General

Tiga Asumsi Kenapa DPR Sepi Komentar Soal Kasus E-KTP Setya Novanto

Ramadhan — Asumsi.co

featured image
Asumsi.co

Setya Novanto akhirnya melemah, lunglai, dan tak lagi bisa kabur-kaburan dari kejaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Minggu (19/11/2017) malam kemarin, Novanto akhirnya dijebloskan ke rumah tahanan KPK setelah melewati drama panjang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP yang berpotensi merugikan negara sebesar 2,3 Trilyun. Untuk saat ini, publik setidaknya bisa bernafas lega karena akhirnya, papa yang selama ini kita anggap sakti mandraguna akhirnya bisa jadi pesakitan KPK juga.

Tapi, lo sadar gak sih kalau ada yang janggal dari kasus korupsi Setnov ini? Terutama buat lo yang ngikutin kasusnya Setnov sejak lama, coba deh perhatiin statement-statement para legislator kita di Senayan. Hampir gak ada yang bersuara “lantang” meminta kasus Setnov untuk segera diungkap, atau setidaknya, meminta jajaran penegak hukum bertindak tegas. Contohnya aja, dua wakil ketua DPR dari fraksi PKS, Fahri Hamzah dan dari fraksi Gerindra, Fadli Zon. Duo F yang terkenal hobi banget nyinyir ke pemerintahan Jokowi ini justru terkesan normatif dan hati-hati dalam mengeluarkan statement terkait kasus korupsi Setnov. Padahal kan Setnov ketum Golkar, yang notabene merapat di pemerintahan juga. Aneh gak sih?

Untuk mengungkap misteri ini, tim Asumsi berusaha menemukan kesaktian apa yang dimiliki Novanto hingga membuat DPR sunyi senyap dalam mengomentari kasusnya. Setidaknya, ini dia alasan-alasan yang kita asumsikan jadi penyebab sepi-nya DPR:

Setya Novanto Si Politisi Ulung

Politisi Golkar, Rully Chairul Azwar pernah mengatakan bahwa Setya Novanto merupakan sosok politisi ulung dengan berbagai kelebihan, meski memiliki permasalahan etika. Rully menyebut Novanto memiliki kemampuan hebat dalam mengakses dana serta handal dalam membangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan pihak pemerintah. Sebagai Ketua DPR, Novanto dipandang sebagai sosok yang pintar melakukan lobi politik. Kelebihan itulah yang akhirnya membuat daya jangkau Novanto dalam memperluas jaringan menjadi sangat mudah.

Kepiawaian Novanto ini tentu masih sangat dibutuhkan kawan-kawannya di parlemen sehingga kemungkinan besar, aliran dukungan untuk Novanto masih akan tetap mengalir sekalipun Novanto tengah terlibat kasus korupsi besar.

Santa Claus Semua Kalangan

Mantan bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazzaruddin, juga pernah menggambarkan sosok Setya Novanto sebagai sosok Santa Claus di kancah perpolitikan Tanah Air. Dengan kekuatan jaringan dan modalnya yang luar biasa besar, Novanto bisa dengan mudah menyebar pengaruh.

Mari lihat kekuatan Novanto dalam menjangkau banyak tokoh besar dari berbagai kalangan di sepanjang karier politiknya. Sektor bisnis juga menjadi salah satu kekuatan Novanto, dan hal itu terlihat dari kedekatannya dengan Abu Rizal Bakrie, Jusuf Kalla, Susilo Bambang Yudhoyono, dan berbagai nama penting lainnya.

Kepiawaiannya berbagi seperti Santa Claus, serta merangkul tokoh dan berbagai kalangan inilah yang membuat Novanto bisa dengan mudah menjinakkan rekan-rekannya di parlemen. Bukan tak mungkin pula kan, Novanto membagi-bagikan ‘hadiah’ layaknya Santa Claus kepada rekan-rekannya di DPR, jadi semuanya happy.

DPR Lebih Suka Menyasar Jokowi Ketimbang ‘Makan’ Teman Sendiri

Solidaritas sesama anggota DPR itu sudah pasti ada, meskipun kadarnya tak terlalu besar. Bisa jadi, faktor solidaritas inilah yang melatarbelakangi sikap diam-nya anggota DPR dalam mengomentari kasus Setnov. Contohnya, lagi-lagi kita menyebut Duo F, Fahri dan Fadli, yang hobi banget meng-kritisi kebijakan pemerintah. Jika menelusuri dari akun media sosial keduanya, hampir semua sikap pemerintah salah, mulai dari krisis Rohingya, penyandraan OPM, hingga pernikahan Kahiyang Ayu yang sebenarnya gak ada hubungannya sama kinerja pemerintahan. Anehnya, dalam kasus papa, duet dua F ini kompak untuk tidak berkomentar apa-apa.

Jika Fadli Zon “mengalihkan” fokus ke penyelesaian kasus E-KTP secara keseluruhan, Fahri Hamzah justru menekan KPK dengan menyebut bahwa jika tidak bisa membuktikan kasus korupsi Setnov, maka lembaga anti-rasuah itu adalah mesin fitnah yang besar bagi rakyat Indonesia. Widiiih ngeri banget bahasanya!

Share: Tiga Asumsi Kenapa DPR Sepi Komentar Soal Kasus E-KTP Setya Novanto