Isu Terkini

Pekerja Medis COVID-19 di Indonesia Dihantui Kelelahan Mental, Apa Dampaknya?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Pandemi COVID-19 membuat banyak orang frustrasi, cemas, hingga stres. Kondisi yang sulit dihindari ini berdampak lebih hebat terhadap para pekerja medis yang menangani virus SARS-CoV-2 di Indonesia. Garda terdepan selama pandemi itu pun mengalami keletihan mental atau burnout syndrome.

Tim Peneliti Program Studi Magister Kedokteran Kerja (MKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melakukan studi “potong lintang” mengenai keletihan mental pada tenaga medis. Studi itu dilakukan dengan cara menyebarkan survei online kepada para tenaga kesehatan untuk diisi secara sukarela.

Tim peneliti kemudian mengamati data populasi atau sampel yang telah dikumpulkan. Adapun waktu penelitian dimulai dari Februari hingga Agustus 2020, berdasarkan data yang dikumpulkan pada bulan Juni hingga Agustus 2020 dengan total responden 1.461 responden dari seluruh provinsi di Indonesia.

“Tingginya risiko menderita burnout syndrome akibat pajanan stres yang luar biasa di fasilitas kesehatan selama pandemik ini dapat mengakibatkan efek jangka panjang terhadap pelayanan medis,” kata Dewi dalam konferensi pers virtual pada Jumat (4/9/20).

Dewi menilai kondisi itu dapat menimbulkan efek jangka panjang karena para tenaga kesehatan bisa merasa depresi, kelelahan ekstrem bahkan merasa kurang kompeten dalam menjalankan tugas. Ini tentu berdampak kurang baik bagi upaya memerangi COVID-19.

Studi itu menemukan bahwa dokter yang menangani pasien COVID-19 di Indonesia, baik dokter umum maupun spesialis, berisiko dua kali lebih besar mengalami keletihan emosi dan kehilangan empati dibandingkan mereka yang tidak menangani pasien COVID-19.

Sementara ada pula tenaga kesehatan sebanyak dua persen yang tidak mendapat alat pelindung diri (APD) yang memadai dari fasilitas kesehatan. Lalu, sekitar 75 persen fasilitas kesehatan tidak melakukan pemeriksaan swab rutin dan sebanyak lima persen tidak melakukan pemeriksaan rapid test bagi tenaga kesehatan.

Setidaknya ada sekitar 83 persen tenaga kesehatan di Indonesia yang mengalami burnout syndrome, derajat sedang dan berat, akibat beban berat dalam menangani pasien COVID-19. Dari angka tersebut, mayoritas tenaga kesehatan di Indonesia masuk dalam kategori sedang (82 persen) dan satu persen mengalami burnout tingkat berat.

Namun, meski tim peneliti tidak bisa menyebutkan adanya hubungan antara karakteristik individu dengan keletihan mental secara keseluruhan, dokter yang sudah menikah ditemukan lebih berisiko mengalami dua gejala keletihan mental, yakni keletihan emosi dan kehilangan rasa percaya diri.

Sementara itu, meski tidak ada hubungan antara lingkungan kerja dengan keletihan mental secara keseluruhan, dokter umum ternyata didapati lebih berisiko mengalami tiga gejala sekaligus yakni keletihan emosi, kehilangan empati dan kehilangan rasa percaya diri.

Adapun pekerja yang menangani COVID-19 lebih berisiko mengalami keletihan emosi sebanyak 1,6 kali lipat dan kehilangan empati 1,5 kali lipat.

Ketua Tim Peneliti MKK, Dr. dr. Dewi Soemarko, MS, SpOK menyampaikan, kondisi itu secara psikologis berisiko mengganggu kualitas hidup dan produktivitas kerja dalam pelayanan kesehatan.

Yang mengerikan lagi dari sekadar hanya bertambahnya beban kerja, COVID-19 nyatanya juga berisiko mengancam keselamatan jiwa. Sampai hari ini, tercatat sudah lebih dari 100 orang dokter dan ratusan tenaga medis lain, yang meninggal dunia akibat terinfeksi COVID-19 pada saat menjalankan tugas.

Tim Peneliti yang terdiri dari Dr. dr. Ray W. Baswoei, MKK, dr. Levina Chandra Khoe, MPH, dr. Marsen Isbayuputra, SpOK, juga mengungkap temuan lain yang juga sangat mengkhawatirkan, yakni sekitar 41 persen tenaga kesehatan mengalami keletihan emosi derajat sedang dan berat, 22 persen mengalami kehilangan empati derajat sedang dan berat, serta 52 persen mengalami kurang percaya diri derajat sedang dan berat.

Dewi menjelaskan, burnout ialah sindrom psikoligis akibat respons leronik terhadap stressor atau konflik. Gejala burnout adalah keletihan emosional, kehilangan empati, dan berkurangnya rasa percaya diri.

Keletihan mental disebabkan oleh beban sistem layanan kesehatan yang besar selama pandemi COVID-19. Data mencatat bahwa sudah ada 100 dokter, 55 perawat, delapan dokter gigi, dan 15 bidan yang wafat selama pandemi COVID-19.

Burnout juga bisa menyebabkan gangguan mental, sehingga sangat penting untuk mengetahui kondisi mental para tenaga kesehatan pada masa pandemi.

“Tenaga kesehatan harus mengenal gejala burnout dan harus mencegahnya agar nantinya tenaga kesehatan bisa menunjukan kinerja yang lebih baik,” ujarnya.

Menurut Dewi, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh banyak pihak untuk mengantisipasi terjadinya burnout pada tenaga medis dan manajemen tempat kerja, himpunan profesi bahkan pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah pusat diharapkan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan surveilans burnout kepada tenaga medis.

Selain itu, pihak Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan juga diharapkan bisa memberikan edukasi agar memperhatikan burnout kepada tenaga kesehatan dan memfasilitasi layanan konseling psikologis kepada tenaga kesehatan.

Terkait situasi burnout syndrome yang dialami tenaga medis di Indonesia, pakar biologi molekuler Dr. Ahmad Rusdjan Utomo menilai kondisi itu berbahaya sekali. Sebab, lanjutnya, dalam situasi normal saja sudah bahaya apalagi pandemi.

“Ya, di situlah pentingnya physical distancing untuk flattening the curve. Tapi kan faktanya tidak diindahkan, misalnya seperti kerumunan pilkada,” kata Ahmad saat dihubungi Asumsi.co, Senin (7/9).

Senada dengan Ahmad, Sekretaris Jenderal Akademi Ilmuwan Muda Indonesia Dr. Berry Juliandi juga menilai kondisi burnout syndrome pada tenaga medis akan sangat berbahaya. Sebab, semua aktivitas manusia ditentukan oleh keadaan emosi yang sebenarnya.

“Oleh sebab itu memang perlu dilakukan shift pekerjaan yang baik agar mereka bisa berinteraksi dengan keluarga, juga diberikan sesi terapi di tempat kerja untuk menghilangkan kepenatan emosi dan fisik,” kata Berry yang juga merupakan dosen Departemen Biologi FMIPA IPB itu kepada Asumsi.co, Senin (7/9).

Share: Pekerja Medis COVID-19 di Indonesia Dihantui Kelelahan Mental, Apa Dampaknya?