Budaya Pop

Standar Ganda Sensor Foto, Ada Bias Algoritma di Instagram?

Permata Adinda — Asumsi.co

featured image

Foto: Instagram

Jumat lalu, komedian Australia Celeste Barber memparodikan foto dirinya sendiri sedang bergaya di sebelah foto seorang model yang berpose menutupi payudara dengan pakaian setengah terbuka. Barber meniru pose si model, hanya tubuhnya lebih pucat dan punya lebih banyak lipatan daripada si model.

Berbeda dengan foto si model di Instagram yang tetap terpajang dan tidak disensor, foto Barber dibatasi interaksinya oleh Instagram—membuat pengikut-pengikut Barber tidak bisa membagikan fotonya. Instagram juga memberikan notifikasi bahwa postingan Barber tersebut “menyalahi pedoman komunitas kami tentang ketelanjangan atau aktivitas seksual.”

Merespons kebijakan Instagram tersebut, Barber menuliskan, “Hei, Instagram, bereskan standar body-shaming kalian. Ini 2020.”

Ini bukan kali pertama algoritma Instagram menunjukkan standar gandanya terkait tubuh perempuan. Telah banyak tuduhan bahwa platform media sosial ini hanya berpihak pada perempuan bertubuh langsing, berkulit putih, dan cis-gender. Dalam kasus lainnya, model plus-size Nyome Nicholas-Williams mempublikasikan fotonya sedang tidak berbaju dan menutupi payudaranya dengan tangan. Instagram menghapus unggahan itu secara sepihak.

Keputusan Instagram memicu kemarahan dari puluhan ribu pengikut Nicholas-Williams. Mereka menggunakan tagar #IwantToSeeNyome untuk mendesak agar foto itu dinaikkan kembali. Mereka juga mengunggah ulang foto Nicholas-Williams di akun Instagram masing-masing ataupun mempublikasikan foto versi mereka sendiri—yang kemudian juga dihapus oleh Instagram.

Selain melakukan aksi di Instagram, ada pula petisi yang dikeluarkan lewat Change.org yang telah ditandatangani oleh lebih dari 20.000 orang. Petisi tersebut menyatakan bahwa Instagram memilliki “prasangka dan motivasi rasial” dalam menyensor unggahan. Orang-orang yang menandatangani petisi ini juga menuntut agar Instagram dapat secara adil “memperlihatkan orang-orang dengan berbagai ukuran tubuh dan beragam etnisitas.”

Dengan ramainya tuntutan dari berbagai pihak, CEO Instagram Adam Mosseri pun buka suara. Ia mengakui bahwa Instagram mesti meninjau “bias algoritma” dalam platformnya, termasuk juga persoalan pelecehan, verifikasi, dan distribusi konten.

“Fokus kami akan dimulai dari komunitas orang kulit hitam. Tapi, kami juga akan meninjau bagaimana platform ini dapat melayani kelompok lain yaang kurang terwakili,” katanya, dikutip dari The Guardian.

Meskipun pernyataan itu telah keluar dari mulut bos Instagram, sensor terhadap berbagai bentuk tubuh dan warna kulit masih terjadi di Instagram. Pada 1 Oktober, misalnya, 50 influencers gemuk dan berasal dari berbagai latar belakang ras mengunggah foto mereka, sebagian berpose telanjang, dengan keterangan, “kenapa Instagram menyensor tubuh kami tapi tidak tubuh yang kurus?”

Seperti yang terjadi pada Barber, banyak di antara unggahan tersebut yang disensor dengan dalih melanggar ketentuan Instagram.

Salah satu korbannya ialah influencer Kalae Nouveau. Instagram tak hanya menghapus foto yang diunggahnya pada 1 Oktober, tetapi juga menghapus beberapa fotonya yang lain serta membatasi aktivitas akunnya.

Selama pembatasan itu, hanya satu unggahan Nouveau yang lolos sensor: tulisan dengan latar warna abu-abu, “Aku lelah. Aku akan terus memberitahu kalian semua untuk tidak menghapus tubuhku. #DontDeleteMyBody.”

Instagram telah meminta maaf kepada Barber dan Nicholas-Williams, sekaligus menyatakan bahwa foto mereka telah secara keliru terkena sensor. Meskipun begitu, sensor terhadap tubuh orang gemuk, orang kulit hitam, dan terhadap tubuh perempuan secara umum masih terus terjadi di Instagram. Dan para pengguna Instagram tak berhenti melawan. Mereka terus menyerukan agar perusahaan itu bekerja lebih baik dalam upayanya menjadi platform yang tidak diskriminatif.

Share: Standar Ganda Sensor Foto, Ada Bias Algoritma di Instagram?