Presiden RI, Joko Widodo akhirnya resmi melantik empat pejabat baru dalam reshuffle jilid III, Rabu (17/01) pagi ini di Istana Negara, Jakarta. Dari keempat nama yang dilantik, ada satu nama yang mencuri perhatian. Siapa dia? Yap, siapa lagi kalo bukan Jenderal Purnawirawan Moeldoko.
Seperti yang kita tahu nih guys, empat sosok yang dilantik itu masing-masing adalah Idrus Marham (Menteri Sosial), Agum Gumelar (Anggota Dewan Pertimbangan Presiden), Jenderal Purnawirawan Moeldoko (Kepala Staf Presiden), dan Marsekal Madya Yuyu Sutisna (Kepala Staf TNI Angkatan Udara). Presiden Jokowi pun langsung mengambil sumpah jabatan dari empat pejabat baru tersebut sekitar pukul 09.30 WIB.
Nah, sosok Moeldoko yang baru saja menggantikan Teten Masduki sendiri jadi sorotan lantaran kiprahnya yang cukup mumpuni baik itu di tubuh TNI, partai, hingga masuk kabinet. Seperti apa sih guys sepak terjang Moeldoko selama ini sebelum akhirnya dilantik Jokowi jadi KSP? Apa misi Jokowi memasukkan Moeldoko dalam kabinetnya?
Dari KSAD Sampai Panglima TNI Era SBY
Moeldoko mulai merintis kariernya setelah ia lulus dengan predikat terbaik dari AKABRI pada tahun 1981. Sepak terjang sosok pria kelahiran Kediri, Jawa Timur pada 8 Juli 1957 itu memang identik dengan tugasnya di TNI Angkatan Darat.
Sejumlah jabatan strategis di tubuh TNI sudah pernah dirasakan Moeldoko seperti Pangdam XII/Tanjungpura (2010), Pangdam III/Siliwangi (2010), dan puncaknya menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD pada 20 Mei sampai 30 Agustus 2013 lalu. Kala itu, Moeldoko menjabat sebagai KSAD di era Presiden Keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
Setelahnya karier kemiliteran Moeldoko pun meningkat pesat. Pria berusia 60 tahun itu langsung naik pangkat dan diangkat SBY menjadi Panglima TNI menggantikan Agus Suhartono. Moeldoko mulai mengemban tugas sebagai Panglima TNI pada 30 Agustus 2013 sampai 8 Juli 2015.
Saat selesai menjalankan tugasnya sebagai Panglima TNI pada 2015, tepatnya di era Presiden Joko Widodo, posisi Moeldoko pun diganti oleh Jenderal Gatot Nurmantyo. Setelah itu, Moeldoko memutuskan pensiun dari TNI.
Dari Militer Menuju Partai Politik
Menariknya nih guys, usai pensiun dari dunia militer, Moeldoko justru memutuskan untuk terjun ke pentas politik praktis. Pria yang pernah mengenyam pendidikan pascasarjana di FISIP Universitas Indonesia itu bergabung dengan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) pimpinan Oesman Sapta Odang pada tahun 2016.
Di Partai Hanura, Moeldoko ditunjuk sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Hanura. Ia mendampingi Jenderal TNI (Purn) Wiranto yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina.
Bertugas Jadi Wakil Keluarga Jokowi di Nikahan Kahiyang-Bobby
Kedekatan Moeldoko dengan Presiden Jokowi sendiri sudah mulai terlihat sejak beberapa waktu lalu. Ia pernah ditunjuk menjadi perwakilan keluarga Jokowi saat putrinya, Kahiyang Ayu menikah dengan Bobby Nasution. Moeldoko memberi sambutan di acara resepsi pernikahan di Graha Saba Buana, Jl Letjen Suprapto, Surakarta, Rabu (08/11/2017).
Kala itu, Moeldoko yang didampingi dua putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, lebih dulu mengucapkan terima kasih kepada tamu undangan yang hadir. Lalu, ia memberi sambutan mewakili keluarga kedua mempelai.
Tugas Moeldoko yang tiba-tiba ditunjuk mewakili keluarga Jokowi itu tentu menjadi tanda tanya. Meski begitu, saat itu Moeldoko menepis jika ada muatan politis dari tugas yang dipercayakan kepada dirinya tersebut.
Moeldoko sendiri mengaku saat itu ia diminta mendadak oleh Mensesneg, Pratikno, untuk mewakili keluarga Jokowi dan memberikan sambutan. Kemudian setelah ditunjuk, Moeldoko menulis teks sambutan sendiri.
“Nggak usah berpikir terlalu jauh, ini tugas manusiawi. Saya sendiri juga nggak ngerti,” ujar Moeldoko dikutip dari Detikcom, Kamis (09/11/2017).
Kini, setelah dua bulan menjadi wakil keluarga Jokowi di pernikahan Kahiyang-Bobby, kedekatan Moeldoko dengan Jokowi pun semakin jelas terlihat. Moeldoko hari ini resmi dilantik sebagai Kepala Staf Presiden menggantikan Teten Masduki.
‘Tangan Kanan’ Jokowi dan Pemecah Suara Militer di 2019
Dilantiknya Moeldoko sebagai Kepala Staf Presiden (KSP) dalam kabinet Jokowi tentu menimbulkan berbagai asumsi liar. Secara normatif, pengangkatan Moeldoko yang punya latar belakang militer, tentu jadi alasan Jokowi untuk mengkonsolidasikan sektor keamanan.
Lalu, bagaimana dengan asumsi-asumsi lain di luar tugas kenegaraan yang nantinya bakal dijalankan Moeldoko? Apa sebenarnya tujuan Jokowi mengangkat Moeldoko sebagai KSP? Kenapa bukan Gatot Nurmantyo yang sama-sama Panglima TNI?
Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengungkapkan kepada Asumsi.co bahwa ada berbagai alasan kenapa akhirnya mantan Gubernur DKI Jakarta itu memilih Moeldoko untuk menggantikan Teten Masduki. Hal menarik tentu soal misi Jokowi menuju Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang. Seperti apa?
“Reshuffle itu kan hak prerogatif Presiden Jokowi ya. Cuma kalau melihat komposisi reshuffle itu seperti Moeldoko misalnya, memang tampaknya Jokowi ingin mengkonsolidasikan kekuatan politiknya,” jelas Adi Prayitno kepada Asumsi.co, Rabu (17/01).
Adi menjelaskan bahwa Jokowi tentu membutuhkan orang-orang yang kondusif dan bisa dikontrol dan tak gaduh dalam kabinetnya. Apalagi, memasuki tahun keempat masa jabatannya, Jokowi sepertinya tak mau ada orang yang dianggap berseberangan sama sekali dengan dirinya.
“Memang Moeldoko sering dibicarakan orang, beliau juga pernah menjabat sebagai Panglima TNI di era SBY. Kenapa Moeldoko? Jokowi tentu ingin merangkul semua kalangan dan tidak ingin membentuk faksi-faksi yang cukup keras.”
Sepertinya, konsolidasi keamanan jadi prioritas kenapa Jokowi akhirnya memilih Moeldoko dan Agum Gumelar. Keberadaan dua purnawirawan TNI itu dirasa cukup penting, apalagi keduanya sudah cukup teruji kinerjanya.”
“Alasan Jokowi mengangkat Moeldoko adalah soal soliditas keamanan. Sektor keamanan negara kita sejauh ini kan masih gonjang-ganjing, masih ada intrik kanan kiri. Nah, Pak Moeldoko ini kan mantan Panglima TNI yang memiliki kinerja dan prestasi yang cukup baik di era SBY.”
Namun, Adi juga tak menampik bahwa aroma panas politik jelang Pilpres 2019 sangat terasa dalam pelantikan Moeldoko tersebut. Jokowi dianggap tengah mempersiapkan kekuatan demi memperpanjang masa jabatannya sebagai RI 1 selama dua periode.
“Ya tentu ini adalah modal awal Jokowi untuk menghadapi Pilpres 2019 mendatang. Apalagi ada juga Agum Gumelar yang dilantik kan, tentu ini jadi modal untuk membangun kekuatan.”
Kehadiran Agum Gumelar dan utamanya Moeldoko yang sejauh ini jadi sorotan tentu semakin menguatkan misi Jokowi menuju 2019 nanti. Kehadiran sosok Moeldoko yang berlatar belakang TNI dinilai bisa ‘memecah’ suara militer, terutama suara-suara pendukung Prabowo Subianto sebagai rival beratnya di 2019 nanti.
“Di Pilpres 2019 nanti tampakya Jokowi masih akan berhadapan dengan Prabowo Subianto. Sepertinya untuk menghadapi kekuatan Prabowo yang masih sangat berpengaruh di kalangan militer, Jokowi juga tengah mempersiapkan itu dan ingin menegaskan bahwa di sekitarnya juga ada sosok-sosok militer yang juga bisa memberikan pengaruh.”
“Jokowi ingin membelah kekuatan (militer) sebenarnya. Dengan hadirnya Moeldoko dan Agum Gumelar, pasti suara-suara militer tak akan mungkin hanya terkonsentrasi dengan Prabowo saja, yang sampai saat ini masih punya pengaruh kuat di militer.”
Adi yang juga merupakan Dosen Ilmu Politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu membeberkan bahwa Jokowi ingin mengantisipasi pihak-pihak yang berpotensi memainkan isu militer jelang 2019 nanti. Hadirnya Moeldoko bisa menjawab hal itu.
“Artinya ini sebagai antisipasi jika jelang Pilpres 2019 nanti ada yang menggunakan sentimen militer dan non militer, yang pasti Pak Jokowi sudah memiliki orang-orang dekat (Moeldoko dan Agum) yang bisa dikonsolidasikan untuk ‘bermain’ di domain itu.”
Nah, menariknya, kenapa kemudian Jokowi tak mengangkat Gatot Nurmantyo yang kinerjanya juga tak kalah bagus? Apalagi Gatot dan Moeldoko juga sama-sama pernah menjabat sebagai Panglima TNI?
“Kalau soal Gatot, ya karena beliau ini bisa jadi potensi dalam banyak hal. Pertama, Gatot bisa jadi partner Jokowi dan yang kedua, Gatot ini bisa saja jadi lawan Jokowi di Pilpres 2019 mendatang.”
Adi menyebut Jokowi tak ingin jika pamor Gatot meningkat jika dimasukkan ke dalam kabinet, sehingga bisa membuka peluangnya untuk ikut bertarung di Pilpres 2019 nanti. Hal itu tentu bisa menghadang misi Jokowi untuk memperpanjang masa jabatannya.
“Gatot ini adalah sosok yang cukup potensial untuk bertarung melawan Jokowi di 2019 nanti. Artinya, ketimbang memelihara ‘macan’ mending melihara yang pasti-pasti saja,” seloroh Adi.
Terlebih Gatot ini dikenal sangat dekat dengan masyarakat dan semua kalangan. Nah, hal inilah yang dinilai jadi modal besar Gatot untuk maju di Pilpres 2019 nanti. Intinya, kehadiran Moeldoko dan juga Agum Gumelar tentu untuk membelah pengaruh militer.
Jadi suara-suara militer jelang 2019 nanti tak hanya terkonsentrasi dengan Prabowo atau Gatot saja, atau bahkan ke putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Jokowi sudah mengantisipasi hal tersebut pelan-pelan dan rapi.
“Jadi, suara militer tidak hanya diklaim sama Prabowo, AHY, atau Gatot saja karena Jokowi juga punya orang-orang dekat sudah disiapkan dan punya pengaruh serta kekuatan di militer,” pungkas Adi.
Well, apapun itu misi Jokowi mengangkat Moeldoko sebagai Kepala Staf Presiden, semoga mantan Panglima TNI era SBY itu bisa bekerja dengan baik hingga 2019 nanti ya guys.