Isu Terkini

Solusi Krisis Iklim dan Kesejahteraan Anak Muda

Nadia Putri — Asumsi.co

featured image

Tonton pembicaraan ini di sini.

Pemilihan umum bukan hanya kontes kekuasaan, tetapi juga medan wacana. Isu lingkungan dan krisis iklim kerap kali terabaikan dalam medan tersebut, padahal segala yang terjadi pada lingkungan berdampak langsung terhadap keseharian dan masa depan kita.

Jadi, apa yang seharusnya dilakukan untuk menangani isu penting tersebut?

Kita dapat memulai dengan menambah partisipasi anak muda–yang cenderung lebih peka terhadap isu lingkungan–dalam pembuatan kebijakan dan inisiatif-inisiatif pembangunan di daerah.

Ada bermacam-macam laku konkret yang dapat dikerjakan, seperti mengawal pembuatan dan implementasi kebijakan, menyuarakan aspirasi ke pihak-pihak pembuat kebijakan, sampai dengan mendesak otoritas agar kepentingan itu diakomodir dalam perencanaan pembangunan.

Ini bukan mimpi kosong. Sejauh ini, ia telah dijalankan oleh anak-anak muda dari berbagai kelompok.

Dalam webinar yang diselenggarakan pada Kamis (19/11/2020), Asumsi mengundang mereka sebagai bagian dari Mongabay, Diet Kantung Plastik, Warga Muda, dan Generasi Melek Politik untuk membicarakan perjuangan ini.

Selain dihadiri oleh para tokoh muda, webinar yang ditayangkan langsung di kanal YouTube Asumsi ini juga dihadiri oleh Beni Hernedi, Wakil Bupati Musi Banyuasin selaku perwakilan dari pemerintah. Diskusi ini dipandu oleh Lisa Siregar, Chief Editor Asumsi.

Beni memaparkan bahwa krisis iklim tidak hadir secara tiba-tiba. Krisis iklim adalah efek akumulatif dari kebijakan-kebijakan berbagai masa, diwariskan satu pemerintahan kepada yang berikutnya.

“Krisis iklim bisa membuat pembangunan daerah tidak berjalan,” kata Beni. Namun, katanya lagi, banyak pemerintah daerah tak memprioritaskan penanggulangan krisis iklim karena menganggap kebijakan-kebijakan pro-lingkungan berbiaya besar tetapi tidak berdampak langsung terhadap masyarakat. Paradigma ini menurutnya perlu diubah.

Pembicara berikutnya, Akita Arum Verselita dari Mongabay, menguraikan bagaimana anak muda bisa urun andil dalam mengatasi krisis iklim.

“Kita bisa menjadi pemerhati,” kata Akita. Anak muda juga bisa mencari tahu upaya-upaya yang sudah dilakukan pemerintah dan para aktivis lingkungan dan menggunakan suara mereka untuk mendukung upaya-upaya tersebut. Selain itu, anak muda juga bisa mulai menandai para calon pemimpin daerah yang pro-lingkungan.

Isu lingkungan tidak bisa diselesaikan hanya dengan perubahan perilaku individu. “Kalau kita mau membuat perubahan, perubahan itu harus besar dan sistemik,” kata Tiza Mafira, seorang pengacara hukum lingkungan hidup dan pegiat gerakan diet kantung plastik.

Penyelesaian masalah lingkungan memerlukan kolaborasi semua pihak, mulai dari korporasi, pemerintah, hingga anak muda sebagai bagian masyarakat. Untuk itu, diperlukan pembukaan akses atau forum untuk membicarakan kebijakan secara publik.

Belinda Sahadati Amri dari Generasi Melek Politik telah mengadakan beberapa focus group discussion (FGD) di beberapa daerah untuk mencari tahu pemahaman anak-anak muda di daerah tersebut mengenai isu-isu lingkungan yang mereka hadapi.

Hampir semua peserta, kata Belinda, menjawab masalah lingkungan di daerah mereka cukup banyak dan serius, mulai dari pencemaran sungai, kerusakan hutan, sampai penggunungan sampah plastik.

“Masalah lingkungan di daerah banyak tapi tidak terekspos,” kata Belinda.

Menurutnya, masalah-masalah krisis iklim ini disebabkan oleh kebijakan yang eksploitatif dan tidak pro-lingkungan. Untuk menanggulanginya, pemerintah harus memiliki komitmen untuk membuat kebijakan yang pro-lingkungan sekaligus komitmen untuk menjalankannya.

Sayangnya, sebagaimana diterangkan Heru Dinyo dari Perkumpulan Warga Muda,  partisipasi anak muda dalam pembuatan kebijakan masih rendah. Anak muda hanya digunakan sebagai anggota tim hore demi memenuhi kuota.

“Anak muda ini jarang sekali mendapatkan mendapatkan ruang berdialog, berkolaborasi,” ucap Heru.

Krisis iklim sudah kepalang terjadi. Banjir karena hujan berkepanjangan, gagal panen karena perubahan musim yang tak menentu, kebakaran hutan karena kemarau tak berkesudahan—semuanya adalah musibah yang terjadi karena krisis iklim.

Tiza dari gerakan diet kantung plastik menekankan, “Krisis iklim sudah pasti akan mengubah dunia kita, dan yang bisa kita lakukan adalah mencegah agar krisis iklim tersebut tidak menjadi semakin parah.”

Menurut Tiza, ada dua hal yang bisa kita lakukan. Pertama, kita harus mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Kedua, penerapan prinsip ekonomi sirkuler: barang yang kita konsumsi harus bisa diolah untuk digunakan kembali.

Paparan Tiza tersebut selaras dengan pandangan Heru dari Perkumpulan Warga Muda: persoalan lingkungan berkelindan dengan persoalan ekonomi.

Masuknya investasi tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, namun juga alih fungsi lahan, hak-hak masyarakat atas tanah, dan lingkungan hidup. Semua hal tersebut berkaitan erat dengan isu krisis iklim.

Anak muda harus memastikan agar krisis iklim dan hal-hal di sekitarnya terus dibicarakan, lalu ditindaklanjuti, agar Bumi punya masa depan.

Share: Solusi Krisis Iklim dan Kesejahteraan Anak Muda