Isu Terkini

Ajakan Kembali Jadi Sopir Taksi Konvensional, Akibat Persaingan Online?

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Perubahan-perubahan yang terjadi akibat makin canggihnya teknologi tentu membuat beberapa di antara kita berada pada tahap kebingungan. Apakah harus terus mengikuti zaman atau bersikeras untuk mempertahankan sistem yang udah lama berjalan? Salah satu fenomena yang begitu cepat mengubah kehidupan kita, terutama yang hidup di kota-kota besar, adalah maraknya moda transportasi berbasis online.

Begitu taksi online kian menjamur di tengah kota, di situ pula ada pihak-pihak yang merasa merugi. Kemudian terjadilah aksi demonstrasi yang berkali-kali terjadi. Awal mula hadirnya moda transportasi online memang menawarkan harga yang cukup menggiurkan untuk para pelanggan. Tapi, di sanalah titik permasalahan mulai timbul.

Selama beberapa bulan—bahkan tahun—ke belakang, kita melihat ada aksi penolakan kehadiran taksi online yang dilakukan oleh sopir taksi konvensional. Tapi ada juga aksi yang diselenggarakan oleh pengemudi taksi online itu sendiri. Hal ini terjadi karena adanya persaingan harga yang menurut sebagian kalangan tidak sehat.

Taksi online dengan tawaran harga promosinya membuat tarif mereka menjadi sangat murah, akibatnya banyak pelanggan ramai-ramai meninggalkan taksi konvensional. Bagi konsumen tentu hal ini sangat menguntungkan, tapi bagaimana dengan nasib para sopir?

Dalam sebuah forum online Kaskus.co.id, ada seorang pengguna yang menjajal nyari peruntungan dengan bergabung ke salah satu perusahaan aplikasi taksi online.

Sopir taksi online ini bercerita di forum Kaskus, bagaimana perusahaan tempat ia bekerja tersebut memotong 25% tiap penghasilan yang ia dapatkan dari penumpangnya. Dengan bekerja selama 14 jam, pengemudi yang mengaku harus menghidupi 4 orang anggota keluarganya itu berhasil mendapatkan Rp340 ribu. Tapi  dari jumlah tersebut, harus dipotong Rp85 ribu untuk masuk ke kas perusahaan. Sehingga sisa yang ia dapat sebesar Rp255 ribu.

Jumlah itu belum dikurangi dengan biaya bensin, yang kurang lebih Rp200 ribu per hari. Setelah dihitung-hitung, bekerja selama 14 jam berkeliling di jalanan, pendapatannya hanya Rp55 ribu saja. Belum lagi, untuk bayar setoran peminjaman mobil, bagi yang mobilnya didapat dari hasil menyewa.

Screenshot pendapatan sopir taksi online. Sumber: Kaskus

Kejadian itu terjadi sebelum adanya peraturan dari pemerintah. Bagi yang masih ingat, ribuan anggota Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) melakukan unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR RI di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, serta kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, pada 22 Maret 2016 lalu.

Para pengumudi yang didominasi oleh sopir Blue Bird dan beberapa taksi konvensional lainnya itu menuntut pemerintah menghentikan beroperasinya transportasi berbasis online. Mereka beralasan kehadiran taksi online mengurangi pendapatan sopir taksi konvensional. Demo tersebut sempat ricuh, bahkan ada beberapa pengendara taksi yang ditangkap polisi karena kedapatan membawa senjata tajam.

Akibat demo tersebut, saham PT Blue Bird Tbk (BIRD) anjlok 1,56% atau 100 poin ke Rp 6.300, menurut data perdagangan Bursa Efek Indonesia, pada 22 Maret 2016.

Namun setelah 1 Juli 2017, Kementerian Perhubungan akhirnya telah memberikan ketentuan tentang tarif yang harus diikuti oleh pemilik taksi online dan taksi konvensional. Untuk taksi online, ada dua zona wilayah, yang pertama di Pulau Sumatera, Bali, dan Jawa. Di wilayah ini, tarif paling murahnya berada pada harga Rp3.500 per kilometer, dan harga paling tingginya Rp6.000.

Sedangkan zona kedua berada di luar wilayah yang disebutkan di atas. Tarif di zona kedua ini lebih murah daripada di zona pertama, tapi armada dan penggunanya belum sebanyak di Pulau Sumatera, Bali, dan Jawa.

Adanya tarif paling murah dan tarif paling mahal itu terjadi karena taksi online mengenal sistem “jam sibuk”, yang mengubah harga secara otomatis ketika terjadi kemacetan, permintaan armada yang meningkat, sampai kondisi cuaca. Sedangkan menurut situs KataData.co.id, untuk taksi konvensional tarifnya flat alias enggak berubah, seperti taksi Blue Bird dengan harga Rp4.100 per kilometer dan taksi Express Rp3.800 per kilometer.

Sedangkan, untuk pendapatan di taksi konvensional seperti Blue Bird, mereka mengenal istilah gaji dengan nama “bonus masa kerja”, serta ditambah dengan pembagian komisi sebesar 50% per harinya. Untuk sopir Blue Bird juga enggak ada istilah rating seperti yang digunakan oleh taksi online.

“Pendapatan di atas Rp500 ribu itu komisinya 50%, pendapatan di bawah Rp500 ribu komisinya 40%. Pokoknya per bulan itu sudah bisa dapet sekitar Rp1,5 juta, dengan per hari bisa Rp150 ribu” kata Eky Lukman Hakim, staf personalia di Blue Bird, ketika dihubungi Asumsi pada Selasa, 13 Maret.

Berdasarkan pengamatan sehari-hari, sopir taksi online yang sering mengeluh mengenai pekerjaannya ini membuat perusahaan taksi berwarna biru ini mencoba merekrut kembali pengemudinya yang sempat “hijrah” ke aplikasi daring. Hal ini tergambar dalam sebuah spanduk yang terpasang di pinggir jalan di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, pada awal Maret.

Iklan tersebut cukup menarik perhatian, apakah para mantan sopir Blue Bird menyesal ketika keluar dari taksi berlogo burung biru itu?

“Beberapa data yang kita dapat, mereka yang keluar dari Blue Bird, kemudian tidak dapat pekerjaan lain, mereka malu untuk masuk ke Blue Bird lagi, karena udah pernah keluar,” kata Eky. Namun ia tidak mengiyakan apabila driver Blue Bird yang keluar ini semata-mata karena persaingan antara taksi online dan taksi konvensional.

Menurutnya, banyak alasan lain yang mendasari mundurnya sopir Blue Bird, seperti urusan keluarga atau bahkan mendapat pekerjaan di tempat lain.

“Tulisannya ya atas kreativitas masing-masing pool-nya aja. Enggak bermaksud untuk menyindir taksi online atau apapun, karena iklan ini berdasarkan kreativitas masing-masing pool,” ujar Eky.

Ia mengatakan, spanduk ini bukan pandangan resmi perusahaan Blue Bird pusat, melainkan inisiatif dari pool taksi yang tersebar di berbagai daerah di ibu kota, dalam hal ini pool Blue Bird yang terletak di Jl. Margasatwa, Cilandak, Jakarta Selatan.

Kalau kamu, lebih suka menggunakan taksi konvensional atau taksi online, dan mengapa?

Share: Ajakan Kembali Jadi Sopir Taksi Konvensional, Akibat Persaingan Online?