Isu Terkini

Skybridge Tanah Abang: Kebijakan Tepat Pemda DKI?

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Tanah Abang, dengan segala bentuk interaksi sosial yang ada di dalamnya, dikenal oleh banyak orang sebagai salah satu wilayah yang paling semrawut di Jakarta. Berbagai macam cara telah dilakukan oleh pemimpin-pemimpin Jakarta sebelumnya, kesemrawutan tersebut terus terjadi. Melihat hal ini, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pun pernah berjanji untuk merapikan kesemrawutan ini dalam kampanyenya. Sudah lebih dari satu tahun memimpin, Anies Baswedan setidaknya telah melakukan dua usaha mewujudkan janjinya tersebut.

Usaha Anies yang pertama adalah ketika ia dan Sandi menutup Jalan Jatibaru. Salah satu tujuannya adalah mencegah PKL tak luber ke  Tanah Abang.  Kebijakan ini menuai kontroversi dari berbagai pihak. Pedagang di Blok G Tanah Abang mengatakan kalau penutupan Jalan Jatibaru tersebut telah mengakibatkan turunnya jumlah pengunjung. Para sopir angkot mengatakan kalau mereka pun jadi sulit dapat penumpang. Sedangkan dari pihak kepolisian sendiri, Jalan Jatibaru yang ditutup kala itu dinilai telah menimbulkan kemacetan parah. Kebijakan ini dinilai harus dikaji ulang.

Setelah dikritik banyak pihak, kini Anies hadir dengan sebuah kebijakan baru, yaitu Skybridge, atau jembatan layang, di atas ruas Jalan Jatibaru. Jembatan ini nantinya akan memuat 446 Pedagang Kaki Lima (PKL), dari total 650 PKL yang sebelumnya memenuhi trotoar di Jalan Jatibaru. Masing-masing PKL tersebut pun akan membayar Rp500 ribu per bulan sebagai biaya operasional dan keamanan. Sedangkan sisa 204 pedagang yang tidak mendapatkan tempat di Skybridge akan ditempatkan di Blok F Pasar Tanah Abang.

Dengan kebijakan yang baru ini, enggak heran kalau sebenarnya keadaan Skybridge pun menimbulkan pro dan kontra. Di sisi yang pro, ada yang melihat bahwa Skybridge dapat menghadirkan keuntungan seperti tertata rapinya Jalan Jatibaru dan terhindarnya interaksi antara pedagang dengan pembeli dari panas matahari. Di sisi lain, ada yang melihat bahwa pedagang akan lebih sulit karena jumlah pembeli akan berkurang seiring pejalan kaki tidak bisa lagi hanya tinggal melihat dan membeli secara spontan. Selain dua pro dan kontra di atas, terdapat beberapa poin pro dan kontra lainnya yang juga menjadi argumentasi pendukung dari masing-masing sisi terkait hadirnya Skybridge di Tanah Abang.

Keuntungan Hadirnya Skybridge di Tanah Abang

Salah satu argumentasi utama yang pro terhadap kehadiran Skybridge adalah terkait dengan ketertiban di kawasan Jalan Jatibaru yang memang akan lebih bersih tanpa PKL liar yang memenuhi trotoar. Dengan kehadiran jembatan layang, seluruh PKL akan disentralisasi di jembatan layang tersebut. Selain itu, salah satu sisi positif lain dari kehadiran Skybridge adalah para pembeli dan penjual tidak akan lagi kepanasan terkena sinar matahari langsung. Sebelumnya, para PKL harus berjualan di bawah sinar terik langsung karena mereka hanya bermodalkan peralatan seadanya untuk berjualan secara liar. Dengan adanya jembatan layang ini, para PKL yang sebelumnya berdagang di sepanjang Jalan Jatibaru tidak akan lagi kepanasan.

Yang ketiga, keuntungan yang dimiliki oleh para PKL yang berjualan di jembatan layang adalah tidak akan lagi digusur dalam bentuk apapun. Dengan berpindah ke jembatan layang, itu berarti para PKL telah terdata secara resmi sebagai PKL dan tidak akan lagi digusur paksa oleh aparat pemerintah seperti Satpol PP. Kemudian, hal positif keempat dengan hadirnya jembatan layang di Jalan Jatibaru ini adalah adanya keamanan yang bertugas menjaga. Seperti dilansir oleh viva.co.id, meskipun harus membayar sebesar Rp500 ribu per bulan, para pedagang tidak keberatan karena dinilai tidak terlalu mahal jika dihitung per harinya.

Kerugian dengan Hadirnya Skybridge di Tanah Abang

Salah satu kendala utama Skybridge di Tanah Abang adalah semakin sulitnya akses untuk para pembeli membeli dagangan PKL. Sebelumnya, para pembeli tidak perlu repot-repot naik turun tangga dan berjalan lebih jauh. Mereka hanya peru jalan ke pinggir Jalan Jatibaru tempat para PKL menjajakan dagangannya. Kini, untuk ke Skybridge hanya dapat dilalui oleh beberapa akses tertentu. Dari masalah akses ini pun timbul kendala lanjutan, yaitu pejalan kaki yang tidak langsung melihat para pedagang tersebut. Sebelumnya, keuntungan para pedagang adalah pejalan kaki yang tidak berminat untuk membeli barang tetap dapat melihat barang yang  dijajakan, meningkatkan kemungkinan pedagang untuk dibeli barangnya secara spontan. Namun dengan hadirnya Skybridge ini, kemungkinan tersebut jadi lebih kecil.

Kendala kedua dari pemindahan PKL ke Skybridge adalah tempat yang disediakan untuk para PKL terlalu kecil. Seperti dilansir oleh viva.co.id, para PKL merasa cubicle tempat mereka berjualan lebih kecil daripada tenda-tenda mereka di pinggir Jalan Jatibaru. Akibatnya, para pedagang pun diperkirakan akan kesulitan untuk meletakkan barangnya di cubicle mereka masing-masing di Skybridge nanti.

Kerugian terakhir dari adanya Skybridge di Tanah Abang adalah akses ke stasiun yang jadi lebih jauh. Kerugian ini memang tidak dirasakan langsung oleh para pedagang atau pembeli. Namun, kerugian ini lebih dirasakan oleh para penumpang KRL yang menggunakan stasiun Tanah Abang.

Kalau melihat kelebihan dan keuntungannya, apakah ini sudah menjadi keputusan tepat yang dilakukan oleh Pemda DKI?

Share: Skybridge Tanah Abang: Kebijakan Tepat Pemda DKI?