Isu Terkini

Tanda-tanda Virus Corona di Berbagai Negara Sebelum Merebak di Cina

Permata Adinda — Asumsi.co

featured image
Asumsi.co

Foto: Pxhere

Meskipun COVID-19 pertama kali terlacak di Wuhan, Cina, belum dapat diketahui pasti apakah virus itu memang merebak pertama kali di sana.

Temuan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat menunjukkan bahwa jejak virus SARS-Cov-2 telah ditemukan di sejumlah wilayah AS sebelum kasus pertama dilaporkan di Wuhan.

– Sampel darah yang diambil di Amerika Serikat sejak 13 Desember 2019 menunjukkan bahwa antibodi COVID-19 telah terbentuk pada saat itu—dua minggu sebelum Wuhan melaporkan kasus pertamanya pada 31 Desember 2019.

– CDC menguji 7.389 sampel darah yang diambil sepanjang 13 Desember 2019-17 Januari 2020. Sampel-sampel ini berasal dari California, Connecticut, Iowa, Massachusetts, Michigan, Oregon, Rhode Island, Washington, dan Wisconsin.

– Hasilnya, 106 sampel bereaksi terhadap tes untuk antibodi SARS-CoV-2. 38 di antaranya diambil pada 13 dan 16 Desember, sisanya pada 20 Desember dan 17 Januari.

– Uji lebih lanjut terhadap 90 sampel dilakukan untuk mengonfirmasi antibodi yang terbentuk bukanlah karena virus lain. Hasilnya, 84 sampel atau 93% di antaranya ditemukan memiliki antibodi yang spesifik terhadap COVID-19.

– “Kehadiran antibodi ini mengindikasikan bahwa infeksi SARS-CoV-2 bisa jadi telah terjadi di wilayah barat Amerika Serikat lebih awal dari yang kita kira,” ujar peneliti CDC di laporannya yang dipublikasikan di Clinical Infectious Diseases.

Jejak COVID-19 di negara-negara lain

Hasil penelitian di Amerika Serikat ini menambah sejumlah temuan di negara lain yang mengindikasikan bahwa virus Corona telah beredar di beberapa negara sebelum teridentifikasi di Cina.

– November lalu, penelitian di Italia menemukan sampel darah yang mengandung antibodi virus Corona sejak September 2019. Sampel darah orang dengan penyakit kanker paru-paru itu diambil setiap bulan selama enam bulan sejak September.

– Pada Mei lalu, seorang dokter di Prancis menemukan bahwa pasiennya dengan gejala pneumonia yang dirawat pada 27 Desember 2019 ternyata terpapar COVID-19. Sampel usap yang diambil saat itu dites kembali dan diketahui hasilnya positif COVID-19. Si pasien yang mengalami gejala batuk kering, demam, dan kesulitan bernapas ini mengatakan dirinya tidak pernah keluar dari Prancis sebelum sakit.

– Peneliti di Spanyol menemukan bahwa genom virus SARS-CoV-2 terdeteksi di sampel air selokan yang diambil pada Maret 2019. “Level SARS-CoV-2 rendah, tetapi positif,” kata pemimpin penelitian dari Universitas Barcelona, Albert Bosch.

– Peneliti Cina sempat berargumen bahwa virus ini kemungkinan besar berasal dari India atau Bangladesh. Menggunakan analisis filogenetik, pihaknya juga menominasikan Amerika Serikat, Yunani, Australia, Italia, Republik Ceko, Rusia, dan Serbia sebagai negara-negara berpotensi. Namun, hasil penelitian yang belum di-peer review ini disanggah oleh peneliti virus asal Glasgow University, David Robertson, yang menyatakan bahwa klaim itu “tidak berdasar”.

Profesor dari Universitas Peking, Peiyu Wang, menyatakan bahwa upaya untuk melacak asal-muasal virus bukanlah hal yang mudah dan mesti ditangani secara hati-hati. Ia juga mengatakan bahwa, “Virus Corona bisa jadi muncul dari berbagai di tempat di seluruh dunia.”

Bersamaan dengan rilisnya studi CDC, Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan The Lancet juga sedang menginvestigasi sumber kemunculan virus. WHO akan mulai melakukan investigasi di Wuhan, dengan tuuan untuk mengonfirmasi apakah virus Corona ini telah menyebrang dari hewan ke manusia. Begitu pula dengan The Lancet yang akan fokus pada penyebaran awal virus.

Sementara itu, seperti kita ketahui, Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah keburu menyalahkan pemerintah Cina atas penyebaran virus, menyebut penyakit ini sebagai “kung flu”, “virus Cina”, hingga mengatakan Cina telah melakukan “pembunuhan massal di seluruh dunia”.

Share: Tanda-tanda Virus Corona di Berbagai Negara Sebelum Merebak di Cina