Isu Terkini

Tersangka Korupsi Tanah Kuburan Ikut Pilkada 2020, Didukung 12 Partai dan Berpotensi Tanpa Lawan

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Wakil Bupati Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, Johan Anuar, jadi sorotan setelah memastikan diri kembali ikut Pilkada 2020 sebagai bakal calon wakil bupati. Johan yang merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah kuburan maju mendampingi Kuryana Aziz, bupati petahana.

Kuryana Aziz-Johan Anuar merupakan calon pasangan petahana. Untuk Pilkada 2020, keduanya mendaftar ke KPU pada Jumat (4/9/20), dengan memborong dukungan 12 partai politik yang memiliki kursi di DPRD. Hal ini tentu saja membuat keduanya akan bertarung tanpa lawan alias menjadi calon tunggal.

Adapun 12 partai politik pendukung pasangan Kuryana Aziz-Johan Anuar di antaranya PKS (2 kursi), PBB (1), PAN (4), Golkar (4), PKPI (1), PPP (2), Gerindra (5), Demokrat (3), PKB (3), PDIP (3), dan Nasdem (4). Hanura, yang memiliki 4 kursi, jadi partai terakhir yang bergabung bersama koalisi raksasa itu.

Pasangan tersebut juga didukung oleh dua partai tanpa kursi di DPRD OKU, yaitu Partai Garuda dan PSI.

Pasangan Kuryana-Johan dipastikan bakal menghadapi kotak kosong setelah pendaftaran bakal calon bupati dan wakil bupati OKU ditutup, yang berlangsung pada tanggal 4-6 September. Namun, berdasarkan regulasi, KPU OKU harus membuka pendaftaran kedua jika pendaftaran pertama hanya ada satu pasangan calon.

KPU OKU mengungkapkan bahwa pendaftaran calon akan dibuka kembali pada 10-12 September. Meski begitu, pada gelombang kedua nanti, kecil kemungkinan ada calon perseorangan yang bisa memenuhi syarat pendaftaran Pilkada OKU. Di sisi lain, tak ada partai yang tersisa.

Johan Anuar Diduga Korupsi Pengadaan Tanah Kuburan

Johan merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah kuburan. Ia diduga mengantongi sebagian dari Rp6,1 miliar dana APBN 2013 untuk penyediaan 10 hektare lahan kuburan pada tahun 2012. Pada September 2016, setelah berkali-kali memeriksanya dan memanggil sekitar 40 orang saksi, Polda Sumatera Selatan menetapkannya sebagai tersangka.

Pada Februari 2018, penyidikan dihentikan. Johan mengajukan gugatan sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Baturaja dan menang. Status tersangkanya dicabut.

Meski begitu, pada Desember 2019, tim penyidik Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sumsel menemukan bukti baru, sehingga Johan kembali menjadi tersangka dalam kasus yang sama. Ia kembali mengajukan praperadilan pada Januari 2020, namun ditolak.

Pada 14 Januari 2020, Polda Sumsel menahan Johan selama empat bulan usai menjalani pemeriksaan. Namun, ia akhirnya bebas pada 12 Mei karena masa penahanan habis dan penyidik tak memiliki bukti yang cukup untuk melimpahkan berkas pemeriksaan ke pihak Kejaksaan.

Pada 24 Juli 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih kasus Johan dari Polda Sumsel. Sejak 27 Agustus hingga 2 September, KPK melakukan pemeriksaan terhadap 43 orang, yang terdiri dari pihak pemilik lahan, mantan anggota DPRD OKU, mantan Sekda OKU, mantan Bupati OKU, sejumlah PNS di lingkungan Pemkab OKU, dan Johan sendiri.

KPK pun memastikan kasus korupsi tanah kuburan di OKU itu tetap akan diusut. “KPK tidak masuk wilayah proses politik karena bukan ranah KPK. Namun, prinsipnya bahwa penanganan perkara oleh KPK tidak ditunda oleh karena ada pilkada tersebut,” kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (8/9/20).

Koruptor Ikut Pilkada Wujud Nyata Kegagalan Partai Politik

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengomentari pencalonan Wakil Bupati OKU Johan Anuar di Pilkada 2020. Menurutnya, partai-partai politik pengusung tersangka korupsi sebagai calon kepala daerah lebih mengedepankan pragmatisme ketimbang semangat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.

“Popularitas dan modal menjadi pertimbangan utama dalam pencalonan tersangka, tapi mengesampingkan etika publik dan moralitas. Tersangka kasus korupsi jelas pernah punya pengalaman mengkhianati publik dengan melakukan korupsi dan penyalahgunaan kewenangan untuk menguntungkan dirinya sendiri,” kata Khoirunnisa saat dihubungi Asumsi.co, Selasa (8/9).

Meski demikian, dari sisi regulasi Khoirunnisa melihat memang tidak ada yang melarang tersangka kasus korupsi untuk mencalonkan diri dalam pilkada. Sebab, lanjutnya, sepanjang belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, tersangka korupsi masih diperbolehkan ikut bertarung merebut kursi kepala daerah.

“Tersangka korupsi yang secara terbuka dicalonkan kembali oleh parpol jelas merupakan wujud nyata kegagalan parpol. Parpol tidak punya konsep rekrutmen politik berbasis kaderisasi dan terkooptasi pengaruh elit yang punya modal kuat, sehingga merasa biasa-biasa saja ketika mereka mencalonkan tersangka kasus korupsi.”

Sekadar informasi, secara legal, pencalonan Johan di Pilkada 2020 memang tidak melanggar Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang “Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.” Di dalam UU tersebut disebutkan bahwa yang tidak dapat mencalonkan diri adalah eks narapidana setelah lima tahun keluar penjara.

Share: Tersangka Korupsi Tanah Kuburan Ikut Pilkada 2020, Didukung 12 Partai dan Berpotensi Tanpa Lawan