Isu Terkini

‘Tina Toon’ dan Sederet Kode Rahasia Suap di Kasus Korupsi Indonesia

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Kode atau sandi suap dalam kasus korupsi di Indonesia kembali memunculkan istilah baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan salah satu kode suap yakni ‘Tina Toon’ dalam kasus suap izin proyek Meikarta yang menjerat Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Sebenarnya siapa yang ada di balik kode ‘Tina Toon’ tersebut?

Kode Tina Toon ini, menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah merupakan bentuk komunikasi pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Febri menegaskan bahwa kode itu digunakan untuk menyamarkan identitas masing-masing dalam membahas proyek tersebut, di mana setiap pihak memiliki sandi atau kode untuk menyamarkan nama.

“Ada beberapa pejabat, jadi beberapa pejabat di tingkat dinas dan juga pihak-pihak terkait yang berkomunikasi satu dan lainnya, dalam membahas proyek ini tidak memanggil nama masing-masing. Mereka menyapa dan berkomunikasi satu dan lain dengan kode masing-masing,” kata Febru di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 15 Oktober.

Selain Tina Toon, KPK juga menyebut kode suap dalam kasus ini antara lain, yakni ‘melvin’, ‘windu’ dan ‘penyanyi’. KPK menduga kode-kode ini sengaja digunakan agar komunikasi dalam membahas proyek Meikarta tidak diketahui.

Sayangnya, Febri tak menyebut dengan detail ditujukan kepada siapa kode ‘Tina Toon’ tersebut. Ia hanya mengatakan bahwa mereka menggunakan kode tersebut agar tidak mudah diketahui jika terpantau oleh pihak lain. Meski begitu, ia menegaskan KPK sudah punya pengalaman mengungkap kasus dengan penggunaan kata sandi.

“Kami duga itu sengaja dilakukan agar ketika komunikasi itu terpantau tidak bisa diketahui langsung siapa yang sedang berkomunikasi dan bicara tentang apa. Tapi KPK punya pengalaman banyak sekali kasus korupsi yang gunakan sandi-sandi seperti ini,” ujarnya

Dalam kasus ini, ternyata ada sejumlah kode atau sandi yang dipakai selain ‘Tina Toon’. Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam jumpa pers yang mengatakan ada sandi lain yang juga dipakai dalam kasus tersebut. Kode atau sandi-sandi itu adalah ‘Melvin’, ‘Penyanyi’, dan ‘Windu’.

“Teridentifikasi penggunaan sejumlah sandi dalam kasus ini untuk menyamarkan nama-nama para pejabat di Pemkab Bekasi, antara lain ‘Melvin’, ‘Tina Toon’, ‘Windu’, dan ‘Penyanyi’,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

Jauh sebelum munculnya ‘Tina Toon’ ini, sudah banyak kode-kode atau sandi yang dipakai dalam kasus suap atau korupsi di tanah air. Apa saja kode-kode tersebut?

1. Apel Washington dan Pelumas

Kode atau sandi ini digunakan dalam kasus suap Kemenpora pada 2012 lalu. Kode itu digunakan oleh mantan anggota DPR RI Angelina Sondakh. Pada kasus suap proyek Wisma Atlet Jakabaring Palembang tersebut, muncul kode ‘Apel Washington’ dan ‘Apel Malang’ yang masing-masing merujuk pada uang suap dalam kurs dolar Amerika Serikat dan rupiah.

Kode apel Malang sendiri merupakan kode untuk uang rupiah. Sementara, apel Washington digunakan untuk menandai kode uang dolar. Lalu, ada juga istilah ‘Pelumas’ yang memiliki makna uang dan semangka yang berarti permintaan dana.

Sandi tersebut terucap dalam perbincangan Angelina Sondakh yang saat itu menjabat sebagai Wakil Sekjen Partai Demokrat, dengan Direktur Pemasaran PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manulang. Dalam percakapannya, Angie menagih apel Malang dan apel Washington ke Rosa Apel itu diminta Angie lantaran ia sudah ditagih Ketua Besar dan Bos Besar.

Kode tersebut ditemukan dalam pesan Blackberry Messenger dari Angelina ke Direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang. Kode-kode ini terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 2012. Pada 2013, Angie akhirnya divonis bersalah karena menerima suap sebesar Rp2,5 miliar dan US$1,2 juta dalam proses pembahasan anggaran Kemenpora dan Kemendikbud.

2. Undangan

Kode undangan ini muncul dalam kasus dugaan suap yang menjerat Wali Kota Batu Eddy Rumpoko. Eddy Rumpoko bersama anak buahnya, Edi Setyawan, selaku Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu diduga menerima suap dari Direktur PT Dailbana Prima Filipus Djap.

Kasus suap itu sendiri terkait dengan proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun anggaran 2017 senilai Rp 5,26 miliar, yang dimenangkan PT Dailbana Prima. Selain itu, Eddy juga diduga menerima suap dari Filipus Djap sebesar Rp 500 juta, di mana sebanyak Rp 300 jugat dari suap itu diduga digunakan Eddy untuk melunasi mobil Alphard miliknya.

Sementara anak buah Eddy sang Wali Kota, Edi diduga menerima suap sebesar Rp 100 juta dari Filipus. Saat itu, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengungkapkan bahwa Wali Kota Batu Eddy Rumpoko diduga menggunakan kata sandi “undangan” untuk menutupi dugaan transaksi korupsinya.

“Ada informasi yang kita terima bahwa indikasi penerimaan suap menggunakan kode ‘undangan’. Ada kode ‘undangan’ yang digunakan di sana,” kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 20 September 2017 lalu.

Tak hanya itu saja, kode ‘undangan’ sendiri sudah digunakan dalam beberapa kasus korupsi. Selain digunakan dalam kasus dugaan suap yang menjerat Wali Kota Batu Eddy Rumpoko pada September 2017. kode itu juga dipakai saat penyerahan uang ketok palu anggota DPRD Jambi oleh gubernurnya, Zumi Zola, pada 2018.

3. Cheese

Kode ‘cheese’ digunakan dalam kasus suap Anggota DPRD Lampung Tengah pada Februari 2018 lalu. Dalam kasus ini Bupati Lampung Tengah, Mustofa, diduga ikut mengarahkan agar bawahannya ikut memberikan uang suap bagi anggota DPRD.

KPK pun mengungkapkan uang diduga suap yang akan diberikan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah kepada anggota DPRD Lampung Tengah disamarkan menggunakan kode ‘cheese’ alias keju.

Diketahui kode tersebut muncul dalam sejumlah komunikasi terkait permintaan persetujuan pihak DPRD Lampung Tengah agar menandatangani pengajuan pinjaman daerah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), sebesar Rp300 miliar.

“Dalam komunikasi muncul kode ‘cheese’ atau keju sebagai sandi untuk sejumlah uang yang dipersyaratkan agar pihak DPRD menandatangai surat tersebut,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 15 Februari 2018.

Menurut Syarif, ada permintaan uang sekitar Rp1 miliar dari pihak DPRD Lampung Tengah kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah terkait pengajuan pinjaman dana daerah sebesar Rp300 miliar kepada BUMN di bawah Kementerian Keuangan itu.

Menurut Syarif, guna mendapat pinjaman daerah dari PT SMI dibutuhkan surat pernyataan yang disetujui dan ditandatangani bersama antara DPRD Lampung Tengah sebagai persyaratan Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT SMI.

Pinjaman sebesar Rp300 miliar itu akan digunakan untuk pembangunan proyek infrastruktur yang akan dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Lampung Tengah.

4. Vodka, McGuire, dan Chivas Regal

Kode minuman keras ini digunakan dalam kasus megakorupsi KTP elektronik dengan tersangka keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi. Di dalam persidangan, saksi bernama Muhamad Nur mengaku diperintahkan Irvanto untuk menyerahkan uang dengan menggunakan kode warna biru, merah, dan kuning ke anggota DPR.

Diduga warna itu menggambarkan warna partai politik yang akan menerima uang dari proyek e-KTP. Namun, Irvanto memerintahkan pegawainya di PT Murakabi Sejahtera untuk mengganti kode tersebut yang sebelumnya dari tulisan warna diganti menjadi tulisan nama minuman keras.

Amplop yang awalnya ditulis merah, kuning, dan biru akhirnya diganti dengan nama-nama minuman keras. Merah diganti McGuire, kuning diganti Chivas Regal, dan biru untuk Vodka.

5.Obat

Kode ‘obat’ ini dipakai dalam kasus penggeledahan rumah Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron pada awal Desember 2014 lalu. Saat rumahnya digeledah KPK itulah, Fuad Amin nekat dan mencoba menyuap penyidik dengan menggunakan kode ‘obat’ tersebut. Seperti apa?

Saat itu KPK disibukkan dengan mengumpulkan semua seluler di rumah Fuad Amin di Kampung Saksak, Kelurahan Kraton, Kecamatan Kraton, Kabupaten Bangkalan, Madura. Lalu, ketika melihat penyidik mengumpulkan gepokan uang di rumahnya untuk dijadikan barang bukti, Fuad akhirnya bersuara.

“Ini ada ‘obatnya’ enggak, Mas?” kata Fuad kepada salah satu investigator. Kalimat yang keluar dari mulut Fuad Amin itu bermaksud menanyakan apakah persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan uang. Menariknya, sesaat kemudian, si penyidik pun hanya melemparkan senyum. “Kalau KPK, tidak ada ‘obatnya’, Pak,” ujar si penyidik.

Seketika, Fuad pun kembali membisu dan tak membalas kalimat si penyidik tersebut. Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan mengatakan ‘obat’ adalah salah satu dari sekian banyak kode yang dipakai koruptor, untuk memuluskan proses negosiasi antara mereka. Sandi itu hanya diketahui oleh sesama koruptor.

6. Pengajian Hingga Santri

Kode ‘pengajian’ sampai ‘santri’ merupakan beberapa kode yang dipakai dalam kasus korupsi pengadaan Alquran di Kementerian Agama. Pada kasus korupsi kode ‘santri’ disebut sebagai pengganti nama tiga politikus Golkar yang memengaruhi pejabat Kemenag dalam lelang proyek, yaitu Fahd El Fouz, Zulkarnaen Djabar, dan Dendy Prasetia.

Sementara kode ‘pengajian’ sendiri merujuk pada pembahasan tender, sementara kode ‘murtad’ berarti mangkir dari kesepakatan. Dalam kasus itu, Fahd kerap menitip pesan kepada Dendy, “Itu jatah ‘ustadz dan pesantren’, jangan diutak-atik.” Pada kesempatan lain, Fahd berpesan, “Apakah ‘kaveling untuk kiai’ sudah disediakan?”

Istilah kiai, ustadz, dan pesantren, diduga merupakan sandi bagi para penerima dana hasil proyek tersebut. “kode kiai sendiri merujuk pada para politikus di Senayan, lalu kode ustad merujuk pada para pejabat di Kementerian Agama, sementara kode pesantren digunakan untuk partai politik.

Selain itu, istilah-istilah agama lain yang dipakai dalam kasus suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, di antaranya istilah bahasa Arab, yakni ‘liqo’ dan ‘juz’. ‘Liqo’ digunakan untuk mengganti kata pertemuan, sedangkan ‘juz’ berarti miliar.

7. Ahok, Telur Asin, Kalender, dan Sarung

Mantan hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, menyebut kode ‘Ahok’ untuk merujuk Basuki Hariman, pengusaha yang menyogoknya pada judicial review UU 41/2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan. Suap tersebut diduga untuk memengaruhi putusan uji materi yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Menurut jaksa, uang tersebut diberikan agar Patrialis membantu memenangkan putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Kode Ahok dipakai Patrialis untuk menyebut nama Basuki Hariman. Adanya kode itu terungkap saat orang dekat Patrialis, Kamaludin, bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 31 Juli 2017. Saat itu, Jaksa KPK dalam persidangan memutarkan rekaman percakapan telepon antara Patrialis dan Kamaludin.

Di dalam percakapan tersebut, Patrialis menyebut kalimat, “Sekalian antum mau, Ahok, Ahok mau ngobrol enggak?”. Kemudian, masih dalam obrolan tersebut, Kamaludin menjawab kata-kata Patrialis tersebut dengan mengatakan, “Ana arahkan si Ahok, iye ye,”.

Menurut Kamaludin, Ahok tersebut adalah Basuki. Kamaludin mengaku memahami apa yang dimaksud oleh Patrialis. “Ahok itu Pak Basuki maksudnya. Kami ada rencana main golf di Royal. Pak Patrialis mengingatkan, kalau bisa Pak Basuki bisa gabung, ngobrol-ngobrol,” kata Kamaludin kepada jaksa.

Patrialis, diketahui juga menggunakan istilah lain untuk mengganti sebutan putusan uji materi, yakni dengan dengan istilah “kereta”. Lalu, istilah tersebut digunakan Patrialis saat berbicara dengan Kamaludin.

8. Ekor dan Ton Emas

Pengacara Adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Chaeri Wardana alias Wawan, yakni Susi Tur Andayani memberi suap kepada Akil Mochtar, yang kala itu menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Dalam kasus ini, Susi menggunakan kode ‘ekor’ saat berkomunikasi dengan Akil perihal uang untuk pembayaran dalam kasus sengketa pemilihan Bupati Lebak, Banten.

“Ass..(Assalamualaikum) Pak, Bu atut lg (lagi) ke singapur (Singapura), brg (barang) yg (yang) siap 1 ekor untuk lebak aja (saja) jam 14 siap tunggu perintah bpk (bapak) aja (saja) sy (saya) kirim ke mana..,” kata Susi melalui pesan pendek kepada Akil, 1 Oktober 2013.

Selain itu, dalam sejumlah komunikasi, Akil juga kerap menggunakan kode-kode tertentu. Misalnya saat berkomunikasi dengan Chairun Nisa, politikus Golkar yang ditangkap KPK, Akil menggunakan kode ‘tiga ton emas’ untuk merujuk pada uang Rp 3 miliar.

Share: ‘Tina Toon’ dan Sederet Kode Rahasia Suap di Kasus Korupsi Indonesia