berangkat sekolah, saya berikan uang saku pada kedua anak. Uang saku ternyata tidak buat beli jajan, tetapi ditabung. Kedua anak saya menabung selama enam bulan. Sebagai generasi penerus bangsa ini menitipkan harapan pada Prabowo-Sandi agar membawa Indonesia lebih baik” kata Galuh yang saat ini merupakan seorang pengusaha kelapa sawit.

Galuh menjelaskan, nominal uang tabungan yang diserahkan tidak besar. Sebagai orang tua, kata dia, hanya bisa menitipkan amanat agar uang tabungan ini bisa digunakan untuk keperluan kemenangan Prabowo-Sandi.

Namun, atas peristiwa itu, timbul sebuah pertanyaan. Apakah benar, ada anak-anak usia 9 dan 6 tahun yang sudah mengerti tentang kampanye yang memerlukan dana besar? Lalu, apakah bisa dibenarkan dua bocah asal Provinsi Bangka Belitung itu diikutsertakan dalam kegiatan kampanye?

Anak-Anak di Bawah Umur Dilarang Kampanye

Dalam Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, tertulis secara tegas bahwa pelibatan dan penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik merupakan kegiatan yang dilarang. Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 ini mengatur bahwa setiap anak berhak memperoleh pelindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, peristiwa berunsur kekerasan dan peperangan.

“Setiap orang yang secara melawan hukum merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 atau penyalahgunaan dalam kegiatan politik atau pelibatan dalam sengketa bersenjata atau pelibatan dalam kerusuhan sosial atau pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan atau pelibatan dalam peperangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah),” demikian bunyi dalam Pasal 87 UUPA tersebut.

Di Indonesia, mereka yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun masuk dalam kategori anak-anak. Untuk mengantisipasi terjadinya pelibatan anak-anak dalam kampanye partai politik (parpol) tentunya memerlukan peran orang tua. Namun seperti yang terjadi di dalam deklarasi dukungan PPP untuk Prabowo-Sandi di Solo, orang tua justru membiarkan anaknya ikut serta dalam kegiatan kampanye.

Menurut Komisioner Bidang Pornografi dan Cybercrime Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Margaret Aliyatul Maimunah, pelibatan anak dalam aktivitas politik akan membawa dampak negatif bagi anak itu sendiri. Anak-anak yang belum bisa menyaring informasi dan merespons perbedaan sikap akan mengakibatkan terjadinya bullying.

Anak bisa saja mereplikasi perilaku orang dewasa yang kadang anarkis ketika berbeda pendapat. Margareth mencotohkan satu kasus buruk yang sempat terjadi di masa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 lalu. Di mana sempat beredar sebuah video anak-anak berteriak-teriak “bunuh-bunuh” kepada salah satu calon kepala daerah.

Share: Titiek Soeharto Terima Dana Kampanye dari Anak SD dan Larangannya di UU