General

Stop Sedotan Plastik, Sejauh Apa Dampaknya ke Lingkungan?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Baru-baru ini publik dikejutkan dengan adanya bangkai paus sperma yang terdampar di perairan Pulau Kapota, Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Diketahui ternyata isi perut paus itu adalah berbagai sampah plastik. Ada berbagai macam sampah plastik yang merupakan buah dari perilaku manusia yang belum terlalu peduli dengan lingkungan.

Selain banyak sampah plastik di dalam perut paus tersebut, ada juga sampah sandal jepit yang terlihat. Berdasarkan hasil identifikasi isi perut paus yang dilakukan di Kampus AKKP Wakatobi ditemukan sampah plastik dengan komposisi sampah gelas plastik 750 gr (115 buah), plastik keras 140 gr (19 buah), botol plastik 150 gr (4 buah), kantong plastik 260 gr (25 buah).

Selain itu, ada pula serpihan kayu 740 gr (6 potong), sandal jepit 270 gr (2 buah), karung nilon 200 gr (1 potong), tali rafia 3.260 gr (lebih dari 1.000 potong). Adapun total berat basah sampah yaitu 5,9 kg. Bayangkan semua jenis sampah tersebut berkumpul di dalam perut sang paus, lalu seberapa peduli kah kita terhadap bumi dan makhluk hidup di dalamnya?

Memang masih sedikit pihak-pihak yang peduli terhadap lingkungan. Banyaknya sampah plastik yang ada di bumi ini tentu merupakan hasil dari pola hidup masyarakat yang belum tau soal mengerikannya dampak yang ditimbulkan oleh sampah plastik. Beruntungnya, kini McDonald’s sudah meniadakan sedotan plastik di seluruh gerainya.

Baca Juga: Sampah Plastik di Perut Paus dan Upaya Kita Selamatkan Bumi

Sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan, terutama dalam rangka mengurangi sampah plastik, McD Indonesia membuat gerakan #MulaiTanpaSedotan. Setidaknya ada total 189 gerai McD di seluruh Indonesia yang sudah tidak menyediakan dispenser sedotan lagi.

Gerakan #MulaiTanpaSedotan dari McD tersebut dibentuk dengan tujuan untuk mendorong masyarakat agar lebih peduli, sekaligus membantu mengurangi sampah plastik di lingkungan, dengan berhenti menggunakan sedotan plastik. Karena seperti kita ketahui, sampah plastik selalu memasuki peringkat atas dalam masalah lingkungan di berbagai negara.

Di Indonesia sendiri, tingkat kesadaran masyarakat terhadap sampah masih rendah. Sekiranya hanya 19% masyarakat Indonesia yang peduli terhadap sampah. Lalu, dengan mengurangi penggunaan sedotan plastik dan jenis plastik lainnya, seberapa signifikan dampak yang bisa dirasakan oleh lingkungan?

Sejauh Apa Dampak dari Berhentinya Penggunaan Sedotan Plastik?

Langkah-langkah konkret seperti yang dilakukan McD atau banyak gerakan kampanye cinta lingkungan hidup lainnya di Indonesia soal pengurangan sampah plastik tentu sangat positif dan punya dampak secara luas. Dwi Sawung, Pengkampanye Perkotaan dan Energi WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) mengatakan bahwa jumlah plastik kecil yang kerap dipakai sehari-hari, saat menjadi sampah itu bakal menumpuk banyak. Itulah yang berbahaya.

“Kalo itu sih yang jelas ngurangin sih ya, ngurangin sampah plastik sih ya jelas. Berapa jumlahnya agak gede juga kalo misal total, ordernya “Ton” juga sih ya per tahun gitu yah, sekitar 4-5 Ton lah. Cuma yaa.. walaupun kecil ya kalau totalnya dijumlah sampah kecil gitu ya, tapi kan itu jadi semacam langkah awal ya untuk mengubah gaya hidup kita. Kurangin penggunaan plastik yang enggak perlu pake plastik enggak perlu kita pake gitu,” kata Sawung kepada Asumsi.co, Senin, 26 November 2018.

Sejauh ini di Indonesia, terutama Jakarta, sudah banyak yang menjual sedotan pengganti sedotan, misalnya yang ramai tentu sedotan dari bahan stainless steel. Namun, Sawung sendiri tak menyarankan tak hanya menggunakan sedotan berbahan stainless saja, tapi bahan-bahan seperti bambu dan lainnya.

“Sebenernya kalo kami kan enggak minta ke stainless juga gitu ya. Kalo enggak perlu pake sedotan ya enggak perlu pake sedotan gitu ya, kalo orang perlu pake sedotan, pake sedotan bambu ataupun sedotan lain yang bisa dipake berulang-ulang,” ujarnya.

Baca Juga: BBC Ungkap Pencemaran Berat di Citarum, Apa Kata WALHI?

Yang jelas, menurut Sawung, harus ada alternatif lain dari penggunaan sedotan minuman selain sedotan plastik. Lagi pula, lanjut Sawung, pada dasarnya masyarakat tak akan terlalu terpengaruh andai pun tak memakai sedotan untuk minum. Maka dari itu, alangkah lebih baik memakai sedotan selain berbahan plastik.

“Kalo sampah plastik kecil sih pengaruhnya gitu yah, total jumlah sampah plastik kecil tentu ada hitungannya sendiri. Apalagi kan sedotan hanya plastik kecil dari sampah plastik gitu, jadi sebenernya sampah kantong kresek itu jauh lebih banyak dibandingkan sedotan.”

“Tapi kalo kita perkirakan ya, 2-3 tahun kedepan nanti 2025 lah yah paling enggak, jumlah ikan di laut itu lebih sedikit dibandingkan jumlah plastik yang ada dilaut, jadi banakan plastiknya dibanding ikan dan hewan-hewan lain. Makanya kita harus berhenti adiksi sampah plastik gitu yah, asal yang enggak perlu pakai plastik ya kalo bisa enggak perlu pakai plastik gitu.”

Ubah Pola Hidup Konsumtif

Hanya saja lagi-lagi, menurut Sawung, selain memang harus mengurangi sampah plastik, hal yang jauh lebih penting untuk diubah adalah pola hidup masyarakat itu sendiri dalam menggunakan bahan plastik. Misalnya saja, lanjut Sawung, saat berbelanja mungkin bisa membawa tas sendiri, lalu menolak untuk menggunakan sedotan plastik.

“Cuma yang kita mau ubah itu kan seperti yang sudah tadi saya bilang, gaya hidupnya itu. Yang paling mudah itu tentu menolak menggunakan sedotan plastik, kalo kantong kresek mungkin orang masih bergantung ya, kalo belanja masih perlu kantong kresek gitu. Yang jelas, sedotan lebih mudah sih ditolaknya dibandingkan kantong kresek.”

Sawung sendiri berharap pemerintah bisa mengeluarkan peraturan, larangan atau pembatasan penggunaan plastik. “Kemaren sempet pembatasan dengan cara plastik kantong kresek berbayar gitu yah, tapi enggak dilanjutin, hanya beberapa kota aja yang melanjutkan, ada Banjarmasin, Balikpapan, kemudian Denpasar nanti tahun depan mulai Januari terapin itu, Bogor juga, ya baru sedikit ya.”

Padahal, lanjut Sawung, dari uji coba ternyata memang hasilnya bagus, paling tidak sudah sekitar 60 persen yang sudah menerapkan pengurangan plastik. Penerapan ini paling utama terjadi pada pengurangan penggunaan kantong kresek.

Share: Stop Sedotan Plastik, Sejauh Apa Dampaknya ke Lingkungan?