Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) masuk dalam jajaran teratas trending topic di jagad
Twitter sejak Rabu (14/4/21) pagi. Hal ini menyusul pernyataan komentator
sepakbola Valentino “Jebret” Simanjuntak yang bakal melaporkan
sejumlah akun yang melempar cuitan bernada penghinaan kepadanya.
Seperti Apa Cuitannya?
Cuitan penghinaan ini diketahui berawal dari
respons pria yang akrab disapa Bung Jebret ini dalam menyikapi kemunculan tagar #GerakanMuteMassal.
Tagar ini trending di Twitter usai salah satu
warganet dengan nama akun @wandasyafii mencuit agar
membisukan tayangan sepakbola di televisi yang menghadirkan Valentino sebagai
komentatornya.
Diketahui komentar “jebreeet” yang
kerap diucapkan Valentino, meninggalkan kesan tersendiri bagi para pemirsa,
sekaligus ikonik untuknya.
Ada pecinta sepakbola yang menilai
komentar-komentar Valentino nyeleneh dan sama sekali berbeda dengan komentator
lainnya. Komentarnya dianggap terlalu berlebihan. Namun, ada pula yang justru
merasa terhibur dengan gaya khasnya saat menjadi komentator. Sebab, bagi
sebagian orang, menonton sepakbola tak perlu serius.
Bung Jebret merasa geram saat mengetahui ada
warganet yang justru melempar kicauan dengan bahasa yang dianggapnya tak sopan.
Warganet dengan nama akun Twitter @SiaranBolaLive ini
mencuit, “The Most COCOT
Paling Mengganggu se-Indonesia: Valentino Jebret. COCOT S***T.”
Dini hari tadi, melalui akun @radotvalent, Valentino
menyampaikan pernyataan tegas bahwa dirinya bakal melaporkan akun tersebut ke
polisi. Ia pun mengisyaratkan akan menjerat si pemilik akun dengan ancaman UU
ITE.
“Info Penting Sebelum Sahur. Kalo yang
seperti ini saya serahkan ke teman-teman pengacara saya, jika tidak ada respon
dalam 1×24 jam maka ……(saya anggap akun anda pintar sehingga tahu maka akan
apa selanjutnya ya? Tidak perlu saya sampaikan pasal2nya),” kicau Valent.
Ia menunggu permintaan maaf dari akun
tersebut, dalam bentuk video lengkap dengan nama dan alamat jelas agar
diketahui pemiliknya, sebagai bukti bukanlah akun bodong.
“Sehingga akan sah dan terbukti kalo
akun ini tidak palsu dalam 1×24 jam atau jika tidak saya dan tim hukum akan
proses anda,” lanjutnya.
Bung Jebret menambahkan, ada sekitar 10
hingga 20 akun lain di Instagram dan Twitter yang sedang dalam pantauan tim
pengacara.
Ia memastikan, pihaknya juga bakal
mengedukasi para pemilik akun ini soal betapa bahayanya ujaran kebencian,
supaya tetap berada dalam koridornya saat berkomentar di medsos.
“Kepada akun lain yang serupa yaitu
MENGHINA bukan MENGKRITIK, saya tunggu itikad baiknya dalam 1 x 24 jam,
terimakasih. Hormat saya, Radot Valentino Simanjuntak SH. MH Anggota PERADI
(Perhimpunan Advokat Indonesia). #jebreeet,” cuitnya.
Akun Siaran Bola Live Minta Maaf
@SiaranBolaLive segera
menyampaikan permintaan maaf atas kicauan yang dianggap menyinggung Bung Jebret
ini, melalui balasan di Twitter.
“Kami mohon maaf telah nge-tweet yang
tidak sesuai dengan norma kesopanan terhadap Bang @radotvalent. Kami pecinta
sepakbola Indonesia Ingin sepakbola Indonesia Maju dan berkembang. Sekali lagi
kami mohon maaf kepada @radotvalent atas tulisan & kata yang tidak
pantas,” tulis akun tersebut.
Seperti permintaan Valent, pemilik atau admin
akun tersebut juga menyertakan unggahan tayangan video berisi permintaan maaf
seraya menunjukkan identitasnya.
“Bersama ini, saya admin Siaran Bola
Live Agus Widodo tinggal di Pasar Rebo, Jakarta Timur mohon maaf kepada
Valentino Simanjuntak karena telah nge-tweet dengan kata-kata yang tidak sopan.
Sekali lagi, kami mohon maaf kepada Bang Valentino Simanjuntak, salam. Semoga
sepakbola Indonesia semakin membaik, salam,” ujar admin dalam tayangan
video.
Lewat akun Twitternya, Valent mengapresiasi
permintaan maaf admin akun Twitter tersebut. Akan tetapi, ia mengatakan
ucapannya yang tak sopan terlanjur menciptakan keresahan di tengah publik.
“Terima kasih untuk permintaan maaf
singkatnya, namun sebagaimana yang saya sebutkan dalam postingan saya
sebelumnya, sebagai berikut: Kegaduhan yang anda timbulkan menimbulkan
keresahan di followers IG,
Twitter saya dan telah melakukan tindakan “framing” diri saya seperti S****T, yg dalam
KBBI artinya: Rectum, anus, bol dalam bahasa jawa. Bisa juga dipakai untuk
makian,” cuitnya.
Ia mengungkapkan, cuitan tersebut menurutnya
juga telah menimbulkan keresahan bagi pihak keluarganya yang membaca dan ikut
menjadi korban dalam masalah ini.
“Karenanya kalau anda berani berbuat
salah maka anda harus berani mempertanggungjawabkannya,” imbuhnya.
Valentino Disarankan Dahulukan Langkah Mediasi
Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of
Expression Network (SAFEnet), Damar Juniarto menyarankan agar Valentino
mendahulukan langkah mediasi, alih-alih langsung melaporkan admin akun Siaran
Bola Live lewat jalur hukum dengan jeratan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Prinsipnya kan, kalau mau pakai UU ITE
setelah upaya-upaya lain dilakukan. Misalnya, dia menganggap akun tersebut
mencemarkan nama baik dia atau tidak nyaman, dia bisa mengupayakan mediasi atau
melakukan tabayyun dulu lah,” jelas Damar kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon,
Rabu (14/4/21).
Mediasi ini, lanjutnya, bisa dilakukan
Valentino dengan mengajak admin @SiaranBolaLive untuk bertemu
secara tatap muka atau sambungan virtual. Selanjutnya, keduanya mendiskusikan
upaya mediasi atau penyelesaian secara kekeluargaan yang bisa dilakuan.
“Kenapa didorong? Memang penyelesaian
masalah seperti ini harus diupayakan dengan cara yang beradab, mencari
ruang-ruang penyelesaian, titik temu,” ujarnya.
Lebih lanjut, menurutnya, masalah ini bisa
diselesaikan langsung di Twitter tanpa ancaman UU ITE. Terlebih antara
Valentino dengan pihak pemilik akun tersebut sudah saling berinteraksi dengan
berbalas cuitan.
“Dari sekian banyak balasan netizen itu
ada yang dia bisa balas, dia jawab di medsos, sebetulnya itu juga sesuai arahan
dari PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa), yang mengatakan, problem digital bisa
diselesaikan di platform terkait,” kata Damar.
Penyelesaian masalah hukum secara langsung
melalui platform medsos terkait, menurutnya, efektif untuk menyampaikan
bantahan atau saling memberikan klarifikasi secara langsung.
“Itu saja sudah cukup sebenarnya karena
internet itu sifatnya egaliter. Semua berada dalam posisi yang sama di
internet. Apalagi kalau ini berkaitan dengan figur publik, lebih punya pengaruh
yang disampaikannya daripada satu dua komentar warga biasa,” terangnya.
Aparat Diharapkan Bijak
Meski demikian, Damar tetap mempersilakan
Valentino untuk tetap membawa perkara ini ke jalur hukum. Dengan catatan, usai
mengambil langkah mediasi, tidak menemukan titik temu.
“Memang disarankan untuk mengambil
langkah-langkah non hukum terlebih dahulu, namun kemudian, bila tidak bisa
menemukan titik temu, atau solusi bersama yang disepakati dari mediasi, bisa
menempuh jalur hukum,” ungkapnya.
Ia menambahkan, keberadaan polisi virtual
saat ini memang tak serta merta menghilangkan hak warga negara untuk bisa
melaporkan seseorang dengan jeratan hukum UU ITE.
“Polisi virtual itu tidak menghentikan
proses hukum yang biasa, yaitu orang bisa lapor ke polisi kalau menemukan suatu
tindakan yang dianggap telah menciderai dia,” katanya.
Bila pada akhirnya masalah ini berakhir
dengan laporan ke polisi, Damar mengharapkan sikap bijak aparat dalam
menanganinya. Sikap bijak yang dimaksudnya adalah pihak kepolisian mendorong
agar terlebih dahulu dilakukan proses mediasi antara keduanya.
Pasalnya, ia mengeaskan hingga saat ini UU
ITE merupakan produk hukum yang tetap harus dikritisi. Sebab, UU ITE selama ini
dinilai mengambil posisi hukum yang terlalu tinggi.
“Mekanisme hukum yang ada sekarang,
utamanya dalam UU ITE kan, dinilai tidak baik. Alasannya karena mengambil hukum
terlalu tinggi atau upaya-upaya keadilan di dalam UU ITE ini, tidak mempunyai
unsur keadilan. Jadi mungkin, kami mendorong ada kebijakan dari aparat juga
untuk memutuskan apakah perlu lanjut atau tidak kasusnya,” ujarnya.