Sebagian orang beruntung. Selagi bumi berhenti berputar karena pandemi COVID-19, ia dapat bersembunyi dalam rumah yang mewah. Namun, banyak sekali yang bernasib lain. Boleh jadi, kamu tinggal di kos-kosan murah dengan fasilitas seadanya. Kalau dalam keadaan wajar saja kehidupanmu tidak ciamik, hari-hari ini semua bisa jadi terasa seperti neraka.
Kabar baiknya, selalu ada cara untuk menyiasati keterbatasan. Hanya karena kamu tinggal di indekos, bukan berarti kamu tidak bisa mengamankan diri dari COVID-19.
Sedikit konteks: saya ngekos sendirian di Jakarta sejak enam tahun lalu. Dalam petualangan ini, saya pernah menjajal kosan 600 ribu/bulan yang pernah kemalingan enam kamar sekaligus hingga kosan eksklusif yang nyaman dan penuh angin sepoi-sepoi. Ketika saya memberimu saran soal hidup di kos, saya berbicara dari pengalaman sendiri.
Kita akan melihat kondisi karantina ideal menurut World Health Organization (WHO) dan Kementerian Kesehatan, lalu mencoba menerapkan situasi ideal itu sebisa mungkin dengan kondisi yang ada di kosan kamu. Saya tidak mau sok positif dan berbasa-basi. Tentu tidak semua kondisi ideal akan terwujud. Kamu harus repot, kamu harus ribet, dan kemungkinan besar kamu harus berkompromi. Tapi kamu bakal menyintas.
Pertama, dan ini penting. Kalau kamu tinggal di daerah yang sudah ada kasus positif COVID-19, sebisa mungkin jangan pulang kampung. Serius. Boleh jadi, virus tersebut telah hinggap di tubuhmu tanpa sepengetahuanmu, dan kamu berpotensi membawa virus itu ke kampungmu–ingatlah para anggota keluargamu yang sudah renta, dan infrastruktur kesehatan di sana yang morat-marit. Tenang, jangan ke mana-mana, amalkan social distancing. Jangan bikin krisis ini tambah buruk.
Sesuaikan prioritas keuangan. Sebagai pekerja prekariat, saya tahu betul tidak semua orang punya keleluasaan untuk menabung. Pendapatanmu tiap bulan belum tentu sepadan dengan biaya kehidupan sehari-hari. Namun, kamu harus memandang uangmu dengan cara berbeda. Tidak ada yang namanya foya-foya awal bulan dan berhemat di akhir bulan. Mulai dari sekarang, setiap hari adalah akhir bulan.
Artinya, pendapatanmu harus bisa mencukupi empat hal: sandang, pangan, papan, kesehatan. Di luar itu, lupakan. Ini situasi krisis dan sumber dayamu terbatas. Gunakan dengan bijak. Petakan sumber dayamu dengan baik. Kamu tidak harus jadi jagoan survival macam Bear Grylls atau Pandji Sang Petualang. Tapi, kamu wajib menguasai medan. Dalam situasi apa pun, kamu harus tahu di mana kamu bisa beli makanan, minuman, dan perlengkapan sehari-hari.
Ambil contoh sumber makanan. Pikirkan, warung makan mana saja yang masih buka di dekat kosanmu? Apakah pemiliknya berencana tutup atau pulang kampung? Buka aplikasi ojek daring–lokasi mana saja yang masih buka, dan berapa kira-kira harganya? Semisal kamu bisa memasak di kosan, apakah masih ada tukang sayur yang berjualan?
Terapkan pertanyaan-pertanyaan serupa untuk sumber peralatan medis, pembersih, dan pakaian. Apakah pembersih ruangan sederhana (disinfektan, cairan pel, sabun, dsb.) tersedia di toko waralaba terdekat? Apakah ada toko obat yang masih buka? Di mana klinik atau apotek terdekat? Sekadar untuk berjaga-jaga: mana RS terdekat yang menjadi rujukan resmi untuk menangani COVID-19?
Kamu tidak perlu menimbun perlengkapan. Pertama, itu enggak etis, kedua, repot juga. Kosan kamu sempit–kamu mau taruh 30 jerigen hand sanitizer di mana? Lebih baik kamu tentukan waktu berburu perlengkapan secara berkala. Setiap 2-3 hari sekali, keluar kos dan belanja semua perlengkapan yang kamu perlukan. Tarik duit tunai, juga isi e-wallet.
Setelah persiapan preliminer itu kelar, mari berbicara tentang ruang tinggal kamu. Kemenkes dan WHO sudah menjelaskan kondisi yang paling ideal untuk penanganan kasus COVID-19. Isolasi baiknya dilakukan di ruangan dengan ventilasi yang memadai, penghuni harus menjaga jarak minimal satu meter dari satu sama lain, dan peralatan makan serta mandi tidak boleh dipakai bersama-sama.
Semisal kosanmu ada jendela, buka lebar-lebar sesering mungkin. Pastikan udara mengalir dan berganti secara reguler. Jika ada exhaust, gunakan. Bila tidak ada jendela maupun exhaust, minimal buka pintu dan gunakan kipas angin untuk mengalirkan udara–siasati dengan penyerap air dan kapur barus. Formulanya sederhana: COVID-19 menyerang paru-paru. Ruangan lembab bikin kamu lebih rentan terhadap penyakit paru-paru. Gampang, kan?
Terapkan prinsip serupa untuk ruangan yang dipakai bersama-sama, seperti dapur atau kamar mandi luar. Area tersebut tidak boleh lembab dan tertutup. Sebisa mungkin pastikan ventilasi berjalan dengan baik. Buka pintunya ketika tak dipakai, gunakan kapur barus.
Demi Tuhan yang Maha Esa, jagalah kebersihan. Buang sampah pada tempatnya, sapu dan pel kamarmu, bersihkan perabotanmu dengan disinfektan. Bayangkan ibumu hadir 24 jam sehari untuk mengomelimu karena kamar berantakan, dan bersih-bersih adalah satu-satunya cara agar beliau kicep.
Sebisa mungkin, jangan gunakan alat makan dan mandi komunal. Beli piring melanin dan sendok-garpu plastikmu sendiri. Cuci sendiri. Sisihkan uang untuk membeli tisu yang umum kamu lihat di wastafel-wastafel. Setelah cuci tangan (kamu harus sering banget cuci tangan), jangan keringkan ke baju atau dengan kain yang dipakai semua orang.
Virus COVID-19 menular dari tetesan cairan yang tersebar ke udara melalui batuk, bersin, atau ludah. Karena itulah, orang disuruh menjaga jarak minimal satu meter dari satu sama lain. Semisal kamu tinggal sekamar dengan orang lain, jaga jarak sebisa mungkin dan ganti sprei tempat kalian tidur secara berkala. Sekali lagi, jangan pakai alat mandi dan makan yang sama. Omong-omong, berciuman bisa menularkan virus.
Terakhir, kita berbicara tentang menjaga kesehatan pribadi. Dalam Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi COVID-19, Kementerian Kesehatan menegaskan bahwa pasien–dan semua orang, sebenarnya–harus menerapkan Perilaku Hidup Bersih Sehat alias PHBS. Di antaranya: menutup mulut dan hidung dengan tisu ketika bersin atau batuk; melakukan kebersihan tangan rutin terutama sebelum memegang mulut, hidung, dan mata serta setelah memegang instalasi publik; cuci tangan dengan air dan sabun cair serta bilas setidaknya 20 detik lalu dikeringkan dengan kertas sekali pakai; serta pakai masker dan periksa diri ke fasilitas kesehatan bila menunjukkan gejala.
Faktanya, belum ada obat yang bisa menyembuhkan COVID-19. Lawannya cuma sistem imun kamu. Olahraga secukupnya, konsumsi makanan dan minuman dengan gizi seimbang, hajar tubuhmu dengan sari lemon dan madu. Cuci tangan secara rutin–terutama setelah menyentuh fasilitas umum–dan jangan lupa mandi. Buang masker dan tisu ke tempat sampah, lalu cuci tangan lagi.
Terakhir tapi terpenting, jaga kesehatan mentalmu. Panduan Karantina Individu dari WHO secara spesifik menyatakan bahwa setiap orang yang dikarantina harus mendapatkan “dukungan psikososial” serta akses terhadap hiburan. Lakukan apa pun yang perlu kamu lakukan untuk menjaga semangat. Kabari temanmu lewat video call, pelajari tarian-tarian teranyar di TikTok, main Animal Crossing, bikin koleksi meme yang penuh faedah, belajar bahasa Swahili, terserah kamu.
Apa yang biasa kamu lakukan saat gabut di kosan, tapi tidak bisa ke mana-mana karena di luar hujan deras? Anggap saja begitu.
Jaga dirimu dari ketakutan dan syak wasangka. Berita tentang COVID-19 datang tanpa henti dan menghujam dari segala penjuru. Benar, kamu harus terus mengetahui perkembangan terkini agar tidak kecolongan, tetapi membaca terlalu banyak berita tidak baik bagi kesehatan mentalmu. Kamu harus tahu apa yang terjadi, tapi tidak boleh sampai parno.
Dalam situasi penuh ketidakpastian, berita apa pun yang memberi secercah harapan–atau mengonfirmasi ketakutan terburukmu–bisa bikin kamu ketar-ketir. Tahan dulu. Jangan mudah termakan hoaks, apalagi percaya setiap thread Twitter dan kabar buruk di LINE Today. Batasi asupan informasi tentang topik ini. Pilih beberapa sumber terpercaya, dan fokus pada mereka. Utamakan sumber primer seperti Kemenkes atau WHO.
Mari bicara blak-blakan. Ini bukan situasi ideal. Tidak usah ribet mencari-cari “hikmah” dari wabah penuh petaka semacam ini. Tujuan saya bukan membuai kamu dengan kata-kata motivasi, tapi memastikan bahwa kita sama-sama sukses bertahan hidup dan krisis ini cepat reda.
Hampir semua riset, panduan teknis, dan imbauan satu suara: cara terbaik untuk menahan laju penyebaran COVID-19 adalah memastikan sebanyak mungkin orang tetap di rumah dan menjaga jarak dari satu sama lain, sehingga mereka tidak saling menulari di luar sana, dan makin bikin runyam infrastruktur kesehatan yang kewalahan.
Percayalah, cara terbaik untuk membendung krisis ini secepat mungkin adalah dengan #JauhanSejenak dan bertahan di tempat tinggalmu. Jangan khawatir, kita akan bertemu lagi setelah semua ini reda. Kita akan bikin pesta yang heboh sekali, sebab kita telah menunda kiamat!