General

Strategi Kampanye Emak-emak dan Millenial Jelang Pilpres 2019, Efektifkah?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Kata atau istilah “emak-emak” sering dilontarkan bakal calon wakil presiden Sandiaga Uno dalam beberapa waktu terakhir. Tak hanya itu saja, diksi “millenial” juga jadi rebutan kubu Joko Widodo dan Prabowo Subianto sebagai strategi kampanye jelang kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Sandiaga Uno sendiri melontarkan frase “emak-emak” saat dirinya berpidato usai menyerahkan berkas pencalonan pendaftaran capres-cawapres bersama Prabowo Subianto, ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Jumat, 10 Agustus lalu.

Dalam pidatonya, Sandi menyebut akan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya bersama Prabowo, jika keduanya terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI di Pilpres 2019. “Kita ingin buka lapangan kerja untuk seluas-luasanya,” kata Sandi di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat.

Sandi juga mengatakan, saat ini sudah sangat banyak partai, sayangnya sejauh ini belum ada partai emak-emak yang memikirkan nasib kaum ibu tersebut di Indonesia. Oleh karenanya, ia akan berusaha berpihak dengan emak-emak.

“Dari semua partai, yang belum ada ‘partai emak-emak’, kami ingin berjuang untuk partai emak-emak, kami ingin harga-harga terjangkau, harga pangan stabil, dan kami ingin percepatan pembangunan dengan yang bersih,” ucap Sandi.

Seperti tak ingin kalah, sahabat Sandi yang saat ini berada di kubu Jokowi sebagai ketua tim sukses, Erick Thohir, juga digambarkan sebagai sosok yang bisa dekat dengan “kaum emak-emak”. Hal itu disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil alias Kang Emil, pada Sabtu, 8 September kemarin.

Baca Juga: Erick Thohir dan Kontra Strategi Jokowi Hadapi Prabowo di Pilpres 2019

Kang Emil turut senang atas ditunjuknya Erick Thohir sebagai ketua tim kampanye nasional atau timses Jokowi-Ma’ruf Amin. Kang Emil menilai Erick sukses dalam penyelenggaraan Asian Games 2018.

“Saya kira penunjukan Pak Erick Tohir sangat baik sekali. Beliau sukses sekali di Asian Games. Usianya masih sangat muda orangnya mandiri. Kombinasi yang disukai emak-emak,” kata Kang Emil.

“Jadi dimensi usia itu, pemimpin mililenial tidak harus senior tapi punya integritas, punya visi misi yang jelas maka sah-sah saja.”

Menariknya, diksi emak-emak dan millenial inilah yang getol dipakai kubu Jokowi dan Prabowo jelang bertarung di Pilpres 2019. Sebenarnya, seberapa efektifkah kampanye tersebut terhadap peluang mendulang suara?

“Emak-emak” dan “Millenial” Jadi Kaum Potensial

Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengatakan segmen kampanye yang menyasar emak-emak dan millenial ini memang sangat potensial. Pasalnya, kaum emak-emak dan millenial menjadi salah satu pemilik jumlah suara terbesar di Indonesia.

“Pertama, dari segi populasi jumlah emak-emak dan generasi millenial itu kan hampir mayoritas dari jumlah DPT yang ada. Kalau lihat dari pemilih Pemilu 2019, jumlah emak-emak itu sedikit lebih banyak ketimbang pemilih laki-laki. Jadi wajar kalau pemilih perempuan ini disasar,” kata Adi kepada Asumsi.co, Senin, 10 September.

Lalu yang kedua, menurut Adi, generasi millenial juga persentasenya hampir separuh dari pemilih yang bukan millenial. Jadi wajar kalau secara persentase emak-emak dan millenial ini disasar oleh kedua kubu.

Baca Juga: Seberapa Penting Posisi Ketua Tim Sukses Bagi Pasangan Capres-Cawapres?

Memang, kubu Jokowi dan Prabowo ini menyasar emak-emak dan millenial. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilih perempuan jumlahnya mencapai 92.929.422, sedangkan laki-laki sedikit lebih kecil di angka 92.802.671.

“Menurut saya yang penting, kenapa The Power of Emak-emak ini menjadi perhatian betul, karena yang menjadi persoalan bangsa kita saat ini adalah persoalan ekonomi. Kenapa persoalan ekonomi? Karena banyak industri keluarga, ekonomi keluarga yang justru terdampak dari kebijakan politik ini,” kata Adi.

Nah, poin saya adalah kenapa emak-emak jadi jualan politik sekarang? Karena ini kan sebenarnya untuk menyasar pemilih rasional. Pemilih rasional itu adalah pemilih yang mendasarkan kondisi ekonominya itu jauh lebih baik dari sebelumnya atau jauh lebih buruk.”

Adi membeberkan contahnya yakni kalau emak-emak itu merasa kondisi ekonominya lebih baik saat ini ketimbang di masa SBY, maka Jokowi berpotensi untuk dipilih kembali karena ada perbaikan ekonomi di sektor keluarga.

Begitu juga sebaliknya, kalau kondisi emak-emak ini merasakan hidupnya lebih susah dan keluarganya lebih susah di zaman Jokowi dan justru lebih enak di zaman SBY, maka jangan harap Jokowi akan dipilih kembali.

“Nah pertarungan inilah yang sebenarnya ingin dimainkan oleh Sandiaga Uno. Kan kalau hasil data BPS itu kemiskinan berkurang kan.”

“Sekalipun ada data BPS sepertinya Sandi ini enggak mau patah arang, ia mau mencoba memunculkan common sense, common issue, bahwa ada emak-emak di luar data BPS itu yang hidup susah, gara-gara impor beras, dan lain-lain.”

Seperti itulah kira-kira narasi yang ingin dimunculkan. Menurut Adi, inilah pertarungan bagaimana orang yang kehidupan ekonominya susah atau tidak di zaman sekarang ini. Lalu, kalau mayoritas emak-emak ini kehidupan ekonominya lebih mantap, ya tentu akan memilih Jokowi.

“Tapi, kalau mayoritas emak-emaknya jauh lebih susah ketimbang di zaman sebelumnya, ya petahana jadi terancam juga, itu kira-kira yang ingin disasar.”

Efektifkah Kampanye Emak-emak?

Menurut Adi, kampanye yang menyasar emak-emak tampaknya akan efektif di Pilpres 2019. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, emak-emak secara rasional tentu akan mendasarkan pilihannya berdasarkan kondisi perekonomian.

“Efektif sekali ya kampanye yang menyasar emak-emak ini untuk meraup suara di Pilpres 2019 nanti karena mereka ini membakar sentimen soal kondisi seperti apa yang dihadapi masyarakat sekarang.”

Adi memprediksi kalau Sandi berhasil ‘memprovokasi’ emak-emak yang hidupnya sulit untuk melakukan pergantian kepemimpinan, tentu mayoritas emak-emak ini akan memilih Sandi.

Tapi kalau Sandi tidak berhasil untuk ‘memprovokasi’ karena emak-emaknya dalam kondisi lebih mapan, ya tentu mereka akan tetap memilih Jokowi.

Baca Juga: Siasat Jokowi dan Prabowo Gandeng Dua Pebisnis ‘Ulung’ Indonesia

“Makanya, kemana-mana Sandi sekarang selalu membawa diksi The Power of Emak-emak terus. Nah sentimen itulah yang sebenarnya ingin terus digoreng dan ingin dikapitalisasi sebagai bagian dari meraih intensif elektoral. Pertaruhannya di situ saja.”

Bagaimana dengan Generasi Millenial?

Adi pun menjelaskan bahwa kedua kubu memang berlomba-lomba merebut hati para millenial di Indonesia. Perlu diketahui, generasi millenial di Indonesia memang banyak berpengaruh entah itu anak kuliahan, social influencer atau pekerja-pekerja kreatif lainnya.

“Kalau dalam generasi millenial, secara alamiah harus kita akui bahwa yang merepresentasikan millenial itu adalah sosok Sandi. Di antara semua kandidat, tentu Sandi umurnya lebih muda. Style dan gaya hidup dan performa Sandi kan memang cukup millenial banget kan.”

Apalagi, lanjut Adi, Sandi suka main basket, renang, running. Itu adalah style-style yang mewakili anak muda. Dari segi komunikasi, Sandi juga relatif lebih cair, enggak suka protokoler kan, lebih simpel dan sederhana.

Artinya aura dan nuansa millenial itu memang secara alamiah dimiliki oleh Sandi. Oleh sebab itu, kenapa akhirnya kubu Jokowi memilih Erick Thohir, sebenarnya untuk menutup monopoli isu millenial yang diborong oleh Sandi.

“Atau pun misalnya ada upaya untuk mendesain seakan-akan Jokowi juga adalah generasi millenial. Apalagi Jokowi kan sering nge-vlog, touring motor. Artinya dari segi umur Jokowi tidak millenial, tapi dari gaya Jokowi dan style-nya dikesankan dekat dengan generasi millenial.”

Senada dengan Adi, Pengamat Politik Universitas Padjadjaran Idil Akbar juga mengatakan bahwa kaum emak-emak dan millenial ini memang potensial. Apalagi, mereka merupakan kelompok yang realistis melihat capres-cawapres yang ada.

“Faktanya memang begitu, millenial saat ini jumlahnya memang cukup besar. Artinya mereka cukup signifikan untuk mengubah kondisi jumlah suara. Apalagi emak-emak sejak lama merupakan pemilih terbesar dalam partisipasi politik,” kata Idil kepada Asumsi.co.

Jadi memang cukup seksi jika melibatkan emak-emak dan millenial dalam kampanye di Pilpres 2019 nanti. Tapi, lanjut Idil, yang jelas kedua pasangan memang harus menawarkan program-program yang bisa menyasar langsung kaum emak-emak dan millenial itu.

Share: Strategi Kampanye Emak-emak dan Millenial Jelang Pilpres 2019, Efektifkah?