Teknologi

Tak Ada Partisipasi Publik, SAFEnet Desak Permenkominfo 5/2020 Dicabut

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: Unsplash

Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemekominfo), mengundangkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Eletronik Lingkup Privat. Permenkominfo 5/2020 yang bakal berlaku efektif mulai 24 Mei mendatang ini dianggap berpotensi memperburuk hak-hak digital masyarakat Indonesia. Apa alasannya?

Clubhouse Hingga TikTok Terancam Diblokir

Mengutip Kompas.com, Permen yang diundangkan pada 24 November 2020 ini berisi aturan terkait Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat. Singkatnya, dalam Permen tersebut PSE Lingkup Privat didefinisikan sebagai penyelenggaraan Sistem Elektronik oleh orang, badan usaha, dan masyarakat. Permenkominfo 5/2020 ini mengatur hal-hal seperti pendaftaran, tata kelola moderasi informasi atau dokumen elektronik, dan permohonan pemutusan akses atas informasi/dokumen yang dilarang. 

Aturan itu juga mengatur pemberian akses untuk kepentingan pengawasan dan penegakan hukum, serta sanksi administratif yang mungkin dijatuhkan pada PSE yang ada di Indonesia. Contohnya seperti Clubhouse yang terancam diblokir oleh Kominfo beberapa waktu lalu karena belum mendaftarkan diri ke Kominfo. Mereka pun terancam akan mendapatkan sanksi administrasi berupa pemutusan akses alias pemblokiran.

Baca juga: Tiga Alasan DPR dan Kominfo Harus Segera Beri Kejelasan Soal UU PDP

Tenggat waktu Clubhouse dan PSE atau penyedia aplikasi lainnya seperti Facebook dan TikTok paling lambat enam bulan sejak aturan ini diundangkan pada 24 November 2020. Artimnya, jika sampai tanggal 24 Mei 2021 tidak mendaftar, dianggap ilegal dan dilakukan pemblokiran bila tidak mendaftar ke Kemenkominfo sampai 24 Mei mendatang.

Sanksi pemblokiran ini, tertuang dalam pasal 7 ayat 2a soal Penjatuhan Sanksi Administratif dan Normalisasi yang berbunyi:

“Pasal 7 ayat (2) Dalam hal PSE Lingkup Privat tidak melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Menteri memberikan sanksi administratif berupa Pemutusan Akses terhadap Sistem Elektronik (access blocking).”

Namun, PSE yang telah diblokir dapat melakukan pendaftaran dengan prosedur yang ditentukan. Pihaknya akan melakukan normalisasi berdasarkan pengajuan rekomendasi oleh kementerian atau lembaga terkait, sesuai dengan dasar layanan PSE yang telah memenuhi aturan perundang-undangan.

“Dalam  hal  sanksi  administratif  yang  diberikan  kepada PSE Lingkup Privat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah  Pemutusan Akses terhadap  Sistem  Elektronik (access   blocking), Menteri melakukan Normalisasi berdasarkan pengajuan rekomendasi oleh Kementerian atau Lembaga atas dasar layanan PSE lingkup privat yang telah memenuhi  ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian disampaikan Pasal 8 ayat (2) Permenkominfo 5/2020. 

Tak Libatkan partisipasi Publik

Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Damar Juniarto menyebut kehadiran Permenkominfo 5/2020 ini tentu meresahkannya di tengah desakan publik untuk segera menuntaskan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.

“Ternyata pemerintah justru mengatur lebih jauh nan teknis terkait sistem elektronik lingkup privat. Karena lingkup privat, tentunya akan punya konsekuensi hukum sekaligus masalah yang sangat mungkin terjadi, terutama dampak yang ditimbulkan dari sisi bukan semata aturan yang tidak sesuai standar, teori hukum maupun prinsip-prinsipnya, melainkan pula masalah dasar kebebasan dan hak-hak asasi manusia, khususnya di ranah digital atau online,” jelasnya melalui keterangan tertulis kepada Asumsi.co, Jumat (21/5/21).

Kata ‘dilarang’ dalam frasa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang” pada aturan tersebut memiliki jangkauan yang bisa teramat luas dan penafsirannya membuka ruang perdebatan sendiri, terutama bila terjadi konflik kepentingan bagi Lembaga Negara atau aparat penegak hukum

“Terlebih, secara institusional dalam sistem kelembagaan negara, penataan ketatapemerintahan yang lebih independen untuk mengawasi dan mempertanggungjawabkan penyelenggaraan sistem elektronik belumlah dirumuskan secara terpadu, lengkap mekanismenya, termasuk mewadahi keluhan atau komplain atas kemungkinan penyalahgunaan wewenang institusi maupun pribadi-pribadi yang berkepentingan dalam kekuasaan,” terangnya.

Damar menegaskan lingkup privat adalah bagian mendasar dari hak asasi manusia, yang secara hukum hak asasi manusia internasional memiliki pengaturan tersendiri, terutama hak atas pribadi (privacy rights). 

“Perlindungan hak atas pribadi memiliki dimensi atau cakupan yang demikian luas dan tak bisa disederhanakan sebagai hak yang mudah dibatasi, sekalipun posisinya sebagai derogable,” imbuhnya.

Ia juga menyebut penyusunan hingga pengesahan Permenkominfo 5/2020 ialah karena rancangan hingga pengesahan aturan ini dilakukan secara diam-diam, tanpa melibatkan partisipasi publik sama sekali.

Baca juga: Mengejar Hacker 279 Juta Data dan Regulasi Keamanan Data Pribadi

“Pada awal tahun ini, SAFEnet melakukan FGD yang diikuti oleh belasan organisasi masyarakat sipil serta stakeholders lainnya yang terdampak dengan adanya peraturan ini. Mereka mengaku tidak pernah dilibatkan sama sekali dalam pembahasan peraturan tersebut,” terangnya.

SAFEnet Desak Permenkomifo 5/2020 Dicabut

SAFEnet, kata Damar mendesak  agar Menteri Kominfo Johnny G Plate mencabut aturan ini. Menurutnya penting menata legislasi dan regulasi bila ketentuan mendasarnya belum cukup utuh mengatur, sebagaimana dikaitkan dengan rencana atas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. 

“Aturan saat ini masih tersebar luas, dan tidak begitu jelas dipahami lingkup tanggung jawabnya. Artinya memerlukan penataan yang lebih komprehensif dan protektif. SAFEnet tetap bersikeras agar Menkominfo mencabut Permenkominfo 5/2020,” tegasnya.

Berkaitan dengan itu, ia mengharapkan adanya upaya progresif undang-undang perlindungan data pribadi dapat menjadi pijakan bersama menentukan arah perubahannya, termasuk menegaskan prinsip-prinsip, mekanisme, prosedur, saluran komplain atas pembatasan yang dilakukan.

Hal ini, mengingat urgensi atas cakupan dan levelnya perlu pula penegasan legislasinya. Selain itu, pemerintah perlu pula memastikan perlindungan hak privasi atau pribadi, termasuk dalam lingkup PSE privat.

“Sehingga aturan yang terintegral terkait undang-undang yang mengatur perlindungan data pribadi dapat menjadi induk pengaturan. Kami mengevaluasi perlu pula memastikan keterlibatan publik dalam pengembangan kebijakan atau pembentukan hukum peraturan perundang-undangan terkait, meskipun produk hukum itu bagian dari wewenang pilar eksekutif,” tuturnya.

Share: Tak Ada Partisipasi Publik, SAFEnet Desak Permenkominfo 5/2020 Dicabut